Pemerintah China terus bergerak mengkonsolidasikan pengaruh ekonominya di Afghanistan. Kepada Taliban, Beijing antara lain menjanjikan investasi.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·3 menit baca
Dalam delapan bulan sejak Taliban menguasai Kabul dan Amerika Serikat keluar dari Afghanistan, China menjadi kekuatan paling berpengaruh di negara itu. China banyak terlibat dalam berbagai forum membahas pemulihan Afghanistan.
Pekan lalu, China menjadi tuan rumah dari serangkaian pertemuan multilateral untuk membahas situasi di Afghanistan. Ekonomi yang semakin ambruk, jutaan orang berada di ambang kelaparan, dan 90 persen warga hidup dengan pendapatan kurang dari 1,9 dollar AS per hari menjadi perhatian.
Presiden Xi Jinping menyampaikan pesan dukungannya bagi pembangunan kembali Afghanistan saat Beijing menjadi tuan rumah konferensi regional di Tunxi, Anhui, China timur, Kamis (31/3/2022). Seperti dilaporkan kantor berita Associated Press, Xi mengatakan bahwa China “berkomitmen mendukung pembangunan Afghanistan yang damai dan stabil”.
Konferensi yang dihadiri delegasi China, Taliban, Rusia, Pakistan, Iran, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan itu terjadi setelah serangkaian dekrit ekstrem terbaru Taliban yang memicu kecaman internasional. Misalnya, Taliban menutup lagi pintu sekolah bagi remaja putri, membatasi aktivitas perempuan, dan mewajibkan semua pria pegawai pemerintah memelihara jenggot.
Menteri luar negeri (menlu) dari negara-negara itu juga mengadakan pertemuan ketiga Foreign Ministers of Neighboring Countries of Afghanistan di Tunxi. Penjabat Menlu Taliban Amir Khan Muttaqi mewakili Afghanistan. Menlu Indonesia Retno Marsudi dan Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani hadir sebagai tamu.
Pertemuan itu juga diikuti pertemuan lain, yakni pertemuan kelompok troika yang diperluas (extended troika) yang juga melibatkan China, Rusia, Pakistan, dan AS. Menurut Menlu China Wang Yi, pertemuan kelompok ini untuk ”membantu Afghanistan mencapai perdamaian, stabilitas, dan pembangunan sedini mungkin”.
Namun, tokoh-tokoh Taliban ketika meninggalkan Tunxi tidak membawa hadiah ”pengakuan diplomatik sebagai pemerintahan yang sah di Afghanistan”, yang telah lebih dari delapan bulan didambakan kelompok itu. Lantas, dukungan seperti apa yang diberikan Beijing kepada Taliban?
Xi tidak merinci bentuk dukungan itu di masa depan. Namun, China telah bergerak lebih cepat untuk membangun hubungannya dengan penguasa Afghanistan itu. Selain mengorganisasi bantuan negara-negara di kawasan, China juga telah mengirimkan bantuan darurat ke Afghanistan tahun lalu yakni sekitar 31 juta dollar AS atau sekitar Rp. 445,3 miliar.
China juga telah mengirimkan bantuan darurat ke Afghanistan tahun lalu yakni sekitar 31 juta dollar AS atau sekitar Rp. 445,3 miliar.
China juga menjanjikan investasi, antara lain, di sektor transportasi, perdagangan, pertambangan, dan komunikasi. Hal itu untuk membantu Taliban membangun lagi Afghanistan yang porak-poranda karena perang selama lebih dari dua dekade, serta karena bencana alam kekeringan dan musim dingin.
Sebagai prasyaratnya, China meminta jaminan keamanan dari Taliban. ”China membutuhkan kepastian keamanan dan jaminan investasi,” kata seorang diplomat Eropa seperti dilaporkan Foreign Policy, 31 Maret 2022.
China telah mengantongi kontrak eksploitasi deposit tembaga terbesar di dekat Kabul. Kontrak yang ditandatangani per 2008 itu memiliki masa konsensi 30 tahun. Pengelolaannya terhenti oleh pemberontakan Taliban saat itu. Kini China menagih jaminan keamanan untuk dapat melanjutkan eksploitasi deposit tembaga tersebut.
Pada beberapa kesempatan, Beijing mendorong Taliban memastikan mereka takkan mengizinkan separatis Uighur, Gerakan Islam Turkistan Timur, beroperasi di perbatasan Afghanistan untuk menyerang China. Beijing juga menyerukan agar AS mencairkan aset beku Afghanistan senilai 7 miliar dollar AS dan mengakhiri sanksi kepada Taliban.
Wang juga menyerukan kepada AS agar mencairkan aset beku Afghanistan senilai 7 miliar dollar dan mengakhiri sanksi kepada Taliban dalam pertemuan di Tunxi tersebut. China menutut AS dan aliansi militer Barat, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), bertanggung jawab dalam rekonstruksi atau pembangunan kembali Afghanistan yang hancur karena perang selama dua dekade sejak 2001.
Bagi China, aktivitas ekonomi, bisnis atau perdagangan di mana pun, termasuk di Afghanistan, tidak harus dijalankan dengan pemerintahan yang diakui dunia internasional. Selama ada jaminan keamanan oleh kelompok penguasa di sebuah negara, semua aktivitas itu dapat dijalankan. China, meski tanpa mengakui rezim Taliban, bergerak untuk mengkonsolidasikan pengaruh ekonominya di negara itu.
China memiliki rencana memperpanjang skema infrastruktur Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) ke Afghanistan. China telah menjadikan Asia Selatan sebagai simpul utama dalam rencana triliunan dollar AS untuk membangun infrastruktur di Eurasia agar sesuai dengan keinginan strategis Beijing.
Afghanistan kini memiliki jalan yang makin panjang untuk mencapai perdamaian abadi, pembangunan berkelanjutan, dan untuk memajukan hubungan luar negerinya. Peraturan keras yang kembali diterapkan Taliban bakal menghambat pengakuan internasional atas rezim Taliban.
Jika pada akhirnya rezim Taliban diakui dunia internasional, fondasi pengaruh China di Afghanistan semakin kokoh, tidak tergoyahkan, baik secara politik maupun ekonomi.