Rusia Terancam Tak Bisa Bayar Utang
Rusia terancam tak bisa membayar utang karena terkena sanksi internasional. Rusia pun akan terputus dari pasar modal internasional.
MOSKWA, RABU — Bunga utang Rusia pada kreditor sebesar 117 juta dollar AS yang jatuh tempo pada Rabu (16/3/2022) terancam tidak terbayarkan akibat sanki internasional dan pengucilan keuangan oleh Barat. Sebanyak 300 miliar dollar AS simpanan mata uang asing Rusia di luar negeri, tetapi tidak bisa diakses karena diblokir sanksi Barat dan sekutunya. Tanpa akses terhadap simpanan ini, Rusia bisa gagal bayar dua obligasi yang berdenominasi dollar AS.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov membantah Rusia akan mengalami gagal bayar. Rusia pasti akan membayar utang, katanya. Hanya, pembayarannya dalam bentuk mata uang rubel. Untuk menunjukkan niat membayar, Kementerian Keuangan Rusia sudah mengirimkan perintah pembayaran sebesar 117,2 juta dollar AS. Jika Rusia belum juga membayar saat sudah masuk tenggat, otomatis akan ada masa tenggang 30 hari. Setelah masa tenggang itu berakhir, barulah akan dianggap gagal bayar utang.
Situasi seperti ini baru pertama kali terjadi sejak 1918 atau ketika pemimpin revolusi Rusia, Vladimir Lenin, menolak mengakui utang-utang tsar yang digulingkan. Rusia juga pernah gagal bayar utang domestik yang berdenominasi rubel pada akhir tahun 1990-an. Analis di perusahaan JPMorgan mengatakan, sanksi Amerika Serikat seharusnya tidak secara langsung membatasi kemampuan Rusia untuk membayar utang.
Menurut Departemen Keuangan AS, pembayaran bunga kepada entitas AS ”diizinkan hingga 25 Mei” untuk obligasi yang diterbitkan oleh Bank Sentral Rusia, Kementerian Keuangan, atau Dana Kekayaan Nasional sebelum 1 Maret. Setelah itu, mereka membutuhkan otorisasi untuk terus menerima pembayaran ini. Sanksi Barat melumpuhkan sektor perbankan dan sistem keuangan Rusia serta mempercepat jatuhnya mata uang rubel. Jika gagal bayar, otomatis Rusia akan terputus dari pasar keuangan dan berisiko pada pengembalian utang selama beberapa tahun.
Obligasi
Rusia mempunyai 15 obligasi internasional dengan nilai nominal sekitar 40 miliar dollar AS dan separuhnya dipegang investor internasional. Bunga utang 117 juta dollar AS yang jatuh tempo pada 16 Maret ini baru yang pertama. Masih ada bunga 615 juta dollar AS yang juga jatuh tempo pada bulan ini. Pembayaran pokok pertama jatuh tempo pada 4 April mendatang ketika obligasi 2 miliar dollar AS juga jatuh tempo.
Obligasi-obligasi itu diterbitkan dengan berbagai persyaratan dan perjanjian. Di dalam obligasi yang dijual setelah Rusia dikenai sanksi gara-gara menganeksasi Crimea pada 2014 disebutkan ketentuan pembayaran mata uang alternatif. Untuk obligasi yang terdaftar setelah 2018, mata uang rubel menjadi alat pembayaran alternatif itu. Obligasi yang terkait dengan pembayaran 16 Maret ini terdaftar pada 2013 dan harus dibayar dalam mata uang dollar AS. Citi menjadi agen pembayarannya.
Lembaga pemeringkat kredit internasional, Fitch Ratings, menjelaskan, pembayaran yang dilakukan dalam bentuk rubel akan tetap dianggap gagal bayar jika tidak segera diperbaiki dengan membayar memakai dollar AS setelah masa tenggang 30 hari. Pembayaran dalam mata uang lain hanya akan efektif setelah penerima menukarkan jumlah mata uang itu dengan dollar AS.
Sanksi internasional tak hanya menyulitkam Rusia, tetapi juga kreditor. Rusia susah mengirim uang dan investor asing juga susah menerima pembayarannya. Kantor Pengawasan Aset Asing AS (OFAC) mengeluarkan lisensi umum 9A pada 2 Maret lalu yang mengizinkan transaksi untuk warga AS terkait ”penerimaan pembayaran bunga, dividen, atau jatuh tempo sehubungan dengan utang atau ekuitas” yang dikeluarkan Kementerian Keuangan Rusia, Bank Sentral, atau Dana Kekayaan Nasional. Namun, pengecualian itu akan berakhir 25 Mei dan Rusia harus membayar 2 miliar dollar AS untuk obligasi negara eksternal. Batas waktu pembayaran hingga akhir tahun ini.
Negara yang gagal bayar tidak mempunyai akses ke pasar modal internasional. Jika ini terjadi pada Rusia, akan keluarlah polis asuransi gagal bayar utang Rusia atau credit default swaps (CDS) yang diambil investor untuk situasi seperti ini. Bank-bank Rusia juga bisa bermasalah dengan obligasi yang menjadi penyangga modal mereka. Situasi seperti ini akan menekan perusahaan-perusahaan Rusia yang sering menggunakan pasar modal internasional. Mereka juga memiliki 100 miliar dollar AS obligasi mata uang keras yang beredar.
Netral
Sementara perundingan antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung. Bagi Rusia, prosesnya pelik dan lambat, tetapi ada secercah harapan tercapainya kompromi. Rusia berharap prosesnya bisa lebih cepat supaya bisa segera berdamai. Juru runding dari Rusia, Vladimir Medinsky, menegaskan, Rusia menghendaki Ukraina yang damai, bebas, merdeka, dan netral. ”Bukan Ukraina yang menjadi anggota blok militer, bukan juga anggota NATO,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, status netral saat ini tengah serius dibicarakan. Status netral itu tentu dengan jaminan keamanan. Meski berstatus netral, Ukraina tetap bisa memiliki angkatan bersenjata. Austria termasuk negara netral dan di dalam konstitusinya disebutkan Austria dilarang bergabung dalam aliansi militer dan membangun pangkalan militer asing di wilayahnya.
Ukraina sebelumnya menyatakan bersedia berunding untuk mengakhiri perang, tetapi tidak akan menyerah atau menerima ultimatum Rusia. Lavrov mengatakan, isu-isu penting yang dibicarakan mencakup keamanan rakyat di Ukraina Timur, demiliterisasi Ukraina, dan hak warga berbahasa Rusia di Ukraina. Ukraina dilaporkan menolak usulan Rusia untuk mengadopsi status netral seperti Austria atau Swedia. Ukraina menghendaki fokus perundingan dengan Rusia hanya pada jaminan keamanan bagi Ukraina. ”Jaminan keamanan ini artinya perjanjian dengan sejumlah negara penjamin yang menjalankan kewajiban hukum untuk aktif mencegah serangan,” kata juru runding dari Ukraina, Mykhailo Podolyak, di Twitter. (REUTERS/AFP)