Serangan Rusia Tandai Babak yang Gelap di Eropa
Para pemimpin mengingatkan dampak buruk serangan Rusia ke Ukraina. Meski belum menyatakan akan memberi respons militer kepada Rusia, NATO menyiagakan kekuatan.
KIEV, JUMAT — Rusia menyerang Ukraina dari sejumlah penjuru, baik darat, laut, maupun udara, Kamis (24/2/2022). Rudal-rudal Rusia meluncur ke kota-kota di Ukraina dengan titik target infrastruktur pertahanan Ukraina. Puluhan orang, termasuk warga sipil, dilaporkan tewas.
Serangan Rusia ke Ukraina digambarkan sebagai serangan terbesar oleh satu negara ke negara lain di Eropa sejak Perang Dunia II. Pecahnya konflik terbuka ini menjadi kulminasi konflik antara Rusia dan negara-negara Barat, yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dengan menyeret Ukraina.
Berbagai upaya diplomasi dijalankan sejak November 2021, saat NATO mengumumkan adanya pengerahan pasukan Rusia di dekat perbatasan Ukraina, tetapi gagal.
Baca juga : Dari Memo Budapest hingga Kesepakatan Minsk, Gagalnya Diplomasi Cegah Perang
Serangan Rusia dimulai segera setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan ”operasi militer khusus” ke Ukraina, tiga hari pasca-pengakuannya atas kedaulatan Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur yang dikuasai kelompok separatis pro-Rusia.
Para pemimpin mengecam keras serangan Rusia. ”Jangan biarkan terjadi di Eropa apa yang bisa menjadi perang terburuk sejak awal abad ini. Konflik harus dihentikan,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam seruan langsungnya kepada Putin.
Presiden Joko Widodo melalui Twitter menyerukan penghentian konflik bersenjata di Ukraina. ”Stop perang. Perang menyengsarakan umat manusia dan membahayakan dunia,” cuit Presiden, Kamis.
Pasca-serangan Rusia ke Ukraina, NATO bersiaga penuh. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menegaskan Rusia sudah merusak perdamaian kawasan dengan menggunakan kekuatan untuk menulis ulang sejarah dan tidak mengakui kebebasan dan kemerdekaan Ukraina. ”Ini invasi yang disengaja, berdarah dingin, dan sudah lama direncanakan. Serangan Rusia tidak beralasan dan membuat banyak nyawa tak berdosa dalam bahaya,” kata Stoltenberg.
Adapun para pemimpin Uni Eropa bersiap menyepakati sanksi ekonomi tahap kedua yang menargetkan perdagangan, energi, keuangan, transportasi, dan sektor penting Rusia lainnya.
Baca juga : Dunia Kecam Langkah Rusia, Ukraina Tutup Ruang Udara
Serangan Rusia dilancarkan dengan meluncurkan rudal-rudal, diiringi gerak pasukan Rusia merangsek menyeberangi perbatasan dan masuk ke wilayah Chernihiv, Kharkiv, dan Luhansk. Dari sisi laut, pasukan Rusia juga mendarat di kota-kota pelabuhan Odessa dan Mariupol di wilayah selatan. Suara letusan dan ledakan terdengar di Kiev, ibu kota Ukraina.
Suara-suara letusan dan ledakan terdengar di Kiev, kota yang dihuni tiga juta jiwa, Kamis (24/2/2022). Sirene terdengar di mana-mana dan lalu lintas jalan raya menuju ke luar kota tersendat karena banyak warga yang mencoba menyelamatkan diri. Setelah suara ledakan yang keras, terlihat asap tebal mengepul dari markas besar intelijen militer Ukraina.
Baca juga : Ukraina Minta Dukungan untuk Dorong Dialog dengan Rusia
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy lewat Twitter menyamakan invasi Rusia ke Ukraina dengan operasi militer Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Ia menetapkan status darurat militer di Ukraina. ”Rusia menyerang Ukraina dengan cara pengecut dan bunuh diri seperti Nazi. Mulai hari ini, kita mengambil jalan berbeda. Rusia ambil jalan kejahatan, sementara Ukraina mempertahankan diri sendiri. Kita tidak akan menyerah apa pun yang terjadi,” tulisnya.
Zelenskyy juga mengajak rakyatnya memprotes perang ini dan membela negara dengan turun ke jalan. Persenjataan akan diberikan bagi siapa pun yang mau ikut berjuang melawan Rusia.
Baca juga : Presiden Ukraina Tetapkan Darurat Militer
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menilai situasi ini merupakan saat-saat tergelap kawasan Eropa sejak Perang Dunia II. NATO menyatakan tak akan mengirimkan pasukan ke Ukraina, tetapi akan menyiagakan 100 pesawat tempur.
Ukraina, negara demokratis berpenduduk 44 juta jiwa, merupakan negara terbesar di Eropa setelah Rusia. Setelah merdeka menyusul bubarnya Uni Soviet, Ukraina ingin bergabung dengan NATO dan Uni Eropa.
Moskwa menilai, rencana Ukraina bergabung dengan NATO menjadi ancaman bagi keamanan Rusia. Jika Ukraina masuk NATO, anggota NATO lainnya bisa menempatkan persenjataan di negara itu.
”Kami akan memperjuangkan demiliterisasi Ukraina. Rusia tak akan merasa aman dan hidup dengan ancaman terus-menerus dari Ukraina. Seluruh tanggung jawab pertumpahan darah ini berada di tangan Ukraina,” tutur Putin ketika mengumumkan serangan.
Baca juga : Adu Kuat Rusia-Ukraina
Serangan Rusia dimulai segera setelah Putin memerintahkan ”operasi militer khusus” untuk melindungi rakyat, termasuk rakyat Rusia, yang—dalam bahasanya—menjadi korban ”genosida” di Ukraina. Tuduhan ini dianggap negara-negara Barat hanya propaganda yang absurd.
Pemerintah Rusia yakin, rakyat Rusia akan mendukung operasi militer ini. Belum diketahui durasi misi ini. Hal itu bergantung pada hasil serangan hari pertama pada Kamis dan juga bergantung pada keputusan Putin. Serangan bisa dilakukan sepanjang diperlukan. Juru bicara Pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, menegaskan adanya dukungan rakyat Rusia yang kuat untuk mengakui kelompok separatis Ukraina timur.
Putin selama ini menyangkal rencana menyerang Ukraina dan ternyata ia berbohong. Tiga jam setelah perintah Putin keluar, militer Rusia mengaku sudah menghancurkan infrastruktur militer di pangkalan udara Ukraina demi melemahkan kemampuan pertahanan udara Ukraina.
Rusia juga menutup semua transportasi di Laut Azov. Rusia mengendalikan selat yang mengarah ke laut dengan Pelabuhan Mariupol itu. Ukraina meminta Turki melarang kapal Rusia masuk dari selat yang menghubungkan Laut Hitam ke Mediterania.
Namun, Turki dalam posisi yang sulit karena Turki berbagi perbatasan maritim dengan Ukraina dan Rusia di Laut Hitam. Turki memiliki hubungan yang sama-sama baik dengan kedua negara itu. Dalam perjanjian tahun 1936 disebutkan Turki memiliki kendali atas selat dan bisa membatasi perjalanan kapal perang selama masa perang atau jika dalam situasi terancam.
Kepanikan warga
Meski sudah diperingatkan dalam beberapa bulan terakhir, serangan Rusia bagi warga Ukraina tetap dirasakan mengagetkan. Warga yang tinggal di kota terbesar kedua, Kharkiv, dan dekat perbatasan Rusia merasakan getaran hebat di jendela dan dinding apartemen akibat ledakan bertubi-tubi. Di kota Mangush dan Berdyansk, warga antre untuk menarik uang di ATM serta bensin. Banyak warga yang berkemas untuk menyelamatkan diri.
Antrean panjang terlihat di mana-mana. Warga di Kiev antri untuk mengambil uang serta membeli bahan makanan dan minuman. Lalu lintas ke arah luar kota menuju perbatasan Polandia macet total hingga puluhan kilometer.
Sejumlah negara Barat sudah bersiap menerima dan membantu ratusan ribu warga Ukraina yang menyelamatkan diri. ”Sebaiknya pergi saja karena Putin menyerang kita. Saya takut terkena bom,” kata Oxana yang terjebak macet bersama dengan anaknya yang berusia tiga tahun.
Baca juga : WNI di Ukraina Berkumpul di KBRI Kiev
Nikita (34), warga setempat, tidak menduga negaranya akan diserang. Begitu serangan terjadi, ia segera ke toko untuk membeli air minum, bahan makanan, dan memilih tetap tinggal di rumah bersama keluarganya. Banyak warga seperti Nikita yang memilih tetap tinggal di Kiev meski situasinya mengkhawatirkan.
Hingga Kamis pukul 22.00 WIB, dilaporkan puluhan orang tewas akibat serangan. Otoritas Odessa menyebut 18 orang tewas akibat serangan rudal. Di Brovary, kota dekat ibu kota Kiev, sedikitnya enam orang meninggal. Ukraina juga melaporkan lima orang tewas saat satu pesawat ditembak jatuh.
Militer Ukraina mengklaim sudah menghancurkan empat tank Rusia di Kharkiv dan menewaskan 50 tentara Rusia di Luhansk. Selain itu, ada enam pesawat tempur Rusia yang ditembak jatuh di wilayah timur. Namun, klaim ini dibantah Rusia. Kelompok separatis yang didukung Rusia justru mengklaim menembak jatuh dua pesawat Ukraina.
Kepala Uni Eropa Charles Michel meminta Belarus tidak ikut berpartisipasi dalam operasi militer Rusia. ”Anda punya pilihan untuk tidak mengikuti langkah Rusia yang menghancurkan. Punya pilihan tidak ikut-ikutan dalam tragedi melawan tetanggamu sendiri di Ukraina,” ujarnya.
Belarus merupakan negara sekutu Rusia yang berbatasan dengan Ukraina di utara. Belarus menampung puluhan ribu tentara Rusia saat aksi protes prodemokrasi muncul pada tahun 2020 setelah pemimpin otokratik Alexander Lukashenko menyatakan menang pemilu.
Belarus juga mengizinkan pasukan Rusia menyeberang perbatasan masuk ke Ukraina yang kemudian memanfaatkan wilayah Belarus untuk menghancurkan pasukan Ukraina. Lukashenko menegaskan pasukannya tidak ikut ambil bagian dalam operasi ini.
Baca juga : Serangan Rusia Turut Picu Kenaikan Harga Minyak, Tembus 100 Dollar AS Per Barel
Kepala Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Felippo Grandi mengingatkan konsekuensi kemanusiaan Ukraina akan sangat parah. Negara-negara tetangga Ukraina diimbau tetap membuka perbatasannya dan menerima warga yang mengungsi.
Menyikapi situasi terkini di Ukraina, Kementerian Luar Negeri RI menyiapkan langkah kontingensi untuk warga negara Indonesia di Ukraina. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan, KBRI di Kiev meminta 138 WNI di Ukraina untuk berkumpul di KBRI Kiev jika perlu dilakukan evakuasi.
WNI yang tidak bisa datang ke Kiev, lanjut Judha, diarahkan ke titik-titik kumpul terdekat dengan wilayah mereka. KBRI Kiev berjejaring dengan KBRI Moskwa, Bucharest, dan KBRI Warsawa untuk menyiapkan strategi kontingensi. Hingga kemarin, belum ada kepastian apakah WNI akan dievakuasi dari Ukraina.
(REUTERS/AFP/CAS/WKM/INA/RAZ/DNE/JOS/MHD)