China Yakin Kebijakan "Nihil Covid-19" Atasi Lonjakan Kasus
China mempercayai sistem nihil Covid-19 akan berhasil membawa mereka melewati lonjakan kasus positif tertinggi sepanjang pandemi ini. Untuk negara sebesar China, kebijakan nihil Covid-19 dinilai langkah terbaik.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — China mengalami kenaikan kasus positif Covid-19 tertinggi sejak pandemi bermula tahun 2020. Total ada 30 juta penduduk yang tengah berada di dalam karantina wilayah. Pemerintah China tetap mengedepankan kebijakan nihil Covid-19 yang berarti tidak akan melakukan pelonggaran sampai di satu wilayah benar-benar tidak ada kasus positif.
Pada Selasa (15/3/2022), Kementerian Kesehatan China mencatat ada 5.280 kasus baru. Jumlah ini tertinggi sejak pandemi terjadi. Dalam satu pekan belakangan ini, rata-rata kasus positif di China mencapai 1.000 kasus per hari. Penyebabnya galur Omicron yang menyebar sangat cepat.
Sejak awal Maret 2022, China tercatat mengalami 10.000 kasus. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Inggris, misalnya, pada Senin (14/3) mencatat ada 444.000 kasus baru. Adapun Hong Kong memiliki 26.908 kasus baru. Sejauh ini, belum tercatat ada kematian akibat Covid-19 di China.
Kasus terbanyak terjadi di Provinsi Jilin. Di kota Changchun, terjadi kluster di pabrik mobil Volkswagen. Jumlah kasus di Provinsi Jilin mencapai tiga perempat dari jumlah kasus nasional. Selain di Jilin, kasus juga terlacak antara lain di Shanghai, Shenzhen, dan Guangdong. Pemerintah mengarantina 13 kota dengan jumlah warga terdampak mencapai 30 juta jiwa. Semua penerbangan di bandara Beijing dan Shanghai dibatalkan.
Kantor Gubernur Jilin mengeluarkan pernyataan pers yang mengatakan, fokus penanganan kasus di wilayahnya ialah memastikan provinsi itu nihil Covid-19. Pemerintah pusat segera mendatangkan 1.000 tenaga kesehatan dan 7.000 petugas militer ke Provinsi Jilin. Mereka akan membantu tenaga kesehatan lokal untuk menangani para pasien positif.
Dalam tajuk rencana kantor berita nasional Xinhua disebutkan, untuk negara sebesar China, kebijakan nihil Covid-19 merupakan langkah terbaik. Kendur sedikit saja dalam rutinitas tes dan pelacakan kasus, jumlah warga terdampak bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan juta orang.
Kali ini, pemerintah mengizinkan warga untuk isolasi mandiri di kediaman masing-masing. Sebelumnya, pasien positif yang tanpa gejala sekalipun harus diisolasi di tempat yang disediakan pemerintah atau di hotel-hotel khusus karantina. Beijing dan Shanghai tidak mengunci seluruh wilayah mereka, tetapi mengunci beberapa wilayah permukiman dengan kasus positif. Hal ini dinilai lebih baik oleh warga.
”Saya khawatir sekali kalau harus pergi ke tempat isolasi dari pemerintah. Untung sekarang kami sekeluarga bisa tinggal di rumah,” kata Mary Yue (34), warga Beijing. Ia dan keluarga harus menjalani isolasi mandiri karena terjadi kluster di kelompok bermain anaknya.
Isolasi di tempat khusus ini sebelumnya menuai kritik dari masyarakat. Binatang-binatang piaraan orang-orang yang diisolasi dibunuh oleh petugas. Alasannya Covid-19 bisa menular dari manusia ke hewan, demikian pula sebaliknya. Pemerintah tidak menginginkan risiko penularan dari hewan.
Cara membunuhnya pun tidak mendatangkan dokter hewan agar binatang itu bisa disuntik mati tanpa rasa sakit. Berbagai video yang menyebar di media massa menunjukkan, kucing dan anjing yang ditinggal sementara pemiliknya dipukul sampai mati oleh petugas. Banyak pemilik hewan peliharaan yang stres dan sedih di tempat karantina ketika mengetahui hewan kesayangan mereka dibunuh.
Ekonomi terhambat
Tajuk rencana Xinhua mengatakan bahwa kebijakan nihil Covid-19 ini hal yang positif. Mereka mendasarkan pendapat itu dari pertumbuhan ekonomi China sebesar 8,1 persen pada 2021. Adapun target pertumbuhan ekonomi tahun 2022 adalah 5,5 persen.
Namun, di media sosial China, para pelaku usaha beramai-ramai mengeluh. Di media Douyin, misalnya, seorang pengusaha kafe hampir menangis ketika menceritakan tempat usahanya nyaris bangkrut akibat pemerintah sedikit-sedikit memberlakukan karantina. Ia tidak bisa merencanakan bisnis, bahkan tidak tahu jadwal untuk membuka kafenya. Ketika dibuka pun, jumlah pembeli langsung ataupun daring sedikit sekali.
”Karantina wilayah yang paling berisiko jika berlangsung dalam waktu lama ialah di provinsi-provinsi yang terletak selatan dan timur. Ini adalah wilayah penyumbang 50 persen pendapatan domestik bruto China. Jika bisnis di sana terganggu, begitu pula ekonomi negara,” kata ekonom bank ANZ, Raymond Yeung. (AP/AFP)