Berbeda dari Mitra Negara-negara Barat, Menkeu Jepang Akan Hadir di G20
Di tengah sanksi terhadap Rusia, Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki menyatakan komitmen menghadiri pertemuan G20 di Washington DC. Kehadirannya tidak dipengaruhi oleh hadir-tidaknya para anggota G20 lainnya.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TOKYO, JUMAT — Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki mengumumkan bahwa ia akan menghadiri pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20 di Washington DC, AS, pekan depan. Sikap Jepang ini berbeda dengan para menteri dari tujuh negara terkaya di dunia atau G7 lainnya yang mengatakan akan memboikot pertemuan jika Rusia hadir.
”Jepang tidak dalam posisi yang bisa menanggapi hadir atau tidak hadirnya negara anggota G20,” kata Suzuki di Tokyo, Jumat (15/4/2022), seperti dikutip oleh kantor berita Kyodo.
Pada Kamis (14/4/2022), Koordinator Pelaksanaan Agenda G20 untuk Jalur Keuangan Wempi Saputra mengungkapkan, delegasi Rusia dipastikan akan hadir secara virtual dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20, Rabu (20/4/2022), di Washington DC. Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov telah mengonfirmasi untuk hadir pada pertemuan itu secara virtual.
Menurut Suzuki, ada permasalahan lebih besar yang harus dibahas di G20, yaitu krisis ekonomi dan kenaikan harga barang, terutama pangan dan bahan bakar minyak. Salah satu penyebab krisis ini ialah perang antara Rusia dan Ukraina. Jika digabung, kedua negara itu merupakan pengekspor 40 persen gandum global.
Invasi Rusia ke Ukraina turut mengakibatkan jatuhnya berbagai sanksi dari negara-negara Barat dan G7 yang berujung kepada melonjaknya harga minyak. Terkait sanksi, Suzuki meyakinkan publik Jepang bahwa Tokyo tetap senada dengan rekan-rekan di G7 untuk terus melanjutkan sanksi atas Rusia dan mengecam penyerangan ke Ukraina.
Pekan lalu, Menkeu AS dan Menkeu Jerman Christian Lindner sama-sama mengutarakan niat memboikot pertemuan G20 jika Rusia tetap hadir, baik secara langsung maupun virtual. Sikap ini juga dikemukakan oleh sejumlah kepala negara, seperti Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison yang tidak sudi berada dalam satu rapat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Hal itu membuat posisi Indonesia sebagai Ketua G20 2022 sulit. Indonesia tetap bersikap netral dengan mengundang semua anggota. Negara-negara G7 mengusulkan agar Ukraina turut diajak dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 bulan November nanti di Bali. Masukan ini tengah dipertimbangkan oleh Indonesia sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan KTT.
Rusia dekati Brasil
Sementara itu, Rusia mendekati Brasil guna meminta dukungan dan membela mereka di dalam forum G20, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia. Menkeu Rusia Anton Siluanov bersurat kepada Menkeu Brasil Paulo Guedes. ”Kami memerlukan kawan yang mendukung dan membela Rusia dari tindakan diskriminasi politis yang pasti akan diberikan oleh negara-negara Barat di forum-forum ini,” kata Siluanov.
Siluanov berargumen bahwa sanksi-sanksi dari Amerika Serikat dan sekutunya bertentangan dengan Kesepakatan Bretton Woods yang merupakan landasan pembentukan IMF dan Bank Dunia. Sanksi justru kontraproduktif karena membuat masyarakat sipil yang tidak berkaitan dengan konflik terkena imbasnya. Di Rusia, rakyat tidak bisa mengambil uang karena bank-bank Rusia diputus dari jaringan perbankan global.
Dalam tataran dunia, harga pangan melonjak 12 persen. Rantai pasok terancam putus. Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika yang pangannya bergantung kepada gandum terancam risiko kelaparan. Demikian pula dengan kenaikan harga komoditas secara umum di dunia akibat naiknya harga minyak.
Brasil bersikap netral terkait konflik Rusia dengan Ukraina. Mereka tidak mengecam penyerangan Moskwa ke Kiev. Brasil juga terus meminta agar semua pihak terus membuka jalur dialog guna menyelesaikan permasalahan tersebut. (REUTERS)