Pemerintah AS menyatakan junta militer Myanmar telah melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis minoritas Rohingya. Dengan kejelasan itu, junta bisa dimintai pertanggungjawabannya di pengadilan.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN – Pemerintah Amerika Serikat akhirnya menyatakan junta militer Myanmar telah melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap kelompok minoritas Rohingya. Dengan sikap jelas seperti ini para pemimpin Myanmar makin berpotensi dimintai pertanggungjawaban.
Sejak tahun 2017, ratusan ribu warga muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar karena menjadi korban persekusi dan kekerasan bersenjata. Myanmar telah dituntut atas dugaan kasus genosida di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, rencananya akan mengumumkan keputusan AS itu secara resmi, Senin (21/3/2022), di Museum Holocaust, Washington, AS. Museum itu sedang menggelar pameran bertema "Jalan Burma Menuju Genosida".
Departemen Luar Negeri AS merilis laporan investigasi pada 2018 yang menjelaskan dengan rinci kekerasan terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Kekerasan terhadap Rohingya dinilai ekstrim, berskala besar, meluas, dan sengaja dilakukan untuk meneror dan mengusir masyarakat Rohingya. "Saya tidak akan pernah melupakan cerita-cerita menyedihkan yang saya dengar dari warga Rohingya di Burma dan Bangladesh tahun 2017. Semua cerita soal kekerasan dan kejahatan kemanusiaan," kata Senator AS dari Oregon, Jeff Merkley, yang ikut memperjuangkan isu Myanmar di AS selama bertahun-tahun.
Selama ini militer Myanmar membantah telah melakukan genosida terhadap Rohingya. Militer Myanmar mengakuhanya menjalankan operasi militer menumpas kelompok teroris pada tahun 2017. Sedikitnya 850.000 warga Rohingya kini terdampar di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh dan banyak yang mengalami kasus perkosaan. Sekitar 600.000 orang masih bertahan di Rakhine dan di sana pun mengalami tekanan.
Harian the New York Times menyebutkan dengan menyatakan bahwa di Myanmar telah terjadi genosida maka bisa diikuti dengan sanksi seperti pembatasan pemberian bantuan. Definisi genosida, menurut PBB, adalah "tindakan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan, secara keseluruhah atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras, atau agama".
AS sudah menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap para pemimpin Myanmar dan membatasi penjualan persenjataan untuk militer Myanmar. Ini juga dilakukan negara-negara Barat lainnya. Sanksi itu sudah dijatuhkan AS bahkan jauh sebelum junta militer mengkudeta pemerintahan sipil Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi. Kasus terhadap Myanmar yang dibuka Gambia di Mahkamah Internasional pada 2019 menjadi semakin rumit akibat kudeta tahun lalu. Junta militer Myanmar membantah tuduhan genosida dan menuntut agar kasus itu dicabut. Menurut junta, Gambia bertindak sebagai wakil orang lain dan tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan kasus.
Kini, Suu Kyi ditahan di rumah dan menjalani sidang yang dilakukan junta militer. Padahal Suu Kyi justru membela para jenderal itu di Den Haag. Suu Kyi dikritik kelompok-kelompok pejuang hak asasi manusia karena terlibat dalam kasus Rohingya. Padahal pemerintahan Presiden AS, Barack Obama, sudah banyak membantu proses transisi Myanmar ke arah demokrasi dengan menyuntik banyak modal politik. AS menawarkan bantuan keuangan sekaligus dukungan diplomatik. Tetapi semua itu kini tak berbekas. AS juga menekankan ketidaknyamanannya pada kekerasan yang terjadi antara pasukan Myanmar dengan kelompok pemberontak etnis. Selain itu juga kekerasan berlatarbelakang agama dan kebijakan diskriminatif yang spesifik menyasar Rohingya.
Sejak Perang Dunia, Deplu AS secara formal baru enam kali menggunakan istilah genosida. Istilah itu digunakan pada kekerasan yang terjadi di Bosnia, Rwanda, Irak, Darfur-Irak, serangan kelompok Negara Islam pada kelompok minoritas Yazidis dan yang lainnya, serta perlakuan China terhadap komunitas Uighur dan muslim lainnya. Presiden AS, Joe Biden, juga akan memberikan bantuan tambahan sebesar 1 juta dollar AS untuk Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar, badan PBB yang bertugas mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan pengadilan.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC), pengadilan terpisah dari Den Haag, juga sedang menyelidiki pendeportasian Rohingya dari Myanmar dan sedang mengumpulkan bukti-bukti. Myanmar menentang proses penyelidikan itu dan tidak mau membantu karena ICC dianggap tidak mempunyai wewenang. Keputusan ICC untuk menyelidiki juga dipengaruhi oleh "narasi tragedi personal yang tidak ada kaitannya dengan argumen hukum yang dipermasalahkan".
Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, John Sifton, mengatakan militer Myanmar menghadapi konsekuensi nyata dari kekerasan yang dilakukan pada Rohingya atau kelompok minoritas lain di Myanmar. Selain menjatuhkan sanksi ekonomi, AS juga harus menekan agar ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang akan bisa mengadukan seluruh kasus kejahatan militer ke ICC. Jika Rusia dan China memveto resolusi itu, AS harus menggalang dukungan di Majelis Umum PBB. "Kecaman pada Myanmar harus disertai tindakan nyata," ujarnya. (REUTERS/AFP)