Krisis Ukraina tidak hanya membuat harga sejumlah komoditas, termasuk minyak menanjak tinggi. Di sisi lain krisis itu membuat proyek jalur gas Nigeria-Maroko menjasi kian strategis.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman dari Kairo, Mesir
·4 menit baca
Perang Ukraina, yang meluber menjadi perang energi, tak dinyana turut menaikkan nilai strategis proyek jalur gas Nigeria-Maroko. Mengapa demikian? Eropa, dengan 40 persen kebutuhan gas diimpor dari Rusia, kini harus segera mencari sumber gas alternatif, menyusul langkah Amerika Serikat dan Eropa menjatuhkan sanksi atas Rusia pascainvasi militer ke Ukraina.
Salah satu sumber alternatif yang sangat dilirik saat ini adalah proyek jalur gas Nigeria-Maroko. Proyek jalur gas Nigeria-Maroko, seperti dilansir situs Aljazeera, Selasa (8/3), dicanangkan sejak Desember 2016, ketika Raja Maroko Muhammad VI, mengunjungi Abuja dan bertemu Presiden Nigeria Muhammadu Buhari.
Saat itu, Muhammad VI dan Buhari sepakat melakukan studi tentang proyek pembangunan jalur gas Nigeria-Maroko hingga Eropa sepanjang 5.560 kilometer. Kajian itu dimulai pada Mei 2017. Selanjutnya, pada Juni 2018, Nigeria dan Maroko mengumumkan pembangunan proyek jalur gas Nigeria-Maroko hingga Eropa yang akan melalui 13 negara di Afrika Barat dan Afrika Utara. Nilai proyek itu mencapai 30 miliar dollar AS.
Pada Juni 2021, pembangunan konstruksi jalur pipa dari Nigeria ke Maroko dimulai. Pembangunannya akan berlangsung 25 tahun.
Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab mendukung proyek itu dan secara prinsip akan menanam investasi atas proyek itu. Bank Pembangunan Islam (IDB) yang bermarkas di Jeddah pada 6 Januari lalu telah menandatangani kesepakatan dengan Maroko dan Nigeria. IDB akan mengucurkan dana 15,45 miliar dollar AS untuk pembangunan jalur pipa gas itu.
Megaproyek jalur gas Nigeria-Maroko tersebut akan memberi manfaat besar kepada wilayah Afrika barat, Afrika utara, dan Eropa dalam bentuk lapangan kerja, aliran listrik di banyak wilayah Afrika barat yang belum mendapat penerangan listrik, serta bisa membantu produksi pupuk. Proyek itu dinilai akan memperkuat kerja sama ekonomi komunitas ekonomi Afrika Barat (ECOWAS) yang beranggotakan 15 negara Afrika Barat. Jalur pipa itu disebut melewati sebagian besar negara anggota ECOWAS.
Dua negara Arab di Afrika Utara, Maroko dan Mauritania, telah mengajukan permohonan untuk bergabung dalam ECOWAS. Eropa pun kini turut memberikan perhatian pada proyek itu. Keberadaannya dilihat sebagai bagian dari diversifikasi sumber gas. Selama ini, Eropa sangat tergantung pada Rusia.
Strategis
Pecahnya perang Rusia-Ukraina sejak 24 Februari lalu yang disusul sanksi Barat, yaitu menghentikan impor Eropa atas gas Rusia, membuat proyek jalur gas Nigeria-Maroko menjadi kian strategis bagi Eropa.
Apalagi, Jerman telah membekukan proyek Nord Stream 2, yakni proyek jalur pipa gas dari Rusia ke Eropa melalui Jerman, segera setelah Rusia melakukan serangan ke Ukraina.
Selama ini, proyek Nord Stream 2 merupakan saingan terberat proyek jalur gas Nigeria-Maroko karena jalur proyek Nord Stream 2 jauh lebih pendek (sekitar 1.230 kilometer) dibandingkan jalur pipa gas Nigeria-Maroko (5.560 kilometer). Namun, nilai investasi Nord Stream 2 jauh lebih rendah sehingga harga gas dari jalur pipa Nigeria-Maroko lebih mahal. Akan tetapi, aksi Jerman membekukan proyek Nord Stream 2 itu membuat proyek jalur gas Nigeria-Maroko tanpa pesaing berat lagi.
Satu-satunya saingan jalur gas Nigeria-Maroko nanti adalah jalur gas East Med, yakni proyek jalur gas di Laut Mediterania bagian Timur melalui wilayah Yunani untuk ekspor gas ke Eropa.
Menurut lembaga kajian geologi AS, cadangan minyak dan gas ditemukan di area seluas 83.000 kilometer persegi di Laut Mediterania timur. Diperkirakan, tambang itu memiliki cadangan gas hingga 287 triliun kubik dan minyak cair 1,7 miliar barel.
Hampir dipastikan, jalur gas Nigeria-Maroko, jalur gas East Med plus gas dari Qatar, dapat menjadi tulang punggung baru pasokan gas ke Eropa, menggantikan Rusia.
Kebutuhan gas Eropa yang sangat besar tidak mungkin bisa ditutupi dari satu sumber. Harus ada kolaborasi antara beberapa sumber gas besar untuk bisa memenuhi pasar Eropa.
Menteri Urusan Energi Qatar, Saad Sherida Al-Kaabi, dalam pertemuan puncak eksportir gas dunia di Doha pada 22 Februari lalu menegaskan, Qatar bersedia menambah pasokan gas ke Eropa, tetapi di sisi lain Qatar tidak mampu memenuhi kebutuhan gas Eropa sendirian. Sebabnya, Qatar telah terikat kontrak jangka panjang untuk ekspor gas dengan banyak negara lain.
Penegasan Al-Kaabi itu menunjukkan tentang keharusan Qatar berkolaborasi dengan sumber gas di wilayah lain, seperti East Med dan poros Nigeria-Maroko. Kerja sama itu perlu untuk memenuhi pasar gas Eropa.