Tak Ingin Anak-anak Menderita karena Sekolah, China Kurangi Beban Pelajaran Siswa
Untuk mengurangi beban belajar siswa, Pemerintah China mengeluarkan kebijakan baru ”pengurang ganda”. Hasilnya, kondisi fisik siswa menjadi lebih baik.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Mata pelajaran di sekolah terlalu banyak. Capek belajar karena sekolah dari pagi sampai sore. Pekerjaan rumah menumpuk. Setelah sekolah, masih harus ikut les. Begitu keluhan anak pada umumnya jika ditanya soal belajar dan sekolah. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara, termasuk China.
Pemerintah China akhirnya menyadari dan memahami ”penderitaan” anak-anak karena beratnya beban akademik siswa di jenjang pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dan atas. Untuk mengurangi beban akademik para siswa, Pemerintah China kemudian merombak kurikulum dan kegiatan belajar-mengajar siswa di sekolah dan luar sekolah.
Hasilnya, secara umum kondisi para siswa menjadi lebih baik. Harian China Daily, 10 Maret 2022, menyebutkan hasil perombakan kurikulum itu tertuang di dalam Laporan Kerja Pemerintah tahunan. Pemerintah China memperbarui komitmen pendidikannya, tetapi tetap menjaga pendidikan yang setara dan berkualitas tinggi bagi 290 juta siswa di sekolah dan perguruan tinggi di seluruh wilayah di China.
Bagi China, karena pendidikan sangat penting bagi jutaan keluarga dan masa depan bangsa, prosesnya harus dipastikan dijalankan dengan benar. China mendorong pendidikan berkualitas tinggi, pembangunan yang seimbang, serta integrasi perkotaan dan pedesaan dengan sistem wajib belajar sembilan tahun. Pemerintah juga mengalokasikan sumber daya pendidikan sesuai dengan besaran populasi yang ada serta memastikan anak-anak bisa mendaftar di sekolah-sekolah terdekat.
Perombakan kurikulum tersebut dilakukan Kantor Umum Komite Sentral Partai Komunis China dan Dewan Negara. Perombakan kurikulum itu disebut dengan kebijakan ”pengurangan ganda” dan sudah dilakukan sejak akhir Juli lalu. Tujuannya, untuk mengurangi beban siswa dari segala macam pekerjaan rumah yang berlebihan dan keharusan untuk belajar di luar jam sekolah, seperti mata pelajaran ekstrakurikuler atau belajar di tempat kursus atau bimbingan-bimbingan belajar.
Siswa membaik
Data Kementerian Pendidikan China menunjukkan, jumlah lembaga bimbingan belajar luring untuk siswa SD, SMP, dan SMA sudah dikurangi sampai 92 persen dan jumlah yang daring hingga 87 persen. Pihak kementerian juga menjadikan ”pengurangan ganda” ini sebagai kebijakan prioritas pada tahun ini.
Kepala SMA No 12, Beijing, dan anggota Komite Nasional Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China, Li Youyi, menilai kebijakan baru ini termasuk yang terbaik sejak kebijakan penggunaan kembali ujian masuk perguruan tinggi nasional pada 1978. Apalagi, jika melihat hasilnya.
”Dari survei di sekolah saya, proporsi siswa dengan penglihatan yang buruk turun 8,6 poin persen sejak kebijakan baru ini diturunkan. Proporsi siswa yang kelebihan berat badan turun 1,8 poin persen dan ujian sekolahnya membaik, naik hampir 10 poin persen,” ujar Li, yang sudah menjadi guru selama lebih dari 40 tahun itu.
Selain itu, rata-rata jumlah buku yang dipinjam siswa dari perpustakaan sekolah juga meningkat dari 1 atau 2 buku menjadi 5 buku. Kebijakan baru pemerintah yang mengurangi beban akademik yang tidak perlu dan hanya berulang itu, kata Li, terbukti membuat kepribadian, kreativitas, dan tanggung jawab menjadi lebih baik. Dari sisi ambisi siswa pun lebih baik. Tidak lagi seperti dulu yang seakan-akan semua siswa harus selalu nomor satu dan berprestasi.
Anggota Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional dan Wakil Direktur Komite Tetap Kongres Rakyat di Provinsi Jiangxi, Ma Zhiwu, menilai kebijakan baru ini mencerminkan sifat nonprofit dari wajib belajar. Namun, ia tetap mengingatkan, masih banyak persoalan dalam implementasi kebijakan baru pendidikan itu, seperti standar dan peraturan pemerintah daerah yang berbeda-beda, serta lembaga bimbingan belajar swasta yang masih tetap ingin melanjutkan bisnis mereka setelah nanti peraturan mengendur.
Undang-undang Pendidikan Wajib, kata Ma, harus diubah untuk memasukkan kebijakan baru mengurangi beban pekerjaan rumah dan bimbingan belajar, serta membuat peraturan berjangka panjang, terstandardisasi, dan terbuka.
Jauhi keuntungan jangka pendek
Wakil Kongres Rakyat Nasional dan Guru Besar Pendidikan di Beijing Normal University, Zhang Zhiyong, menyerukan adanya kampanye nasional untuk menumpas perilaku pendidikan yang hanya memikirkan keuntungan jangka pendek. Ia memberi contoh perilaku itu seperti, yakni tidak mengikuti jadwal pembelajaran nasional, mengakhiri bimbingan belajar terlalu dini untuk mempersiapkan ujian pendaftaran, dan melanggar kurikulum nasional.
Selain itu, lanjut Zhang, perilaku lainnya yang harus ditumpas, yakni memberikan lebih banyak jam pelajaran untuk mata pelajaran akademik, heboh membanggakan jumlah siswa yang ikut ujian masuk perguruan tinggi nasional, dan sekolah yang mengadakan kursus dan bimbingan belajar selama hari libur dan akhir pekan.
”Kementerian Pendidikan yang harus menggerakkan kampanye ini dan menumpas perilaku seperti itu. Perkembangan atau kemajuan kebijakan baru itu juga harus dimasukkan ke dalam evaluasi kinerja pemerintah daerah, sekolah, dan guru,” kata Zhang.