Perasaan terancam tidak membuat negara-negara adidaya itu beradu kuasa di wilayah masing-masing. Mereka memilih negara lain sebagai arena pertempuran. Sekarang giliran Ukraina jadi korban adu kuasa adidaya.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
Perang selalu dimulai dengan salah perhitungan dan diakhiri dengan banyak kehilangan. Di Ukraina, sejak 24 Februari 2022, kedua kondisi itu sedang berlangsung dan semakin memburuk. Ambisi negara-negara adikuasa di Amerika dan Eropa berkontribusi besar pada ribuan orang yang meninggal di Ukraina sepekan terakhir.
Hingga Senin (28/2/2022), paling tidak ada 362 orang Ukraina, baik sipil maupun militer, tewas akibat serbuan Rusia. Menurut versi Kiev, yang sampai sekarang tidak pernah diakui atau disangkal Moskwa, setidaknya 2.800 tentara Rusia tewas dalam serbuan ke Ukraina.
Kiev dan Moskwa memang sudah setuju berunding walau masih terlalu dini untuk mengetahui hasilnya. Perkembangan perang tidak pernah terduga. Setelah 20 tahun mengerahkan puluhan ribu tentara dengan persenjataan canggih dan dukungan kekuatan udara, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tetap terusir dari Afghanistan. Di Afrika, Perancis dan sejumlah negara Uni Eropa telah menghabiskan bertahun-tahun dan tetap belum bisa mengatasi kelompok bersenjata di sana. Jauh sebelum itu, Amerika Serikat juga gagal mengalahkan Vietkong di Vietnam. Padahal, kekuatan lawan jauh di bawah kekuatan mereka.
Ketidakseimbangan juga terlihat di hari-hari pertama perang Ukraina. Sebagai salah satu pemilik militer terkuat, Rusia tetap belum bisa menundukkan Ukraina yang punya jauh lebih sedikit tentara, pesawat, dan tank.
Perlawanan Ukraina, disusul komitmen bantuan ratusan juta dollar AS dari NATO dan UE serta para sekutu dan mitranya, membuat arah perang semakin sulit ditebak. Derajat ketidakpastian semakin meningkat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan nuklir Rusia disiagakan. Perintah itu berarti rudal-rudal berhulu ledak nuklir Rusia siap diluncurkan kapan pun bahkan saat Putin mendadak kehilangan kekuasaan sekalipun. ”Kapal selam bersenjata nuklir juga disiagakan dan bisa berada di mana saja tanpa terpantau,” kata pakar nuklir Rusia pada United Nations Institute for Disarmament Research, Pavel Podvig.
Perintah itu menghadirkan peluang baru salah perhitungan. Kesalahan bisa berakibat buruk bagi seluruh penghuni bumi yang harus menanggung dampak ledakan nuklir.
Bela diri
Sebelum perintah itu, Moskwa telah meluncurkan banyak rudal dan roket ke Kiev dan sejumlah kota Ukraina. Banyak tank, aneka kendaraan tempur darat, dan tentu saja jet tempur serta helikopter serbu dikerahkan Rusia ke Ukraina.
Seperti juga Afghanistan, Irak, Libya, Vietnam, hingga Yugoslavia yang pernah diserbu AS dan sekutunya, Ukraina sangat berhak mempertahankan diri dari serangan Rusia. Di sisi lain, sebagaimana Baghdad, Damaskus, Kabul, dan Tripoli, Kiev menjadi korban pelanggaran negara adidaya terhadap Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Rusia maupun AS dan sekutunya dengan jelas melanggar larangan mengancam atau menggunakan kekuatan untuk mengganggu keutuhan wilayah dan kemerdekaan negara lain seperti diatur di pasal itu.
Khusus Damaskus, Kiev, dan Tripoli, keadaannya tidak hanya berhenti di pelanggaran Piagam PBB. Secara tidak langsung, AS dan sekutunya berhadapan dengan Rusia di Libya dan Suriah. Kini, setelah cemoohan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kepada NATO, AS dan sekutunya kembali berhadapan secara tidak langsung dengan Rusia di Ukraina.
Tanggapan NATO, UE, dan para mitra sama sekali berbeda dengan fenomena beberapa tahun terakhir. Mereka lama terkesan tidak akur dan berselisih tentang banyak hal. Setelah Rusia menyerang Ukraina, mereka kompak menjatuhkan sanksi ekonomi baru kepada Rusia. Bahkan, UE memutuskan hal baru: secara terbuka memberi bantuan militer kepada negara yang sedang berperang. Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan UE Josep Borrell mengungkapkan, Brussels menyiapkan 500 juta dollar AS untuk memasok aneka persenjataan ke Ukraina. UE menyusul AS yang lebih dulu mengumumkan bantuan pertahanan 350 juta dollar AS untuk Ukraina. Presiden AS Joe Biden memerintahkan birokrat AS mempercepat pencairan bantuan itu.
Sejumlah pejabat Eropa, termasuk negara-negara di luar Uni Eropa, mendorong warga Eropa berangkat ke Ukraina dan berperang di sana. Pengumuman itu seperti mengimbangi sikap NATO yang menolak mengirimkan tentara untuk berhadapan dengan Rusia di Ukraina.
Persepsi keamanan
Sikap UE dan NATO soal Ukraina sama sekali berbeda jika dibandingkan saat menyikapi aneka perang di Asia dan Afrika yang sebagian melibatkan mereka. Mereka menerapkan embargo senjata ke sebagian negara yang dilanda perang itu. UE dan NATO juga malah menghukum warga yang terlibat perang di Afrika dan Asia. Mayoritas dijerat dengan tuduhan terlibat terorisme.
Konsep keamanan yang dirumuskan Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional asal Inggris, Barry Buzan, bisa dipakai untuk menjelaskan perubahan sikap itu. Bagi Barat, serangan Rusia membuktikan bahwa Moskwa memang ancaman. Karena itu, Jerman memutuskan mengubah sikap dari menolak menjadi memberi persenjataan ke Ukraina. Berlin juga menggandakan belanja pertahanannya.
Sementara bagi Rusia, agresivitas NATO di Eropa Timur dan Eropa Tengah adalah ancaman nyata. Sejak 1989, NATO berulang kali melanggar janji tidak menambah anggota di Eropa Timur dan Eropa Tengah. Tidak hanya menambah anggota, NATO juga menempatkan puluhan ribu tentara dan aneka persenjataan ke dekat Rusia. Anehnya, NATO marah saat Rusia menanggapi dengan menyiagakan tentara dan persenjataan di perbatasan Rusia dengan negara-negara NATO.
Banyak pejabat Barat sudah mengungkapkan bahaya ekspansi itu. Mantan bakal calon Presiden AS yang juga mantan anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Tulsi Gabbard, menyebut bahwa perang Ukraina bisa dicegah jika NATO meredam ambisi perluasannya.
Putin bolak-balik menuntut NATO memberi jaminan tertulis dan mengikat tidak akan terus memperluas keanggotannya. Secara spesifik, Putin meminta NATO tidak akan menjadikan negara di sebelah Rusia sebagai anggota baru. Putin juga meminta NATO menarik ribuan tentara dan aneka persenjataan, termasuk rudal-rudal yang bisa menjangkau Rusia dalam hitungan menit, dari Eropa Timur dan Eropa Tengah. Semua itu ditolak NATO.
Masalahnya, perasaan terancam tidak membuat negara-negara adidaya itu beradu kuasa di wilayah masing-masing. Mereka memilih negara lain sebagai arena pertempuran. Sekarang giliran Ukraina jadi korban adu kuasa adidaya. Tidak ada jaminan ambisi mereka tidak akan meletuskan perang di Taiwan atau Laut China Selatan yang lebih dekat dengan Indonesia. (AFP/REUTERS)