Produsen Persenjataan Untung Besar dalam Jangka Panjang
Perang Rusia dan Ukraina memang menguntungkan produsen persenjataan di Amerika Serikat tetapi dalam jangka panjang. Akan tambah untung besar lagi karena kian banyak negara memesan persenjataan untuk bentengi diri.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Manakala terjadi konflik, dimanapun di dunia ini, yang akan untung besar jelas perusahaan persenjataan. Seperti produsen persenjataan pemasok kebutuhan Ukraina untuk melawan Rusia dan dalam hal ini perusahaan persenjataan di Amerika Serikat. Pabrik-pabrik senjata AS ini memang akan mengeruk banyak keuntungan setelah mengirimkan ribuan rudal, pesawat tanpa awak, dan persenjataan lain ke Ukraina. Tetapi tidak dalam waktu cepat. Produsen persenjataan akan untung besar dalam jangka panjang karena akan memasok negara-negara lain yang juga berencana memperkuat pertahanannya terhadap Rusia.
Seperti negara-negara Barat lainnya, AS juga mengirimkan persenjataan ke Ukraina yang diambil dari stok atau simpanan persenjataannya sendiri, seperti rudal Stinger dan Javelin yang ditembakkan dari bahu. Senjata buatan perusahaan Lockheed-Martin dan Raytheon Technologies itu sudah dibayar pemerintah AS sejak beberapa waktu yang lalu. Hasil pendapatan pada kuartal pertama perusahaan-perusahaan ini diperkirakan tidak akan banyak kalau dari kiriman senjata ke Ukraina saja. Tetapi akan bertambah banyak dari pesanan AS yang harus mengisi ulang persediaan persenjataan.
Departemen Pertahanan AS mengalokasikan anggaran sebesar 3,5 miliar dollar AS untuk mengisi ulang stok persenjataan terutama rudal anti-tank Javelin yang dibuat perusahaan patungan Lockheed dan Raytheon. Rudal anti-pesawat Stinger sebelumnya sempat berhenti berproduksi sampai kemudian Pentagon memesan lagi hingga senilai 340 juta dollar AS dari perusahaan itu pada musim panas lalu. "Kami sedang menjajaki pilihan lain yang bisa lebih cepat mengisi kembali persediaan AS, negara sekutu, dan negara mitra yang juga sudah mulai kehabisan stok. Butuh waktu untuk menghidupkan kembali industri di pemasok agar produksi bisa berlanjut," kata juru bicara Pentagon.
Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan pembuat dua rudal yang relatif mudah digunakan itu sebenarnya juga tidak akan terlalu besar. "Kalau 1.000 Stringer dan 1.000 Javelin dikirim ke Eropa Timur setiap bulan selama satu tahun ke depan, keuntungannya kemungkinan 1-2 miliar dollar AS untuk kedua produsen itu," kata Colin Scarola dari perusahaan riset investasi, CFRA.
Namun, angka pendapatan Raytheon dan Lockheed pada tahun lalu ternyata tak sampai sebesar itu, masing-masing hanya sekitar 64 miliar dollar AS dan 67 miliar dollar AS. "Raytheon mungkin untung dengan menjual sistem rudal Patriot ke Arab Saudi daripada membuat rudal Stinger," kata spesialis penjualan senjata di Institut Cato, Jordan Cohen.
Beberapa petinggi dari perusahaan senjata pada akhir Januari lalu pernah mengisyaratkan situasi di seluruh dunia akan menguntungkan mereka. Pada akhir Januari itu, Greg Hayes, CEO Raytheon, mengatakan meningkatnya ketegangan di kawasan Asia, Timur Tengah, dan Eropa Timur akan meningkatkan penjualan persenjataan yang lebih tinggi. Tidak dalam waktu cepat memang tetapi setidaknya setelah tahun 2022.
James Taiclet dari Lockheed-Martin juga menilai kini ada persaingan kekuatan yang baru yang dipastikan akan memicu pengeluaran militer AS yang lebih besar. "Perang di Ukraina jelas mengubah tatanan geopolitik dan ini belum terjadi dalam 30 tahun terakhir. Orang mulai menyadari dunia kini semakin tidak aman sehingga perlu investasi lebih banyak pada produk pertahanan. Ini menguntungkan para kontraktor," kata Burkett Huey dari Morningstar, perusahaan jasa keuangan.
Eric Heginbotham, peneliti di Pusat untuk Studi Internasional di MIT, mengatakan semakin banyak negara di Barat, seperti yang sudah terjadi di Asia selama bertahun-tahun, mulai menambah anggaran untuk pertahanan dan keamanan. Di Amerika Serikat, Presiden Joe Biden, juga mengusulkan kenaikan anggaran Pentagon hingga empat persen. Inflasi di AS jauh lebih tinggi, tetapi Biden setidaknya tidak mengusulkan pemotongan pengeluaran.
Jerman, yang sudah lama menekan anggaran militer akhirnya mengubah kebijakannya itu pada akhir Februari lalu setelah invasi Rusia ke Ukraina. Jerman akan segera mengeluarkan anggaran 100 miliar euro untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya.
Pada pertengahan Maret lalu, Jerman mengumumkan akan mengakuisisi pesawat tempur F-35 dari Lockheed. Akan butuh waktu beberapa tahun untuk akhirnya bisa mengirimkan pesawat itu dan pada saat itulah produsen-produsen persenjataan baru akan menerima pembayaran. Ini bisnis bagus untuk kontraktor militer AS dan militer AS menyukainya karena mempunyai platform operasi yang sama. "Tetapi di sisi lain, semakin sulit bagi AS untuk mundur dari Eropa karena pemerintahan Biden terus mengatakan China masih menjadi pemain besar di sektor ini dan di wilayah itu," kata pakar kebijakan pertahanan di Institut Cato, Eric Gomez. (AFP)