Melindungi Warisan Demi Merawat Ingatan
Sejak sebelum serangan Rusia kian parah, banyak relawan Ukraina yang bergegas menyelamatkan peninggalan-peninggalan bersejarah. Namun, tetap saja banyak peninggalan bersejarah yang rusak dan hancur digempur Rusia.
Lily Onyshchenko berdiri terdiam lama dan matanya berkaca-kaca saat memandangi gereja katedral Armenia di kota Lviv yang rusak akibat gempuran pasukan Rusia. Sejumlah relawan dan pekerja bangunan tengah sibuk menutupi jendela-jendela kaca yang masih tersisa. “Mereka orang-orang barbar yang tidak peduli dan menghancurkan apa saja. Saya belum pernah ketemu Hitler tetapi saya pikir Putin (Presiden Rusia Vladimir Putin) sama jahatnya. Dia itu setan, bukan manusia,” kata kepala perlindungan warisan di dewan kota Lviv itu dengan geram.
Baca juga: Krisis Ukraina Mencemaskan
Onyshchenko khawatir jika hilang warisan budaya Ukraina maka akan hilang pula identitas Ukraina. Identitas sebagai bangsa yang multikultural, seperti Indonesia yang terdiri dari beragam etnis dan budaya. Selama ini Ukraina menjadi wadah percampuran beragam etnis dan budaya, seperti Polandia, Jerman, Yahudi, Armenia, dan Hongaria.
Banyak warga Ukraina yang meyakini serangan Rusia pada peninggalan bersejarah itu disengaja karena Putin pernah mengklaim Ukraina dan Rusia itu “satu”. Khawatir dengan Putin, semua artefak yang ada di gereja itu segera diselamatkan, termasuk patung kayu Yesus dan Bunda Maria di gereja Armenia yang didirikan pada abad ke-14. Ini kali kedua patung kayu itu diboyong ke tempat berlindung di bawah tanah. Sebelum Nazi masuk Lviv tahun 1941, patung ini juga disembunyikan dan selamat sampai Perang Dunia II berakhir. Patung-patung yang susah dipindahkan hanya dibungkus rapat-rapat dengan insulasi tahan api.
Serangan Rusia ke Ukraina selama lebih dari sebulan tak hanya menimbulkan korban jiwa dan luka batin jutaan rakyat Ukraina tetapi juga nyaris melenyapkan warisan sejarah peradaban Ukraina. Puluhan gereja, situs bersejarah, museum, dan karya seni rusak akibat gempuran roket, rudal, bom, dan persenjataan lain yang tak berkesudahan dari pasukan Rusia. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO mencatat sampai saat ini sudah ada setidaknya 29 situs keagamaan, 16 bangunan bersejarah, 4 museum, dan 4 monumen yang rusak sebagian dan rusak total. Padahal di awal-awal serangan, UNESCO sudah bergegas mencoba ikut membantu melindungi peninggalan bersejarah, salah satunya dengan cara memasang lambang “perisai biru” untuk menandai setiap situs dan monumen berharga. Harapannya, “perisai biru” itu aman dari serangan Rusia.
UNESCO sudah meminta Rusia meminta menandatangani konvensi perlindungan warisan budaya saat terjadi perang. Dalam perundingan perdamaian yang difasilitasi Turki, Rusia berjanji mengurangi serangan dan menarik pasukan dari kota Kiev dan Chernihiv untuk membangun kepercayaan. Namun, Ukraina dan negara-negara sekutunya tetap curiga pada Rusia. Sampai sekarang pun pasukan Rusia masih melancarkan serangan di sejumlah lokasi. “Banyak kota rusak. Padahal di kota-kota itu banyak peninggalan bersejarah dari abad ke-11. Museum-museum juga rusak padahal di dalamnya banyak koleksi bersejarah. Kalau begini terus, budaya Ukraina berisiko musnah,” kata Direktur Warisan Dunia UNESCO, Lazare Eloundou.
Taktik perang
Dalam pandangan UNESCO, menghancurkan warisan budaya suatu bangsa dengan sengaja itu juga termasuk bentuk kejahatan perang. Belakangan, menyerang situs-situs budaya justru menjadi bagian dari taktik perang untuk merusak dan menghancurkan kehidupan rakyatnya. Ada dua peninggalan bersejarah di Kiev yang paling ditakutkan akan rusak atau hancur digempur Rusia, yakni Katedral St. Sophia dan kompleks biarawan Lavra. Dua situs yang masuk dalam Situs Warisan Dunia itu penting karena menjadi kesaksian lahirnya Gereja Ortodoks Rusia.
Sebelum UNESCO ikut bergerak, rakyat Ukraina yang tergabung dalam “Saving Ukrainian Cultural Heritage Online” sudah memulai upaya perlindungan peninggalan bersejarah. Ada ribuan relawan, kurator museum, pustakawan, ahli pengarsipan, dan peneliti baik dari Ukraina maupun dari negara-negara lain yang terlibat mengidentifikasi, menyimpan, bahkan memindahkan karya seni, artefak budaya, dan monumen rakyat ke tempat yang lebih aman.
Karena sudah ada tanda-tanda akan terjadi konflik, harian Bloomberg, 26 Maret lalu, menyebutkan pengelola Museum Seni Nasional Odesa sudah mulai memindahkan koleksi-koleksinya ke wilayah Ukraina Barat sejak Januari lalu. Agar tidak ketahuan ada pemindahan massal, pihak museum mengumumkan koleksi-koleksi museum mereka hanya akan dipinjamkan untuk kepentingan pameran. Ini proses pemindahan terbesar yang pernah dilakukan, hampir sama seperti proses penyelamatan peninggalan bersejarah semasa Perang Dunia II. Gerak cepat juga dilakukan untuk mendokumentasikan peninggalan bersejarah seperti bangunan bersejarah yang tidak akan cukup waktu untuk diselamatkan. Jika sudah ada dokumentasinya maka nanti akan mudah proses rekonstruksinya ketika perang telah berakhir.
Baca juga: Ukraina Bukan Target Akhir Rusia
Salah satu bentuk upaya penyelamatan peninggalan bersejarah yang berukuran besar dan sulit dipindah itu seperti menyelubungi patung neoklasik mantan Gubernur De Richelieu rapat-rapat dengan kantong-kantong pasir. Di semua museum dan galeri juga dikelilingi kawat berduri yang tinggi untuk mencegah penjarah masuk. Upaya ini tidak mudah karena setiap jengkal tanah Ukraina praktis peninggalan bersejarah beragam budaya. Segala jenis peninggalan bersejarah ada, mulai dari situs paleolitik sampai karya seni modern. Contohnya, di Chernihiv, kota kuno yang kaya akan koleksi arsitektur keagamaan berusia 1.000 tahun. Direktur Pusat Krisis Museum Ukraina, Olha Honchar, yakin Rusia sengaja mengebom museum, arsip, dan gedung bersejarah untuk menghancurkan identitas rakyat Ukraina yang membedakan Ukraina dengan Rusia.
Untuk merawat ingatan akan sejarah, Museum Sastra Kharkiv bergegas mengevakuasi koleksi buku, manuskrip, dan arsip foto langka yang berharga karena arsip itu mendokumentasikan sejarah perlawanan sastra yang dinamis terhadap dominasi monokultural Rusia. Para relawan museum itu juga melindungi patung penyair nasional Ukraina, Taras Shevchenko, dengan kantong-kantong pasir. Ada sisi ironi dari misi penyelamatan budaya ini. Museum Seni Rupa Odesa merupakan istana neoklasik yang menyimpan 10.000 koleksi karya seni dari seniman asal Ukraina dan Rusia, termasuk tokoh realis monumental Ilya Repin dan perintis seni abstrak Wassily Kandinsky.
Peninggalan kuno
Peninggalan bersejarah yang juga rawan mudah hancur adalah gereja kuno terbuat dari kayu yang tersebar di berbagai daerah, terutama di Pegunungan Carpathian. Harian the New York Times, 11 Maret 2022, mencontohkan gereja kayu buatan tahun 1619 di Desa Novoselytsia. Ada juga peninggalan monumen Babyn Yar yang berada di jurang dekat Kiev dimana Nazi membantai lebih dari 33.000 orang Yahudi hanya dalam dua hari pada tahun 1941, diikuti sekitar 100.000 hingga 150.000 orang selama beberapa tahun kemudian.
Lapangan Kebebasan atau Freedom Square di Kharkiv juga rusak parah padahal di situ ada Istana Industri atau Palace of Industry, bangunan konstruktivis dari tahun 1928 yang sedang dipertimbangkan untuk menjadi situs Warisan Dunia UNESCO. Di dekatnya, Kharkiv State Academic Opera, teater balet, dan Kharkiv Philharmonic juga kini menjadi reruntuhan.
Banyak peninggalan bersejarah yang tidak sempat diselamatkan dan sudah hancur seperti museum di kota Ivankiv yang mengoleksi 25 lukisan karya seniman terkenal Mariia Pyrimachenko. “Musnahnya lukisan Pryimachenko itu seperti genosida pada karya seni. Rusia jelas mau melenyapkan sejarah, budaya, dan memori rakyat Ukraina. Apalagi kalau yang hancur St. Sophia. Bisa lenyap memori bangsa selama hampir 10 abad,” kata wartawan Radio Free Europe di Ukraina, Oksana Pelenska.
Baca juga: Krisis Kemanusiaan Mulai Melanda Ukraina
Dunia diajak Pelenska untuk memahami pentingnya menyelamatkan Ukraina dari kehancuran. Ukraina menjadi tempat beragam budaya melebur karena lokasinya yang juga berada di ujung Laut Hitam dan terjepit diantara Uni Eropa dan Rusia. Ukraina juga menjadi rumah bagi beragam kelompok etnis, termasuk masyarakat Yahudi dan populasi Yahudi di Ukraina termasuk yang terbesar di Eropa. Di daerah Zakarpattia banyak komunitas Hongaria. Di Mariupol, banyak orang Yahudi. Di Donetsk banyak warga Armenia. Ikatan budaya beragam etnis dari dahulu kala itu yang membangun Ukraina. Barangkali alasan itulah yang membuat komunitas internasional kemudian tergerak membantu rakyat Ukraina. Selain merawat ingatan bangsa, menjaga warisan budaya Ukraina juga penting untuk membantu rakyat segera pulih dari trauma paska konflik.