The Fed Naikkan Suku Bunga, Ingatkan Ketidakpastian Perang Rusia-Ukraina
The Fed menaikkan tingkat suku bunga untuk pertama kalinya sejak tahun 2018 guna meredam inflasi di AS. Sejumlah analis khawatir terjadinya resesi akibat kenaikan suku bunga yang tinggi.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, pada Rabu (16/3/2022) waktu setempat atau Kamis WIB, memutuskan menaikkan suku bunga acuan Federal Funds Rate sebesar 0,25 persen. Kenaikan suku bunga untuk pertama kalinya sejak tahun 2018 itu dilakukan guna meredam inflasi tertinggi yang terjadi di AS dalam empat dekade terakhir. The Fed mengingatkan ketidakpastian tinggi dari dinamika perang Rusia-Ukraina bagi perekonomian AS dan global.
The Fed juga merilis serangkaian proyeksi ekonomi triwulanan. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh positif 2,8 persen pada tahun ini; 2,2 persen pada tahun depan; dan 2 persen pada tahun 2024. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS terbaru itu lebih pesimistis dari proyeksi serupa akhir tahun lalu, di mana PDB AS tahun 2022 diperkirakan tumbuh positif sebesar 4 persen.
The Fed menggarisbawahi potensi kelanjutan kenaikan suku bunga di bulan-bulan mendatang. Bakal ada tujuh kenaikan suku bunga jangka pendek menjadi 1,75-2 persen pada akhir tahun 2022. Bank sentral AS itu juga memperkirakan empat kenaikan suku bunga lagi pada tahun 2023 yang akan meningkatkan suku bunga acuan menjadi 2,8 persen.
Dalam pernyataannya, The Fed mengatakan, indikator aktivitas ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di AS terus menguat. Lapangan pekerjaan makin kuat dalam beberapa bulan terakhir dan tingkat pengangguran telah menurun secara substansial. Inflasi tetap tinggi mencerminkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terkait dengan pandemi, harga energi yang lebih tinggi, dan tekanan harga yang lebih luas. Disebutkan bahwa implikasi perang Rusia-Ukraina terhadap ekonomi AS sangat tidak pasti. Invasi Rusia dan peristiwa terkait hal itu diproyeksikan akan menciptakan tekanan tambahan pada inflasi dan membebani kegiatan ekonomi.
Pada konferensi pers, Gubernur The Fed Jerome Powell menekankan keyakinannya bahwa ekonomi AS cukup kuat untuk menahan suku bunga yang lebih tinggi. Ia menegaskan, The Fed fokus melakukan apa pun untuk mengurangi inflasi dari waktu ke waktu ke target tahunan sebesar 2 persen. Sebab, apabila hal itu tidak berjalan mulus, kata Powell, ekonomi mungkin tidak akan mempertahankan pemulihannya dari kondisi resesi akibat pandemi Covid-19.
”Kami sangat menyadari kebutuhan untuk memulihkan stabilitas harga,” kata Powell. ”Faktanya, ini prasyarat untuk mencapai jenis pasar tenaga kerja yang kita inginkan. Anda tidak dapat memiliki lapangan kerja maksimal untuk periode yang berkelanjutan tanpa stabilitas harga.”
Powell menekankan efek perang Rusia-Ukraina setidaknya dua kali dalam konferensi pers. Ia menyebut implikasi dari invasi Rusia ke Ukraina bagi ekonomi AS dan global sangat tidak pasti. Selain efek langsung dari minyak global yang lebih tinggi dan kenaikan harga komoditas, invasi dan dinamika terkait perang dapat menahan kegiatan ekonomi di luar negeri dan lebih lanjut mengganggu rantai pasokan global.
Efeknya diperkirakan harus ikut ditanggung ekonomi AS melalui perdagangan. Ia menyebut volatilitas di pasar keuangan, terutama jika berlanjut, juga dapat memperketat kondisi kredit dan memengaruhi perekonomian riil. Powell mengingatkan, kondisi tidak pasti dapat mengandung konsekuensi ekonomi, yang sering berkembang dengan cara yang tidak terduga. ”Kita harus gesit dalam merespons data yang masuk dan pandangan yang berkembang,” kata dia. ”Dan, kami akan berusaha agar tidak menambah ketidakpastian pada momen yang luar biasa menantang dan tidak pasti.”
The Fed, lewat pernyataan kebijakan, proyeksi ekonomi triwulanan AS dan pernyataan Powell pada konferensi pers, menunjukkan pendekatan yang lebih agresif untuk kenaikan suku bunga daripada yang diperkirakan banyak analis. Proyeksi menunjukkan bahwa 7 dari 16 pembuat kebijakan bank sentral mendukung setidaknya 1,5 poin kenaikan suku bunga pada tahun ini. Ekonom JPMorgan Chase, Michael Feroli, menilai hal itu menunjukkan adanya bahasan atas kenaikan suku bunga yang lebih besar atau tinggi.
Kekhawatiran soal terjadinya resesi akibat kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi tetap dikemukakan sejumlah analis. Lewat kenaikan sebesar 0,25 persen, suku bunga acuan Federal Funds Rate berada di kisaran target antara 0,25 persen dan 0,50 persen. Itu akan menjadi level tertinggi sejak Maret 2008. Akibatnya, biaya untuk pinjaman hipotek, kartu kredit, dan kredit mobil kemungkinan akan naik.
”Jelas, inflasi telah bergerak ke depan dan ke tengah dalam pemikiran The Fed,” kata Tim Duy, Kepala Ekonom AS di lembaga SGH Macro Advisers.
Dalam pernyataannya, The Fed tidak mengira tingkat inflasi yang tinggi tetap bertahan setelah pandemi Covid-19 melanda. Banyak ekonom mengatakan, The Fed menunggu terlalu lama untuk mulai menaikkan suku bunga sehingga berisiko pada tugas bank sentral tersebut. Proyeksi The Fed menunjukkan bahwa pada akhir tahun depan, para pembuat kebijakan mengharapkan tingkat suku bunga jangka pendek mereka berada di atas ”netral”. Itu artinya tingkat suku bunga tidak memicu inflasi sekaligus tidak memperlambat pertumbuhan ekonomi. (AP)