Negara-negara Arab kembali mengupayakan mediasi untuk meredakan perang Rusia-Ukraina. Di tengah tekanan Amerika Serikat, negara-negara itu tetap berupaya membangun hubungan baik dengan Rusia.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Delegasi Liga Arab tingkat menteri luar negeri yang dipimpin Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit, seperti diberitakan harian Asharq Al-Awsat, Senin (4/4/2022), menemui Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Pertemuan itu menjadi bagian dari upaya mediasi Liga Arab untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Turut dalam delegasi Liga Arab tersebut adalah Menlu Mesir, Menlu Jordania, Menlu Irak, Menlu Aljazair, dan Menlu Sudan.
Seusai mengunjungi Moskwa, delegasi Liga Arab dijadwalkan terbang menuju Polandia pada Selasa ini untuk menemui Menlu Ukraina Dmytro Kuleba. Misi mediasi Liga Arab itu merupakan misi mediasi kedua dunia Arab, setelah misi mediasi pertama digelar di Qatar oleh Menlu Qatar Sheikh Mohammed Bin Abdulrahman Al-Thani pada 14 Maret.
Stasiun televisi Alarabya yang berbasis di Dubai mengungkapkan, usulan utama Liga Arab kepada Rusia dan Ukraina adalah segera diadakan gencatan senjata untuk memberi jalur aman kemanusiaan. Kedua, mendorong terus digelarnya perundingan damai untuk mencapai gencatan senjata permanen. Ketiga, Liga Arab siap membantu apa pun yang diminta Rusia ataupun Ukraina untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Dunia Arab turut memikul dampak politik dan ekonomi cukup berat akibat perang Rusia-Ukraina. Terkait dampak ekonomi, dunia Arab kini menghadapi ancaman krisis pangan karena sebagian besar negara Arab menggantungkan pasokan gandum dari Rusia dan Ukraina sejak 2010. Jumlahnya antara 80 hingga 100 persen dari total kebutuhan mereka. Selain gandum, sejumlah negara Arab seperti Lebanon, Suriah, Maroko, Yaman, Djibouti, Tunisia, Mesir, dan Somalia sangat terdampak naiknya harga minyak dunia.
Dalam konteks politik, semua negara Arab, kecuali Suriah, mengambil sikap netral dalam isu perang Rusia-Ukraina. Semua negara Arab menolak ikut menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. AS menganggap sikap netral dunia Arab lebih menguntungkan Rusia. Oleh karena itu, AS seperti dilansir harian Inggris, The Sunday Times, berusaha membujuk para sahabatnya di Timur Tengah mengubah sikapnya dengan lebih menjaga jarak dengan Rusia.
Hal itu memaksa Menlu AS Antony Blinken mengunjungi Israel dan Palestina pada 27 dan 28 Maret. Blinken setelah menemui Presiden Palestina Mahmoud Abbas, di Ramallah, langsung ikut serta dalam pertemuan di kota Sde Boker, Gurun Negev, yang melibatkan Menlu Israel dan menlu empat negara Arab, yaitu Mesir, Maroko, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.
Pasca-pertemuan di Gurun Negev itu, Menlu Blinken pada 29 Maret langsung terbang ke Maroko untuk menemui Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ) yang sedang berada di Maroko. Hubungan AS-UEA cukup terganggu akibat perang Rusia-Ukraina saat ini. MBZ menolak menerima telepon dari Presiden AS Joe Biden pada hari pertama invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.
Beberapa hari setelah itu, UEA menolak permintaan AS untuk menambah produk minyak guna menekan harga minyak dunia yang sudah melewati 100 dollar AS per barel.
Setelah menemui MBZ, Menlu Blinken terbang ke Aljazair untuk menemui Menlu Aljazair Ramtane Lamamra. Blinken meminta Lamamra agar Aljazair bisa memasok gas lebih banyak lagi ke Eropa untuk menggantikan pasokan dari Rusia.
Tekanan Blinken atas Aljazair mendorong Direktur Perusahaan Energi Aljazair (Sonatrach) Taufiq Hakar, Sabtu lalu, menegaskan, meski memiliki beberapa miliar kubik gas tambahan, Aljazair tidak mungkin menggantikan pasokan dari Rusia.
Dinamika itulah yang mendorong Liga Arab mendorong segera diakhiri perang Rusia-Ukraina. Liga Arab ingin tetap menjaga hubungan baik dengan Rusia di tengah makin kuatnya tekanan dari AS.