Lawan Balik Sanksi, Putin Paksa Eropa Bayar Gas dengan Rubel
Sebagai balasan atas Eropa yang menggelontorkan berbagai sanksi, Rusia mewajibkan negara-negara di ”Benua Biru” itu untuk membayar gas dari Rusia dengan mata uang rubel. Hal ini akan memperkuat nilai tukar rubel.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
(PHOTO BY ALEXANDER ZEMLIANICHENKO / POOL / AFP) /
President Rusia Vladimir Putin pada konferensi pers seusai pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Geneva, Swiss, Rabu (16/6/20210).
MOSKWA, RABU — Pemerintah Rusia akan memaksa negara-negara Eropa yang menerapkan sanksi-sanksi kepada Moskwa untuk membayar pasokan gas dari Rusia dalam mata uang rubel, mata uang Rusia. Presiden Vladimir Putin, dalam pernyataan yang disiarkan televisi pada Rabu (23/3/2022), mengatakan, kebijakan itu akan diterapkan dalam sepekan mendatang.
”Saya telah memutuskan untuk menerapkan serangkaian kebijakan untuk mentransfer pembayaran pasokan gas kami ke negara-negara yang tidak bersahabat ke dalam mata uang rubel Rusia,” kata Putin, seperti dikutip kantor berita Rusia, Tass.
Langkah tersebut merupakan bagian dari respons Rusia terhadap tsunami sanksi yang digelontorkan Barat kepada Rusia. Sanksi-sanksi tersebut dijatuhkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu sebagai tekanan kepada Rusia yang melancarkan serangan kepada Ukraina. Rusia menganggap semua negara yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia setelah invasinya ke Ukraina sebagai sikap permusuhan dengan Moskwa. Rusia telah membuat daftar negaranya.
Eropa mengimpor sekitar 40 persen gas alam dari Rusia. Selama ini, kontrak jual-beli bahan bakar itu dilakukan dalam mata uang euro. Data lembaga Loko Invest, seperti dikutip The Moscow Times, menyebutkan ekspor gas Rusia ke negara-negara pro-Rusia diperkirakan mencapai sekitar 50 miliar dollar AS pada 2021.
”Tidak masuk akal untuk mengirimkan barang-barang kami ke UE (Uni Eropa) atau AS (Amerika Serikat) dan menerima pembayaran dalam dollar AS atau euro,” kata Putin dalam pertemuan dengan para pejabat pemerintahannya.
(PHOTO BY AFP)
Warga berjalan melewati ritel yang sepi di Jalan Tverskaya di pusat kota Moskwa, 16 Maret 2022. Menyusul serangan Rusia ke Ukraina per 24 Februari 2022, Amerika Serikat dan negara sekutu menggelontorkan sanksi ke Rusia. Salah satu dampaknya, sejumlah korporasi global hengkang dari Rusia.
Langkah Moskwa itu sontak ditolak beberapa pelanggan gas utama Rusia, termasuk Jerman, Austria, dan Italia, Rabu malam. Berlin mengatakan, tuntutan Rusia merupakan bentuk pelanggaran kontrak. Adapun Vienna dan Roma mengatakan akan terus membayar gas Rusia dalam bentuk mata uang euro.
”Pengumuman pembayaran dalam rubel adalah bentuk pelanggaran kontrak dan kami sekarang akan mendiskusikan dengan mitra Eropa kami bagaimana kami akan bereaksi terhadap hal itu,” kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck. Jerman mengimpor 55 persen gas alam dari Rusia sebelum Moskwa menginvasi Ukraina.
Sejumlah analis melihat langkah Putin itu adalah sebagai upaya Moskwa menekan Eropa atas sanksi-sanksinya kepada Moskwa. Wakil Kepala Ekonom di Institut Keuangan Internasional, Elina Ribakova, menyatakan, Moskwa berupaya keras untuk membalikkan keadaan di Uni Eropa yang memberlakukan berbagai sanksi kepada Moskwa.
Barat, antara lain, mengenakan sanksi terhadap bank sentral Rusia. Barat telah membekukan hampir setengah dari cadangan devisa internasional Rusia. Nilainya mencapai sekitar 300 miliar dollar AS.
AP PHOTO/RODRIGO ABD
Daryna Kovalenko menggendong anjingnya saat tiba di stasiun kereta Kiev setelah meninggalkan rumahnya di Chernihiv, Ukraina, melalui koridor kemanusiaan, Senin (21/3/2022) waktu setempat. Perang telah membuat hingga 12 juta orang terpaksa mengungsi di dalam dan luar Ukraina.
Jika perintah Putin atas penggunaan rubel itu dilaksanakan, Eropa harus mengeluarkan ratusan juta rubel setiap hari guna membayar ongkos pengiriman gas. Dari sudut pandang Rusia, hal itu akan memberikan arus masuk mata uang keras yang sangat dibutuhkan dan meningkatkan permintaan untuk mata uang Rusia yang dikucilkan saat-saat ini.
Kebijakan itu juga mendorong penguatan mata uang rubel yang belakangan nilainya melemah akibat sanksi-sanksi Barat. Begitu Putin mengumumkan kebijakan itu saja, nilai tukar rubel terhadap dollar AS kemarin melonjak hampir 4 persen dalam perdagangan di Moskwa.
Harga gas di Eropa juga naik hingga 8 persen. Rusia saat ini mengharuskan eksportir untuk menjual 80 persen dari pendapatan mata uang mereka ke mata uang rubel. Hal itu secara efektif berarti menggunakan pendapatan ekspornya untuk menggantikan cadangan beku bank sentral dan menghentikan rubel Rusia dari kejatuhan lebih dalam.
Sementara bagi Eropa, transaksi itu bisa menjadi persoalan rumit. Sebab, saat ini banyak bank negara Rusia, termasuk bank sentralnya, berada di bawah sanksi yang melarang dilakukannya transaksi secara langsung.
AFP
Warga membawa barang-barang yang baru saja dibeli di area parkir depan Leroy Merlin di kota Klimovsk, Rusia, 19 Maret 2022. Korporasi asal Perancis itu tetap beroperasi seperti biasa meski negara-negara Barat menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Maria Shagina, peneliti tamu senior di Institut Urusan Internasional Finlandia, menyebut pengumuman Putin itu sebagai ”langkah tak terduga dari Kremlin”. ”Saya cenderung berpikir ini adalah gertakan lain Moskwa. Menerima mata uang keras dari hidrokarbon jauh lebih penting sekarang daripada memaksa semua negara yang 'tidak ramah' untuk membeli rubel,” katanya kepada The Moscow Times.
Beberapa analis juga mempertanyakan apakah pengalihan mata uang sebagai alat pembayaran akan diizinkan berdasarkan kontrak yang ada yang ditandatangani antara Gazprom, eksportir gas monopoli Rusia, dan pelanggan-pelanggan perusahaan itu di Eropa. ”Pasar gas yang sangat ketat akan memaksa pelanggan Eropa untuk mematuhi ini. Alternatifnya hanya membeli rubel atau tetap tanpa gas Rusia,” kata Shagina.
Pasar gas yang sangat ketat akan memaksa pelanggan Eropa untuk mematuhi ini. Ada kekurangan alternatif: membeli rubel atau tetap tanpa gas Rusia.
Eropa berada di bawah tekanan berat untuk berhenti membeli minyak dan gas Rusia sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai. Minyak dan gas adalah sumber pendapatan utama bagi ekonomi Rusia.
Moskwa juga berusaha menggunakan harga energi untuk menekan Eropa. Sejumlah politisi Rusia, termasuk Putin, mengatakan, sanksi-sanksi Barat telah menciptakan krisis biaya hidup di Barat akibat melonjaknya harga energi. (AFP/REUTERS/BEN)