Imran Khan dilengserkan dari jabatan Perdana Menteri Pakistan. Calon penggantinya akan dilantik pada Senin ini dan ada satu nama yang paling kuat sebagai calon.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
ISLAMABAD, MINGGU — Parlemen Pakistan sudah menutup tenggat pengumpulan nama-nama calon perdana menteri pada hari Minggu (10/4/2022) siang waktu setempat. Ketua Partai Liga Muslim Pakistan-Nawaz atau PML-N, Shahbaz Sharif, digadang-gadang sebagai politisi terkuat yang akan menggantikan Imran Khan yang dilengserkan melalui mosi tidak percaya di parlemen.
Shahbaz (70) adalah adik dari Nawaz Sharif. Nawaz pernah menjabat sebagai perdana menteri Pakistan sebanyak tiga periode, yaitu 1990-1993, 1997-1999, dan 2013-2017. Shahbaz berpengalaman menjabat posisi menteri besar Negara Bagian Punjab.
Ia dikenal sebagai politisi yang cekatan dan sering melakukan inspeksi mendadak untuk memeriksa kinerja staf pemerintahan di lapangan. Shahbaz juga berhasil membangun jalur bus terintegrasi di Punjab yang merupakan jalur bus metro pertama di Pakistan.
Meskipun belum diumumkan secara resmi bahwa ia akan menjadi perdana menteri, Shahbaz sudah mengutarakan rencana kerjanya jika menjabat. Ia ingin memperbaiki hubungan pemerintah dengan militer, menjajaki diplomasi dengan Amerika Serikat, dan membenahi ekonomi nasional.
Shahbaz bukan tanpa skandal. Ia dan putranya, Hamza, pernah terkena tuduhan pencucian uang sehingga Shahbaz ditahan polisi pada September 2020. Ia dibebaskan enam bulan kemudian dengan uang jaminan dan hingga kini tidak disidang.
Kekuatan politik Shahbaz selain berasal dari PML-N juga dari koalisi partai oposisi yang terdiri dari gerakan kiri hingga radikal keagamaan. Sebagai gambaran, bagian dari koalisi ini adalah Partai Rakyat Pakistan (PPP), kendaraan politik Perdana Menteri Benazir Bhutto yang terbunuh pada 2007. Ada pula para politisi lulusan Jamiat-e-Ulama-Islam (JUI), lembaga yang meluluskan banyak anggota Taliban di Afghanistan ataupun Pakistan.
Pada Minggu dini hari kemarin, setelah bersidang selama 13 jam, parlemen Pakistan menggelar pemungutan suara untuk memberlakukan mosi tidak percaya atas Imran Khan, mantan bintang kriket yang menjadi kepala pemerintahan Pakistan. Syarat suara mayoritas ialah berjumlah 172 dari 342 kursi. Oposisi mengumpulkan 174 suara sehingga Khan pun menjadi perdana menteri pertama yang lengser akibat mosi tidak percaya.
”Saya akan terus berjuang. Para pendukung saya tidak akan tinggal diam menerima ketidakadilan yang jelas-jelas didalangi negara asing,” kata Khan menanggapi pencopotannya dari jabatan. Ia sempat hendak membubarkan parlemen demi mencegah sidang. Akan tetapi, Mahkamah Agung menolak karena yang bisa melakukan pembubaran parlemen adalah presiden.
Khan selama ini menuduh Amerika Serikat sebagai dalang untuk mengganggu kekuasaannya. Mantan diplomat AS untuk India, Donald Lu, dituding sebagai aktor utama yang merencanakan pelengseran Khan. Alasan tudingan tersebut adalah AS gerah dengan sikap Pakistan yang ogah-ogahan melawan terorisme. Pakistan juga dekat dengan Taliban dan bahkan meminta agar dunia mengakui kelompok bersenjata itu sebagai otoritas sah Afghanistan. Gedung Putih menampik semua tuduhan ini.
Khan memenangi pemilihan umum pada 2018 melalui Partai Tehreek-e Insaf (PTI) yang berhaluan konservatif. Ia juga didukung oleh militer Pakistan yang memang mempunyai pengaruh politik kuat. Akan tetapi, begitu dilantik sebagai perdana menteri, hubungan Khan dengan militer dingin.
Militer, antara lain, tidak setuju dengan beberapa petinggi yang ditunjuk langsung oleh Khan. Demikian pula dengan kegagalan Khan memulihkan ekonomi pascapandemi Covid-19. Para pengamat politik berpendapat, militer tidak ingin dikaitkan dengan kinerja Khan yang buruk.
Penasihat Senior Komisi Ahli Hukum Internasional (ICJ) Reema Omar mencuit di Twitter. ”Akhirnya, setelah 3,5 tahun hidup di bawah pelanggaran asas demokrasi, Pakistan kembali merdeka,” ujarnya.
Ia menggarisbawahi sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Khan selama menjadi kepala pemerintahan, yaitu penyensoran kebebasan berpendapat, persekusi lawan politik, penyerangan hakim-hakim independen, dan adu domba rakyat. (AP/REUTERS)