Di Balik Keindahan Hawaii, Tempat Tinggal Pelancong Picu Perdebatan Warga
Melalui peraturan baru, Pemerintah Kota Honolulu hanya akan mengizinkan rumah dan ruang di Waikiki, Gold Coast, Teluk Kura-kura, dan Sangraloka Ko Olina yang boleh disewakan kepada pelancong.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Selama puluhan tahun, Honolulu telah menjadi salah satu pusat pariwisata di tengah kawasan Pasifik. Seperti daerah lain yang menjadi tujuan wisata, kota terbesar di Hawaii itu juga punya masalah antara warga setempat dan pelancong. Salah satu masalahnya adalah tempat tinggal yang disewakan untuk pelancong.
Pemerintah Kota Honolulu sudah bertahun-tahun berusaha mengatur masalah tersebut. Upaya terbaru akan dibahas dalam sidang Dewan Kota pada Rabu (30/3/2022). Dikenal sebagai rancangan peraturan daerah nomor 41, Pemkot Honolulu berusaha mengatur di kawasan mana saja boleh ada penyewaan rumah atau kamar untuk pelancong.
Regulasi tersebut untuk mengatur perkembangan rumah dan ruang yang disewakan melalui aplikasi. Perda itu tidak mengatur soal penginapan komersial yang sudah puluhan tahun beroperasi di Honolulu dan sejumlah kota lain di Hawaii.
Dalam perda itu, hanya rumah dan ruang di Waikiki, Gold Coast, Teluk Kura-kura, dan Sangraloka Ko Olina yang boleh disewakan kepada pelancong. Pemilik rumah dan ruang juga harus mengajukan izin. Jika tidak, mereka dilarang menyewakan hingga tiga bulan dan bisa didenda hingga 25.000 dollar AS.
Setiap pemilik persewaan wajib menyediakan tempat parkir sesuai jumlah kamar yang disewakan. Penyewa dilarang memarkir mobil di luar tempat yang disediakan pemilik kamar sewa.
Bagi penduduk Kailua, kawasan di pesisir timur Pulau Oahu, peraturan itu melegakan. Sebab, selama ini Kailua menjadi pilihan pelancong yang tidak mampu menyewa di tempat mahal, seperti Waikiki, Teluk Kura-kura, atau Gold Coast.
Selain menyewa rumah, para pelancong itu menyewa kendaraan, lalu memarkirnya di jalan permukiman. Akibatnya, jalan permukiman menjadi padat oleh kendaraan sewa. Bagi penduduk seperti di kawasan Kailua, perkembangan persewaan rumah untuk pelancong telah merampas hak mereka sebagai penghuni asli permukiman.
Tuduhan konflik kepentingan
Bagi pemilik rumah atau kamar yang disewakan, perda nomor 41 melanggar hak atas penggunaan properti pribadi. Perda itu mengatur cara penggunaan properti pribadi. Mereka juga mempertanyakan motif pembuatan perda itu.
Kepala Departemen Perencanaan dan Perizinan Honolulu Dean Uchida menjadi sorotan. Istrinya, Joy, diketahui menjadi pejabat jaringan pengelola sejumlah hotel di Oahu. Uchida menyanggah ada konflik kepentingan dalam penyusunan perda itu.
Kepentingan hotel bukan pertimbangan utama penyusunan perda itu. Selama proses penyusunan, Pemkot Honolulu memang mendengar pendapat berbagai pihak, termasuk pengelola penginapan komersial.
Uchida memastikan tidak pernah mendiskusikan perda itu dengan istrinya. ”Saya yakin tidak ada konflik kepentingan. Kami hanya berusaha membenahi keadaan. Tentu ada yang tidak suka dengan peraturan ini. Permukiman dan industri pariwisata menang. Sementara pihak ilegal (penyedia kamar sewa tanpa izin) kalah,” katanya.
Sejumlah pihak menuding Uchida memanfaatkan posisinya untuk menguntungkan pebisnis penginapan komersial. Istrinya menjadi bagian dalam bisnis itu. ”Semua orang berpikir demikian, hanya dia (Uchida) yang tidak,” kata Mark Howard, pengelola sejumlah kamar yang disewakan kepada pelancong.
Penduduk Honolulu, Vicki, dan Grand Poland termasuk yang dirugikan. Lantai satu rumah mereka disewakan kepada pelancong domestik dan luar negeri. Bahkan, sebagian warga Oahu juga pernah menyewa rumah keluarga Poland karena ada keperluan di dekat sana.
Jika perda nomor 41 disahkan, mereka harus membayar pajak bumi dan bangunan 5,6 dollar AS untuk setiap 1.000 dollar AS nilai jual obyek pajak. Selain itu, ada izin tahunan berbiaya 200 dollar AS per tahun.
Adapun pasangan John dan Karen Lisoway mengaku menyerahkan pengelolaan apartemen mereka di kawasan Waikiki kepada perusahaan setempat. Sekarang, mereka hanya membayar perusahaan itu setara 20 persen hasil sewa.
Jika perda nomor 41 disahkan, mereka harus menyerahkan 40 persen hasil sewa ke perusahaan pengelola. Selain itu, ada biaya 580 dollar AS untuk administrasi. Ada pula cukai, retribusi daerah, PBB, hingga pajak hotel. ”Kalau (perda 41) disahkan, lebih baik unit itu kami jual saja. Tidak mungkin balik modal,” kata John. (AP)