Cemas soal Iran, Israel dan 4 Negara Arab Gelar Pertemuan Bersejarah di Gurun Negev
Pertemuan di Negev antara Israel dan negara-negara Arab "Poros Abraham Accord" plus Mesir serta AS terutama dipicu oleh kekhawatiran pada Iran. Teheran menyebut pertemuan itu sebagai pengkhianatan terhadap Palestina.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
TEL AVIV, SENIN – Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid bersama sejawatnya dari Bahrain, Maroko, Mesir, dan Uni Emirat Arab bertemu di tengah Gurun Negev, Senin (28/3/2022). Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken juga bergabung dalam pertemuan itu. Lokasi pertemuan mereka adalah Sde Boker, kota di tengah gurun lambang inovasi Israel di bidang teknologi pertanian dan teknik sipil.
Kota tersebut juga menjadi tempat peristirahatan Bapak Pendiri dan Perdana Menteri Israel pertama, David Ben-Gurion. Salah seorang pejabat Israel menyebut Sde Boker sebagai ”Camp David” versi Israel. Camp David adalah salah satu daerah tempat peristirahatan di Amerika Serikat, lokasi perundingan rahasia antara Israel dan Mesir, yang membuahkan perjanjian damai antara Mesir dan Israel tahun 1979.
Sde Boker dipilih juga menghindari kontroversi posisi Jerusalem, yang diklaim oleh Israel sebagai ibu kota negara. Posisi tersebut tidak diakui oleh kebanyakan negara di dunia mengingat diabaikannya klaim Palestina untuk menjadikan Jerusalem Timur sebagai calon ibu kota negara yang tengah diperjuangkan.
Pertemuan di Negev antara negara-negara ”Poros Abraham Accord” plus Mesir dan AS tersebut terutama dipicu oleh kekhawatiran pada Iran itu. Iran menyebut pertemuan itu sebagai pengkhianatan terhadap Palestina.
Menlu Bahrain Abdullatif al-Zayani, Menlu Maroko Nasser Bourita, Menlu Mesir Sameh Shoukry, dan Menlu UEA Abdullah bin Zayed bin Sultan al-Nahyan tiba di Israel pada Minggu (27/3/2022) siang. Sementara Blinken telah tiba lebih dulu dan bertemu sejumlah pejabat Israel sebelum ke Sde Boker.
Kecuali Mesir, yang mengakui Israel sejak 1979, negara yang hadir di Sde Boker ikut meneken Kesepakatan Ibrahim (Abraham Accord) pada tahun 2020. Kesepakatan itu menandai perdamaian Israel dengan Bahrain, Maroko, dan UEA. Satu lagi negara yang ikut menormalisasi hubungan dengan Israel, yakni Sudan, tidak ikut pertemuan.
Duta Besar Israel di Kairo Amira Oron menyebut pertemuan itu sebagai peristiwa bersejarah. Pertemuan itu juga menambah bukti peningkatan hubungan Kairo-Tel Aviv dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelum pertemuan di Negev, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett bertemu Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ). Bennet menyebut, Pertemuan Negev adalah kelanjutan pembicaraannya dengan Sisi dan Pangeran MBZ.
Isu Iran
Kepada media Israel, Yedioth Ahronots dan Jerusalem Post, sejumlah pejabat Kemenlu Israel menyebut bahwa isu Iran akan dibahas dalam pertemuan di Negev. Bersama Arab Saudi, UEA dan Bahrain kecewa pada reaksi AS atas serangkaian serangan kelompok Houthi, yang didukung Iran, terhadap Abu Dhabi dan Riyadh.
”Masalah itu (keamanan kawasan) dan perkembangan di Eropa akan dibahas dalam pembicaraan soal arsitektur keamanan kawasan yang dibuat dengan tujuan menghadirkan penggentar bagi ancaman laut dan udara,” ujar salah satu pejabat Kemenlu Israel yang menolak identitasnya diungkap.
Pertemuan Negev terjadi dua pekan setelah pemimpin UEA dan Arab Saudi menolak menerima telepon dari Presiden AS Joe Biden. Mereka marah karena Washington dianggap terlalu lunak kepada Iran. Padahal, Iran disebut menyokong kelompok Houthi. Sokongan itu membuat Houthi bisa gencar menyerang berbagai lokasi di Arab Saudi dan UEA dengan rudal dan pesawat nirawak.
Kemarahan Riyadh dan sekutunya di Timur Tengah semakin meningkat seiring perundingan nuklir Iran yang semakin mendekati keberhasilan. Bagi Riyadh dan sekutunya, perundingan itu akan meningkatkan kekuatan Iran selama ini.
Teheran mengecam
Dari Teheran, Menlu Iran Hossein Amirabdollahin mengecam Pertemuan Negev. Ia memandang pertemuan itu sebagai pengkhianatan terhadap bangsa Palestina.Amirabdollahin menegaskan, Iran tidak ada urusan dengan perang Yaman. Teheran memandang, perang itu soal kedaulatan dan hal itu urusan bangsa Yaman. Di sisi lain, Iran menyokong semua upaya untuk mengakhiri perang dan blokade Yaman.
Sejak 2015, Riyadh dan sekutunya menyerang Yaman atas permintaan pemerintahan Abd Rabo Mansour Hadi. Beberapa waktu terakhir, Houthi yang menjadi sasaran koalisi Riyadh menggencarkan serangan balik. Rudal dan pesawat nirawak mereka menyasar berbagai kilang minyak, pelabuhan, bandara, hingga tanker di sekitar Arab Saudi dan UEA.
Riyadh dan sekutunya marah besar kepada Biden. Tidak sampai sebulan setelah dilantik sebagai Presiden AS, Biden mencabut status kelompok teror yang sebelumnya ditetapkan pada Houthi. Pencabutan itu memungkinkan Houthi kembali mengakses berbagai instrumen keuangan global. Akses itu dikhawatirkan semakin meningkatkan kemampuan Houthi dalam menyerang Arab Saudi dan sekutunya.
Kemarahan Riyadh dan sekutunya juga semakin bertambah seiring upaya menghidupkan lagi Kesepakatan Nuklir Iran. Kesepakatan yang secara resmi bernama Joint Comprehensive Plan on Action (JCPOA) itu mati suri setelah AS pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump keluar secara sepihak pada Mei 2018. Pemerintahan Trump memutuskan memberlakukan lagi, bahkan menambah aneka sanksi pada Iran. Washington juga memasukkan Garda Revolusi Iran dalam daftar organisasi teror.
Amirabdollahin mengatakan, perundingan pemulihan JCPOA hanya mungkin dilakukan jika Garda Revolusi dikeluarkan dari daftar organisasi teroris. Iran juga menuntut AS mencabut semua sanksi pada Iran dan berjanji tidak akan menjatuhkan sanksi lagi di masa mendatang.
Sejauh ini, menurut Amirabdollahin, AS tidak menunjukkan keseriusan memenuhi tuntutan Iran. Bahkan, Utusan Khusus AS untuk Iran Robert Malley telah menegaskan Garda Revolusi akan tetap dalam daftar sanksi AS.
Sementara dalam pertemuan dengan Bennett dan sejumlah pejabat Israel, Blinken menyebut Garda Revolusi akan dikeluarkan dari daftar sanksi AS. Walakin, pengeluaran itu hanya simbolik. Sebab, Washington telah menyiapkan aneka perangkat untuk memastikan aneka sanksi terhadap Garda Revolusi tetap bisa diterapkan. (AFP/REUTERS)