Pacu Tingkat Kelahiran Penduduk, China Gelontorkan Ragam Insentif
China mulai menghadapi krisis populasi produktif gara-gara kebijakan satu anak selama empat dekade silam. Kini pemerintah menggelontorkan sejumlah insentif. Namun respon masyarakat masih dingin.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
China menghadapi krisis genting di masa depan. Negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia itu akan kekurangan angkatan kerja produktif sebagai konsekuensi dari kebijakan satu anak selama periode 1980-2016.
Kini, pemerintah memperbolehkan warganya memiliki hingga tiga anak. Sayangnya, gayung tak bersambut sejauh ini. Sebagian penduduk sudah enggan memiliki banyak anak. Bahkan sebagian penduduk enggan mempunyai anak sama sekali, terutama anak muda. Tidak mudah bagi pemerintah China membujuk rakyatnya agar mau memiliki anak lebih dari satu. Berbagai kemudahan dan dukungan sudah diberikan seperti keringanan pajak sampai pemberian insentif khusus untuk memiliki anak lagi.
Kini, pemerintah memasukkan 16 fasilitas layanan kesuburan dalam skema asuransi kesehatan pemerintah untuk Kota Beijing. Harian Beijing Daily, Senin, menyebutkan, 16 layanan medis yang menggunakan teknologi bantuan reproduksi akan ditanggung asuransi pemerintah, mulai 26 Maret mendatang.
Inisiatif ini bisa membantu mengurangi pengeluaran pasangan yang berpenghasilan rendah tetapi ingin memiliki anak. Inisiatif yang sama juga membantu keluarga yang tak memiliki akses kepada asuransi kesehatan swasta. Segala bantuan dan kemudahan diberikan karena pemerintah cemas melihat tingkat kelahiran yang pada 2021 turun sampai ke rekor terendah.
Perdana Menteri China, Li Keqiang, dalam pertemuan parlemen tahunan pada Maret 2021 pernah mengatakan China akan mengupayakan tingkat kelahiran yang lebih baik. China menghadapi "bom waktu demografis" karena populasi lanjut usianya meningkat sedangkan angkatan kerja produktifnya semakin berkurang akibat angka kelahiran turun. Kebijakan satu anak yang berlangsung selama empat dekade itu menuai hasilnya sekarang.
Untuk mengatasi kesulitan tenaga kerja, Li mengatakan, pemerintah akan memperpanjang usia pensiun secara bertahap. Langkah ini sudah diambil Provinsi Jiangsu yang mulai Maret mendatang memperbolehkan karyawan yang memenuhi syarat untuk pensiun untuk mengajukan permohonan penundaan. Masa penundaan pensiun tidak kurang dari satu tahun sejak masuk usia pensiun.
Kepala Biro Statistik Nasional, Ning Jizhe, mengakui beratnya tantangan menghadapi populasi yang menua. China mencatat 12 juta kelahiran pada 2020 dengan tingkat fertilitas 1,3 persen. Hasil sensus China pada tahun ini menunjukkan populasi Cina daratan meningkat 5,38 persen menjadi 1,41 miliar jiwa.
Harian the Wall Street Journal, 3 Januari 2022, menyebutkan, selain memberi bantuan pada rakyatnya, pemerintah juga menutup klinik-klinik aborsi. Klinik abrosi tumbuh menjamur di China saat kebijakan satu anak. Dulu, masyarakat takut kena denda dari pemerintah kalau sampai punya anak lebih dari satu sehingga mereka mendatangi klinik aborsi begitu tahu hamil.
Namun menutup klinik aborsi saja tak cukup efektif mendorong angka kelahiran. Anak muda yang datang dari "generasi anak tunggal" tidak mudah untuk mau menikah dan mempunyai anak. Lagipula, selama bertahun-tahun pemerintah jugalah yang meminta perempuan menunda pernikahan. Pandangan rakyat China tentang keluarga dan kelahiran pun berubah selama puluhan tahun terakhir dan menurut Yi Fuxian, peneliti AS yang selama ini mengkritisi kebijakan populasi China, tidak mudah mengubahnya lagi.
Meski berbagai pemerintah daerah menjanjikan uang tunai dan memperpanjang masa cuti melahirkan, tetap saja kebijakan tak berjalan efektif. Guru Besar Ekonomi di Peking University, James Liang, juga meyakini China tak akan bisa menghentikan turunnya tingkat kelahiran tanpa subsidi finansial dalam jumlah besar untuk membantu keluarga membiayai anak lebih banyak. "Semua terkait uang. Tidak bisa mengubah pemikiran orang hanya dengan memaksakan sistem nilai," ujarnya.
Untuk bisa menaikkan tingkat fertilitas, pemerintah perlu memberikan subsidi pada keluarga rata-rata 160.000 dollar Amerika Serikat tiap anak dalam bentuk uang tunai, potongan pajak, subsidi perumahan, dan penitipan anak. Mantan pejabat China yang menangani perencanaan keluarga, Wang Pei’an, mendorong anak muda China untuk lebih bertanggungjawab dan memiliki anak.
Padahal, dulu pada 2017, ia pernah sesumbar China tidak akan kekurangan penduduk sampai 100 tahun lamanya. "Kita harus menghargai nilai sosial dari kelahiran," kata Wang yang kini menjadi penasihat politik itu.
Provinsi Jilin yang memiliki tingkat fertilitas terendah di China memberikan kredit pinjaman sebesar 31.400 dollar AS dengan bunga terendah bagi pasangan yang memiliki anak. Pemerintah juga tidak akan mendenda lagi keluarga yang memiliki anak lebih dari satu. Jilin juga memperpanjang durasi cuti melahirkan yang dibayar dari 98 hari menjadi 180 hari. Perpanjangan cuti menemani istri dan bayi yang baru lahir juga diberikan pada laki-laki, dari yang semula 15 hari menjadi 25 hari.
Peneliti di Pusat Penelitian Populasi dan Pembangunan China, Li Yue, yakin berbagai kebijakan pemerintah perlahan akan mendongkrak tingkat fertilitas. Ia memperkirakan tingkat fertilitas yang terendah akan terjadi sampai 2025 karena selama pandemi Covid-19 orang cenderung tak ingin memiliki anak dan menunda kehamilan. "Dengan dukungan pemerintah seperti sekarang dan dampak pandemi yang nanti berangsur hilang, tingkat fertilitas akan bisa membaik setelah 2025," kata Li kepada harian the Global Times. (REUTERS/LUK)