AS Berupaya Patahkan Pakta Keamanan China-Kepulauan Solomon
AS menyatakan tidak setuju dengan rencana penandatanganan pakta keamanan tersebut. Washington pun mengirimkan dua pejabat senior ke Kepulauan Solomon, menyusul langkah Australia pada awal April.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
BEIJING, SELASA — Pemerintah China, Selasa (19/4/2022), menyatakan telah menyepakati pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon. Pengumuman penandatanganan pakta keamanan China-Kepulauan Solomon itu hanya berselang sehari setelah Amerika Serikat mengirim diplomat ke Kepulauan Solomon. Kesepakatan ini memicu kekhawatiran AS, Australia, dan Selandia Baru karena dapat memberi Beijing pijakan militer di Pasifik Selatan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan, kedua negara telah menandatangani pakta keamanan, tetapi tidak menyebutkan waktu dan tempat penandatanganan. ”Menteri Luar Negeri China dan Kepulauan Solomon secara resmi menandatangani perjanjian kerangka kerja sama keamanan baru-baru ini,” kata Wang.
AS menyatakan tidak setuju dengan rencana penandatanganan pakta keamanan tersebut. Washington pun mengirimkan dua pejabat senior ke Kepulauan Solomon, menyusul langkah Australia pada awal April. Kurt Campbell dan Daniel Kritenbrink, pejabat tinggi di Dewan Keamanan Nasional dan Departemen Luar Negeri AS, memimpin perjalanan delegasi AS, pekan, ini ke Kepulauan Solomon. Kunjungan itu serangkaian dengan kunjungan ke Fiji dan Papua Niugini.
Dalam pernyataan, Wang menuduh kekuatan Barat sengaja membesar-besarkan ketegangan atas pakta tersebut. Ia mempertanyakan motif di balik kunjungan pejabat AS ke Pasifik Selatan. Menurut Wang, pakta keamanan China-Kepulauan Solomon mewakili pertukaran normal dan kerja sama di antara dua negara berdaulat dan independen. ”Upaya untuk mengganggu dan menghalangi kerja sama negara-negara kepulauan dengan China pasti akan gagal,” katanya dalam konferensi pers.
Materi rancangan pakta keamanan China-Kepulauan Solomon bocor pada bulan lalu. Isinya mengguncang Australia dan Selandia Baru serta memantik reaksi AS. Kekhawatiran besar dari negara-negara itu adalah kemungkinan pengerahan angkatan laut China ke negara kepulauan Pasifik yang tengah dilanda krisis itu. Aparat kepolisian China juga dapat dikerahkan ke Kepulauan Solomon atas permintaan Pemerintah Kepulauan Solomon untuk menjaga ketertiban sosial. Canberra khawatir pakta keamanan tersebut dapat membuat Beijing membangun kehadiran militernya di kawasan yang berjarak tak sampai 2.000 kilometer dari wilayah Australia.
Jaminan Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare tidak akan mengizinkan China membangun pangkalan militer di sana tidak banyak membantu meredakan kekhawatiran Barat. ”Sifat perjanjian keamanan yang luas membuka pintu bagi pengerahan pasukan militer China ke Kepulauan Solomon,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price. ”Penandatanganan pakta itu dapat meningkatkan destabilisasi di Kepulauan Solomon dan akan menjadi preseden yang mengkhawatirkan bagi Kepulauan Pasifik yang lebih luas.”
Delegasi Gedung Putih dalam kunjungannya ke Kepulauan Solomon menegaskan kembali kekhawatiran atas pakta keamanan tersebut. Washington juga memiliki misi untuk membuka kembali Kedutaan Besar AS di Honiara, ibu kota Kepulauan Solomon dan bekas ibu kota protektorat Inggris. Awal bulan ini, Menteri Pembangunan Internasional dan Pasifik Australia Zed Seselja juga mengunjungi Honiara. Seselja meminta PM Sogavare secara langsung agar tidak menandatangani kesepakatan keamanan dengan Beijing.
AS bersama sekutunya di Asia telah mengungkapkan keprihatinan tentang posisi dan sepak terjang China di kawasan Pasifik. Beijing terlibat dalam beberapa sengketa teritorial dengan negara-negara tetangganya. Peralihan pengakuan diplomatik Kepulauan Solomon dari Taiwan ke China pada 2019 membuka sejumlah besar investasi China. Namun, hal itu memicu beragam ketegangan yang berlarut.
Sebagai negara kepulauan, Kepulauan Solomon yang berpenduduk 800.000 jiwa itu telah dilanda kerusuhan politik dan sosial. Banyak dari penduduknya hidup dalam kemiskinan. Pada November 2021, pengunjuk rasa mencoba menyerbu parlemen dan mengamuk selama tiga hari. Kerusuhan dipicu oleh berbagai ketegangan, di antaranya penentangan terhadap pemerintahan Sogavare, persaingan antarpulau, dan pengangguran yang tinggi. Sementara sentimen anti-China juga berperan. Kerusuhan pun pecah. Aset-aset warga keturunan China di Honiara menjadi sasaran.
Editorial media China, Global Times, pada Jumat (15/4/2022), menyebutkan, niat sebenarnya dari AS dan Australia di Kepulauan Solomon sudah diketahui, yakni mengganggu rancangan perjanjian pakta keamanan yang dicapai antara China dan Kepulauan Solomon. Menurut Global Times, kerusuhan yang pecah di Honiara telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang parah. Kepulauan Solomon menjadi lebih sadar akan kebutuhan untuk memperkuat kapasitas kepolisiannya sendiri dan secara aktif mempromosikan diversifikasi kerja sama dengan pihak keamanan asing. Kepulauan Solomon pun memutuskan untuk memperluas dan memperdalam kemitraan keamanan dengan banyak negara, salah satunya China.
Disebutkan, pakta keamanan China-Kepulauan Solomon adalah bagian dari upaya penegakan hukum dan kerja sama saling menguntungkan. Pakta tersebut sejalan dengan hukum internasional dan praktik internasional. Pakta itu tidak menargetkan pihak ketiga mana pun, juga tidak memiliki tujuan militer. ”Dalam hal ini, tidak ada yang berhak ikut campur. AS dan Australia bersekongkol untuk mendesak Kepulauan Solomon mempertimbangkan tidak menandatangani perjanjian. Ini campur tangan besar dalam urusan internal Kepulauan Solomon dan penghinaan besar terhadap integritas negara pulau Pasifik,” sebut Global Times. (AP/AFP)