Konfik Ukraina mengungkap sikap yang selama ini seolah terselubung, yaitu diskriminasi pada pengungsi.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Diserbu negaranya, ditembaki warga sipilnya, dirampas cadangan devisanya, ditolak pengungsinya. Demikian keadaan Afghanistan, negara yang sama sekali tidak berhenti dilanda perang dalam hampir setengah abad terakhir.
Anggota Parlemen Eropa, Clare Daly, mengungkap kegetiran itu dalam sidang paripurna Parlemen Eropa pada 7 Maret 2022. Ia menyoroti Afghanistan di tengah antusiasme Uni Eropa menerima para pengungsi Ukraina.
Hingga Minggu (13/3/2022), Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) mencatat sudah lebih dari 2,5 juta penduduk Ukraina mengungsi. Jumlah itu sedikit di atas jumlah resmi atau data UNHCR untuk jumlah pengungsi Afghanistan di lima negara tetangganya. “Ada puluhan ribu mencari pengungsian, lima juta anak kelaparan, anak-anak dijual agar keluarga bisa mendapat uang dan membeli makan,” kata Daly dalam sidang itu.
Ia menggugat pembedaan perlakuan terhadap pengungsi Afghanistan dibandingkan Ukraina. “Mereka (orang Afghanistan) pasti bertanya apa yang membuat penderitaan mereka begitu tidak penting. Apakah karena warna kulit, mereka bukan kulit putih? Mereka bukan Eropa? Apakah karena masalah mereka dipicu serangan dan senjata Amerika Serikat?” tuturnya.
Daly juga menyoroti keputusan Presiden AS Joe Biden menyita separuh dari 7 miliar dollar AS dari dana bank sentral Afghanistan yang disimpan di bank-bank AS. Biden beralasan, dana sitaan itu untuk membayar keluarga korban terdampak peristiwa 11 September 2001. Bagi Daly, Biden mencuri uang itu. “Pencurian biden berarti ada jutaan orang kelaparan dan sekarat untuk kejahatan yang tidak mereka lakukan. Memalukan Uni Eropa diam saja pada kejahatan ini,” kata dia.
Direktur Pendampingan Asia pada Human Rights Watch (HRW) John Sifton menyebut, keputusan Biden sama saja menghukum seluruh Afghanistan atas kejahatan yang dilakukan Taliban. Pendapat senada disampaikan aktivis Afghanistan di AS, Bilal Askaryar. ”Warga Afghanistan tidak ada hubungan dengan peristiwa 11 September. Ini fakta tidak terbantahkan. Usulan Biden bukan keadilan untuk keluarga (korban peristiwa) 11 September. Ini pencurian dana rakyat bangsa miskin yang sudah kelaparan gara-gara AS,” kata Askaryar.
Penolakan
Askaryar sebagian dari pengungsi Afghanistan yang beruntung bisa masuk ke AS. Banyak pengungsi Afghanistan meninggal dalam perjalanan menuju tempat pengungsian. Lebih banyak lagi yang tewas dalam berbagai serangan AS dan sekutunya. Sebagian sekutu AS dalam pendudukan Afghanistan adalah anggota UE.
Nyaris tidak pernah ada hukuman serius terhadap para pelaku serangan yang menewaskan warga Afghanistan. Tidak ada pula sanksi pada penyerang dalam serbuan yang tidak pernah mendapatkan persetujuan Dewan Keamanan PBB, satu-satunya lembaga internasional yang bisa mengesahkan pengerahan tentara asing ke suatu negara, itu.
Kekerasan di kampung halaman memaksa mereka keluar ke berbagai tempat. Ada jutaan pengungsi Afghanistan tertahan di berbagai negara selama bertahun-tahun. Sebagian dari mereka terpaksa masuk penampungan dan mendapatkan perlakuan buruk. Sebagian lagi terlunta di luar tempat penampungan.
Sejumlah negara sampai membayar negara lain agar mau menampung pengungsi Afghanistan. Sejumlah negara malah membuat pusat penampungan pengungsi di negara lain. Bahkan, sampai pertengahan Februari 2022, Uni Eropa masih mewacanakan pembangunan pagar perbatasan untuk membendung gelombang pengungsi.
Kebijakan Uni Eropa berubah drastis kala perang Ukraina meletus. Perbatasan Uni Eropa dibuka bagi pengungsi. Itu pun masih ditandai diskriminasi. Pada hari-hari pertama gelombang pengungsian, semua yang tidak berciri fisik lazimnya orang Ukraina kesulitan menyeberang perbatasan.
Berbagai tokoh Eropa secara terbuka menunjukkan rasisme dengan menyatakan pengungsi Ukraina bukan dari Afghanistan, Suriah, Irak, atau negara lain. Menurut mereka, Ukraina lebih beradab dari negara-negara sumber pengungsi lain.
Padahal, semua perang buruk dan siapa pun korbannya patut disokong. Entah mereka bermata biru, hijau, hitam. Entah mereka berkulit putih, coklat, hitam. Semua pengungsi selayaknya tidak didiskriminasi. Sebab, mereka pun tidak mau menjadi pengungsi.