Eropa Jatuhkan Sanksi pada 22 Pejabat dan 4 BUMN Myanmar
Uni Eropa menjatuhkan sanksi tambahan kepada Myanmar. Kali ini, sanksi dijatuhkan terhadap 22 pejabat tinggi Myanmar dan empat perusahaan minyak dan gas yang mendanai militer Myanmar.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
BRUSSELS, SENIN – Uni Eropa menjatuhkan sanksi pembekuan aset Pemerintah Myanmar dan mengeluarkan larangan bepergian pada 22 pejabat tinggi negara itu. Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi terhadap empat perusahaan minyak dan gas milik negara Myanmar yang selama ini dianggap telah mendanai militer yang menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar pada 1 Februari 2021.
Keempat perusahaan yang dikenai sanksi tersebut, Senin (21/2/2022), termasuk Myanma Oil and Gas Enterprise (MOGE) yang merupakan mitra usaha patungan di semua proyek gas lepas pantai di Myanmar. MOGE antara lain terlibat dalam proyek ladang gas Yadana dengan Total Energies dan Chevron. Pada bulan lalu, Total dan Chevron berencana menghentikan operasionalisasi di Myanmar dengan pertimbangan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh militer Myanmar.
Sanksi dari UE pada MOGE dikeluarkan menyusul protes kelompok-kelompok hak asasi manusia di Myanmar dan seluruh dunia yang terus berlanjut. Para aktivis meyakini bahwa sanksi terhadap MOGE akan efektif menghentikan sumber utama pendanaan militer Myanmar.
Sekitar 50 persen pendapatan Pemerintah Myanmar selama ini berasal dari pendapatan gas alam. Dalam perhitungan Pemerintah Myanmar, MOGE akan memperoleh 1,5 miliar dollar AS dari proyek lepas pantai dan pipa pada 2021-2022.
AS dan Eropa sebelumnya telah menjatuhkan sanksi terhadap militer Myanmar. Namun, sanksi tersebut belum menyentuh perusahaan minyak dan gas milik negara. Selama ini ladang gas Yadana memasok gas ke Myanmar dan Thailand.
UE dalam pernyataan tertulisnya menyebutkan UE prihatin atas meningkatknya kekerasan di Myanmar yang kemungkinan bisa menjadi konflik berkepanjangan dan berdampak pada regional. ”Sejak kudeta militer, situasi di Myanmar memburuk terus,” kata Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch John Sifton, yang menyambut baik sanksi UE.
Sifton menilai penerapan sanksi itu sudah tepat mengingat pentingnya keuntungan yang diperoleh dari MOGE bagi militer. UE harus menegakkan sanksi ini secara efektif. Perusahaan-perusahaan energi asing yang sekarang menarik diri dari Myanmar diharapkan juga tidak lagi memberi keuntungan bagi junta lagi.
Agar sanksi efektif, UE harus memastikan agar saham perusahaan minyak dan gas milik negara Myanmar tidak ditransfer atau dilepaskan ke entitas lain yang dikendalikan junta militer. Jika transfer sampai terjadi, itu tetap akan memperkaya junta militer lagi. UE selama ini sudah memberlakukan sanksi terhadap total 65 orang dan 10 entitas organisasi, lembaga, perusahaan, dan bank.
Sejak kudeta militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, aksi protes tanpa kekerasan terus terjadi di Myanmar. Bahkan, perlawanan bersenjata terus bermunculan di sejumlah daerah, merespons cara-cara kekerasan yang dijalankan junta militer.
Kini, Myanmar menghadapi kelompok perlawanan di sejumlah daerah yang dikhawatirkan akan bisa menjadi perang saudara. Sampai sejauh ini, sedikitnya 1.500 warga sipil tewas dalam gejolak kekerasan pascakudeta junta militer. Sebagian korban tewas akibat serangan pasukan junta di daerah-daerah pedesaan, termasuk serangan udara. (LUK)