Moskva, Cerita Duka Kapal Gaek di Medan Laga
Kapal penjelajah andalan Rusia di Laut Hitam, Moskva, tenggelam. Kapal yang dibuat di era Uni Soviet dan mampu membawa rudal-rudal itu diklaim Ukraina tenggelam setelah ditembak rudal Neptunus buatan Ukraina.
JAKARTA, KOMPAS - Angkatan Laut Rusia kembali mengalami kehilangan besar dalam pertempuran di Ukraina. Setelah pada 24 Maret lalu mereka kehilangan Saratov, kapal pengangkut kelas Alligator di Pelabuhan Berdyansk, pada Jumat (15/4/2022) Rusia kehilangan Moskva, penjelajah berpeluru kendali.
Ukraina mengklaim Moskva terbakar hebat sejak Kamis lalu setelah tersengat rudal antikapal RK-360MT Neptunus. Rudal antikapal ini dikembangkan oleh Ukraina dari rudal antikapal era Soviet, KH-35. Gubernur Odesa, Ukraina, Maksym Marchenko mengklaim Moskva dihajar dua rudal Neptunus hingga rusak parah.
Baca juga: Tenggelamnya ”Moskva”, Kemenangan Simbolik Ukraina di Hari Ke-50 Invasi Rusia
Namun, pihak Rusia membantahnya. Sebagaimana dikutip BBC dari Kementerian Pertahanan Rusia, Moskva mengalami kebakaran setelah amunisi yang berada di kapal meledak. ”Saat ditarik menuju pelabuhan tujuan, kapal kehilangan keseimbangan karena kerusakan yang terjadi di lambung saat kebakaran terjadi setelah amunisi meledak. Mengingat laut berombak, kapal tenggelam,” demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Penjelasan Rusia ataupun Ukraina sulit dikonfirmasi atau dibuktikan karena adanya awan tebal sulit untuk memperoleh citra satelit yang jelas. Amerika Serikat pun tak bisa mengonfirmasi klaim Ukraina. AS juga hanya tahu sebatas Moskva terbakar ketika berada di 100-104 kilometer dari Odesa.
Akan tetapi, jika klaim Ukraina benar, tenggelamnya Moskva merupakan kehilangan luar biasa. Pasalnya, sebagai kapal penjelajah berpeluru kendali yang dirancang untuk menghancurkan kapal induk lawan, Moskva dibekali beragam senjata mutakhir.
Pakar dari Institut Internasional untuk Studi Strategis, Jonathan Bentham, kepada BBC, menjelaskan, Moskva merupakan kapal terbesar ketiga di armada Rusia dan salah satu aset yang paling dijaga ketat. Moskva dilengkapi dengan sistem pertahanan udara tiga tingkat yang jika beroperasi dengan baik seharusnya bisa memberikan tiga kesempatan guna mempertahankan diri dari serangan rudal Neptunus. Selain pertahanan jarak pendek dan menengah, Moskva juga menggunakan enam sistem persenjataan jarak dekat (CIWS) sebagai upaya pertahanan terakhir. Bentham menilai Rusia seharusnya mempunyai cakupan pertahanan anti-udara 360 derajat.
Baca juga: Membaca Perubahan Geostrategi Rusia dalam Konflik di Ukraina
”Sistem CIWS bisa menembakkan 5.000 peluru dalam satu menit. Ini berarti kapal itu pada dasarnya memiliki dinding antipeluru di sekelilingnya dan dinding itu berfungsi sebagai pertahanan terakhirnya. Jika kapal itu diserang rudal, berarti hasil modernisasi armada kapal perang Rusia dipertanyakan. Atau barangkali ada masalah teknis atau tak punya cukup amunisi. Seharusnya, dengan sistem pertahanan anti-udara tiga tingkat itu akan sangat sulit diserang,” kata Bentham.
Selain itu, Moskva juga dipersenjatai dengan rudal-rudal antikapal ganda dan permukaan-ke-udara. Rusia masih mempunyai dua kapal dari kelas atau jenis yang sama, yakni Marshal Ustinov dan the Varyag yang bertugas di armada Pasifik dan Rusia Utara.
Sementara itu, rudal Neptunus yang diklaim Kiev berhasil melumpuhkan Moskva adalah rudal buatan Ukraina. Rudal itu dirancang untuk menghadapi ancaman di Laut Hitam menyusul pencaplokan Crimea pada 2014. Situs BBC menyebutkan, menurut Kyiv Post, angkatan laut Ukraina menerima kiriman pertama rudal yang memiliki kemampuan jangkauan hingga 300 kilometer pada Maret tahun lalu.
Dampak
Meskipun penyebab tenggelamnya Moskva masih belum diketahui, kehilangan itu memberikan pukulan serius pada Rusia. Peneliti pada Institut Nasional untuk Studi Strategis Ukraina, Mykola Bielieskov, kepada BBC mengatakan, kehilangan itu menimbulkan kerusakan psikologis daripada kerusakan material.
”Tenggelamnya Moskva tidak akan menghapus blokade Angkatan Laut Rusia di Ukraina sepenuhnya,” katanya. ”Namun, itu adalah simbol kuat bahwa Ukraina dapat menggunakan persenjataan canggih secara efektif,” kata Bielieskov.
Pemerhati isu pertahanan dan strategi militer Kusnanto Anggoro mengatakan, sejatinya Moskva sangat terlindungi. Kapal yang diluncurkan pertama kali pada Juli 1979 dengan nama Slava di galangan kapal Mykolaiv, Soviet—saat ini masuk dalam wilayah Ukraina—dilengkapi dengan tiga lapis sistem pertahanan udara yang sulit ditembus.
Menurut dia, apabila Moskva terkena sengatan rudal, setidaknya ada beberapa kemungkinan yang turut berpengaruh. Pertama, kemampuan modifikasi Ukraina pada sistem GPS mampu meningkatkan presisi rudal. Kedua, modifikasi hulu ledak yang ditembakkan. ”Kemampuan teknologi modern Ukraina terhitung tinggi. Menurut Good Country Index tentang iptek (2020), Ukraina berada di peringkat ke-14. Lebih tinggi daripada Belarus yang berada di urutan ke-36, Rusia di peringkat ke-41, Belanda ke-18, dan AS yang berada di urutan ke-23,” kata Kusnanto.
Pengembangan dan modifikasi umum dilakukan untuk meningkatkan kapasitas rudal. Hal itu, menurut Kusnanto, juga dilakukan oleh kelompok Houthi dan Hezbollah. ”Angkatan laut negara maju bisa kedodoran oleh kreativitas semacam itu,” kata Kusnanto.
Namun, dalam kasus Moskva, Kusnanto berpendapat ada faktor lain selain faktor teknik rudal, yaitu belum rampungnya reformasi dalam tubuh Angkatan Laut Rusia. Kondisi itu, menurut dia, berdampak pula pada strategi dan persenjataan.
Baca juga: Ukraina Timur Memanas, Putin Pimpin Uji Rudal-rudal Andalan Rusia
Moskva mampu membawa 16 rudal jelajah jarak jauh. Dengan tenggelamnya Moskva, Rusia kehilangan kekuatan menyerang di Laut Hitam dan pukulan kuat bagi armada Rusia secara keseluruhan. Menurut perusahaan intelijen sumber terbuka, Janes, kapal dengan panjang 186 meter, berat 12.490 ton, serta kecepatan 32 not itu mampu membawa 476 kru plus 62 perwira pertama kali bertugas akhir Desember 1982. Moskva menjadi andalan armada Soviet di Laut Hitam karena membawa rudal permukaan-ke-permukaan dan permukaan-ke-udara, persenjataan di dek, torpedo, dan mortir. Dek kapal itu juga bisa dilandasi helikopter. Selama Perang Dingin, Moskva juga dibekali senjata nuklir.
Pada tahun 1989, semasa kepemimpinan Mikhail Gorbachev, Moskva ikut terlibat dalam penelitian bersama ilmuwan Soviet dan Amerika Serikat untuk mengukur emisi neutron dan sinar gamma dari hulu ledak nuklir pada rudal jelajah. Seharusnya Moskva menjadi tempat pertemuan antara Gorbachev dan Presiden AS, George HW Bush, di Malta. Tetapi batal karena angin kencang dan diganti di kapal penjelajah Maxim Gorky yang sedang berlabuh. Pada tahun 1990-1999 Moskva menjalani perbaikan dan selama waktu itu Uni Soviet runtuh, Ukraina merdeka, lalu perekonomian Rusia kandas. Setelah itu dirombak lalu namanya dari Slava menjadi Moskva. Pada tahun 2003 kemudian bertugas menjadi tempat Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Italia, Silvio Berlusconi, bertemu di Sardinia.
Selama perang Rusia di bekas Republik Georgia pada 2008, Moskva ikut dalam operasi di Laut Hitam. Pada tahun 2014, ketika Rusia mencaplok Semenanjung Krimea, Moskva memblokir kapal angkatan laut Ukraina. Pada tahun 2015-2016, Moskva dikerahkan ke Laut Mediterania untuk mendukung Presiden Suriah, Bashar Assad, saat perang saudara di Suriah. Moskva kemudian menjalani perbaikan dan modernisasi lagi dari tahun 2018 hingga Juli 2020.
”Kapal itu sudah sangat tua. Sebenarnya selama lima tahun terakhir ini sudah beberapa kali ada rencana untuk memensiunkan Moskva. Nilai sejarah kapal itu lebih besar ketimbang kemampuan berperangnya. Insiden Moskva ini tidak akan memengaruhi serangan Rusia ke Ukraina karena Rusia masih punya sistem persenjataan lainnya,” kata pengamat militer Rusia, Alexander Khramchikhin.
Dari Kiev dikabarkan, pabrik militer yang diduga digunakan untuk memproduksi Neptunus rusak parah oleh serangan rudal Kalibr Rusia. Rudal jarak jauh itu ditembakkan dari laut.
(AFP/Reuters)