Indonesia dan Masyarakat Internasional Kecam Aksi Kekerasan Israel di Al-Aqsa
Ratusan warga Palestina terluka setelah bentrok dengan polisi Israel yang menyerbu Masjid Al-Aqsa, Jumat (15/4/2022). Memori satu tahun lalu, saat bentrokan seperti ini memicu perang 11 hari, mengemuka.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
JERUSALEM, SABTU — Warga Palestina dan aparat keamanan Israel bentrok di kompleks Masjidil Aqsa, Jerusalem, sejak Jumat (15/4/2022) pagi, telah mengakibatkan ratusan orang terluka serta ratusan orang lainnya ditahan. Bentrokan ini terjadi bertepatan dengan bulan suci Ramadhan bagi para Muslim, perayaan Tri Hari Suci bagi umat Kristiani, dan hari raya Paskah (Passover) bagi umat Yahudi.
Pemerintah Indonesia dan sejumlah negara, Sabtu (16/4/2022), mengecam keras provokasi yang dilakukan oleh Israel. Pada saat yang sama, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan deeskalasi.
Organisasi Wakaf Islam yang mengelola Masjidil Aqsa di area tempat suci bagi tiga agama (Islam, Kristen, dan Yahudi), dikutip dari laman kantor berita Al Jazeera, Sabtu (16/4/2022), mengatakan, polisi Israel mulai bertindak brutal ketika ribuan Muslim Palestina berkumpul di masjid tersebut untuk melaksanakan shalat Subuh berjemaah.
Pascabentrokan pertama, yang berlangsung jelang shalat Subuh, menurut polisi Israel, kekerasan telah berhenti. Israel menahan ratusan orang yang diduga memicu terjadinya bentrok. Menurut Wakaf Islam, diperkirakan 60.000 warga Palestina datang ke Masjidil Aqsa untuk melaksanakan shalat Jumat yang diadakan tengah hari.
Bentrokan kedua terjadi seusai shalat Jumat. Ribuan warga Palestina yang masih ada di dalam lingkungan masjid melempari polisi Israel dengan batu dan dibalas dengan tembakan gas air mata serta peluru karet. Wakaf Islam melaporkan, seperti dikutip Al Jazeera, seorang penjaga masjid tertembak matanya oleh peluru karet polisi Israel.
Pihak berwenang Israel mengatakan, sebelum kerusuhan pecah, mereka telah bernegosiasi dengan para pemimpin Muslim Palestina untuk memastikan situasi terkendali. Di saat yang sama, ribuan umat Kristiani tengah melakukan prosesi menelusuri kembali perjalanan Yesus sebagai rangkaian pelaksanaan ibadah Jumat Agung. Gereja Makam Suci juga terbuka untuk pengunjung. Namun, prosesi itu tidak terganggu karena bentrokan terbatas di dalam kompleks masjid.
Polisi Israel mengatakan, seusai shalat Subuh, mereka memasuki kompleks Masjidil Aqsa, tempat tersuci ketiga bagi umat Islam dan dihormati oleh warga Yahudi sebagai Bukit Kuil (Temple Mount), untuk membubarkan massa yang anarkistis. Mereka masuk ke dalam kompleks masjid karena ada sekelompok kecil massa yang mulai melemparkan batu ke arah Gerbang Mugharabi, salah satu situs suci warga Yahudi. Seorang warga Palestina, yang enggan mengungkapkan jati dirinya karena alasan keamanan, mengonfirmasi hal tersebut.
Tindakan polisi Israel yang memasuki halaman dan kemudian menyerbu ke dalam masjid dinilai oleh massa sebagai tindakan eskalasi. Untuk melindungi diri, warga Palestina menggunakan batu dan kembang api. Sementara polisi Israel menggunakan granat kejut, peluru karet, gas air mata, hingga tongkat untuk menghadapi massa.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan, mereka merawat lebih dari 152 orang yang terluka akibat bentrokan tersebut. Mayoritas korban terluka karena peluru karet dan granat kejut yang ditembakkan oleh polisi Israel.
Polisi Israel mengatakan, tiga petugas terluka akibat ”lemparan batu besar-besaran”, dua petugas di antaranya dievakuasi dari tempat kejadian untuk perawatan.
Kecaman internasional
Jordania bersama Otoritas Palestina mengeluarkan pernyataan bersama. Isinya, mengecam tindakan aparat Israel melakukan eskalasi berbahaya yang telah membuat situasi keamanan menjadi lebih rapuh serta sewaktu-waktu bisa berubah menjadi lebih masif. Mesir, tetangga Israel, juga mengecam keras serangan itu.
Kementerian Luar Negeri Indonesia, dikutip dari laman Twitter resminya, mengecam keras aksi kekerasan bersenjata aparat keamanan Israel terhadap warga Palestina. Kemenlu menyatakan, tindakan kekerasan terhadap warga sipil tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan. Apalagi, kekerasan itu dilakukan di Masjidil Al Aqsa dan terjadi di bulan Ramadhan.
Tempat suci, yang disakralkan bagi umat Islam, Kristiani, dan Yahudi itu sering menjadi lokasi bentrokan aparat Israel dan warga Palestina. Di tengah ketegangan yang meningkat karena gelombang kekerasan oleh aparat keamanan Israel dan warga Yahudi, memori satu tahun lalu, ketika bentrokan di lokasi memicu perang 11 hari, mengemuka.
Ketegangan meningkat dalam beberapa pekan terakhir menyusul serangkaian serangan oleh warga Palestina yang menewaskan 14 orang di dalam wilayah Israel. Aparat keamanan Israel melakukan gelombang penangkapan dan operasi militer di Tepi Barat yang diduduki, yang memicu bentrokan dengan warga Palestina.
Menurut perhitungan kantor berita Associated Press, setidaknya 25 warga Palestina tewas, termasuk seorang perempuan tak bersenjata yang ditembak dari jarak dekat dan seorang pengacara yang diduga saksi di salah satu lokasi bentrokan.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, menyatakan prihatin dengan bentrokan tersebut. ”Kami menyerukan semua pihak untuk menahan diri, menghindari tindakan provokatif dan retorika, dan melestarikan status quo bersejarah di Haram al-Sharif/Temple Mount,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price.
Menteri Keamanan Publik Israel Omer Barlev, yang mengawasi kepolisian, mengatakan bahwa Israel tidak tertarik dengan kekerasan di dalam kompleks suci tersebut. Namun, mereka terpaksa bertindak karena ada ”elemen kekerasan” yang menyerang mereka dengan batu dan batangan logam. Dia mengatakan, Israel berkomitmen untuk menjamin kebebasan beribadah bagi orang Yahudi dan Muslim.
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan, pihak berwenang ”sedang bekerja untuk menenangkan keadaan di Bukit Kuil dan di seluruh Israel”. Di saat yang sama, Bennet menyatakan Israel siap untuk skenario apa pun.
Hamas mengecam keras apa yang dikatakannya sebagai serangan brutal terhadap jemaah di Al-Aqsa. Mereka menyatakan, Israel akan menanggung ”semua konsekuensinya”. (AP/AFP/REUTERS)