Ukraina Timur Memanas, Putin Pimpin Uji Rudal-rudal Andalan Rusia
Ketegangan di Ukraina timur terus meningkat, ditandai intensifnya baku tembak artileri oleh tentara Kiev dan pasukan separatis. Pada saat yang sama, Rusia menguji rudal-rudalnya.
KIEV, MINGGU — Situasi di Ukraina timur semakin memanas, Sabtu (19/2/2022), sementara Rusia di bawah komando Presiden Vladimir Putin menguji rudal-rudal balistik dan rudal jelajah berkemampuan nuklir dalam latihan militer. Di pihak lain, Amerika Serikat terus berupaya meyakinkan dunia bahwa Rusia siap menyerang Ukraina.
Perkembangan tersebut menandai ketegangan terbaru yang kerap disebut sebagai salah satu konflik terburuk antara Barat dan Rusia sejak berakhirnya Perang Dingin. Pasukan Rusia dikerahkan ke dekat perbatasan Ukraina, empat bulan terakhir. Barat di bawah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) juga mengerahkan pasukan dan persenjataan di negara-negara sekitar Ukraina dan Rusia.
Salah satu titik area panas, yang berpotensi memantik konflik terbuka, adalah wilayah perbatasan Ukraina-Rusia, yakni wilayah Donbas, yang meliputi Donetsk dan Luhansk. Dua daerah ini sejak 2014 dikuasai pasukan separatis dukungan Rusia. Dua kelompok mendeklarasikan wilayah otonomi, yaitu Republik Rakyat Donetsk yang dipimpin Denis Pushilin dan Republik Rakyat Luhansk dipimpin Leonid Pasechnik.
Ketegangan di wilayah itu meningkat sejak Kamis. Pemerintah Ukraina dan pasukan separatis saling tuding mengenai siapa yang melancarkan tembakan artileri ke pihak lawan. Para pemimpin separatis, Sabtu, mengumumkan mobilisasi militer secara penuh.
Sehari sebelumnya, mereka mengumumkan evakuasi warga sipil ke Rusia dan menuding Ukraina tengah menyiapkan serangan ke dua wilayah di Donbas itu. Di pihak lain, intelijen militer Ukraina menyatakan, pasukan khusus Rusia telah memasang bahan-bahan peledak di sejumlah fasilitas infrastruktur sosial di Donetsk. Warga diimbau tetap tinggal di rumah masing-masing.
Beberapa jam setelah pengumuman evakuasi, sebuah jip meledak di luar kantor pemerintah separatis di Donetsk. Kantor berita Rusia, TASS, melaporkan, kendaraan itu milik pejabat milisi Republik Rakyat Donetsk. Beberapa kantor berita Rusia juga melansir adanya dua ledakan di Luhansk.
Kementerian Luar Negeri Ukraina membantah kabar yang mengatakan bahwa militer negara itu akan menyerang kelompok separatis di Donetsk dan Luhansk. Kiev menyebut kabar itu propaganda dari Rusia yang sengaja memicu kepanikan serta mengadu domba rakyat Ukraina dengan pemerintah.
”Sama sekali tidak ada niat dari Pemerintah Ukraina untuk menyerang rakyat sendiri. Jangan ada yang termakan gosip ini. Ukraina tetap mengedepankan komitmen agar terjadi dialog dengan semua pemangku kepentingan,” tutur Menlu Ukraina Dmytro Kuleba, Jumat.
Kiev juga melaporkan, dua tentaranya tewas dalam baku tembak artileri.
Baca juga : Pertikaian Isu Ukraina di Sidang G-20, Ujian Awal Indonesia Mengelola Rivalitas
Suasana di wilayah yang berbatasan dengan Rusia itu terus tegang walaupun Pemerintah Ukraina berusaha mendinginkannya. Mereka juga meminta agar negara-negara Barat tidak terus menggaungkan bahwa akan terjadi peperangan.
Dijadikan tameng
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengkhawatirkan hal tersebut memicu gangguan keamanan publik dan menurunkan ekonomi negara. Sementara dalam pidatonya pada Konferensi Keamanan Muenchen di Jerman, Sabtu, ia mengecam keras ”kebijakan untuk menyenangkan” Moskwa.
”Selama delapan tahun, Ukraina menjadi tameng. Selama delapan tahun, Ukraina menahan salah satu tentara terhebat di dunia,” kata Zelenskyy.
Zelenskyy juga menuntut ”kerangka waktu yang jelas, bisa dilaksanakan, bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO”. Ukraina telah mengajukan minatnya untuk bergabung dengan aliansi militer negara-negara Barat itu. Namun, Moskwa menganggap keinginan itu sebagai ”garis merah” yang tidak boleh diterabas. Jika Ukraina bergabung dengan NATO, rudal dan persenjataan Barat hanya butuh beberapa menit untuk menjangkau Moskwa.
Zelenskyy menyatakan, ia ingin bertemu Putin untuk ”mengetahui apa yang diinginkan presiden Rusia itu”.
Baca juga : Ukraina Timur Semakin Tegang, Rusia Bersiap Uji Rudal Balistik
Kabar burung bahwa Kiev akan melancarkan serangan membuat kelompok separatis yang didukung Rusia mengeluarkan perintah mengevakuasi warga. Dua kelompok, yaitu Republik Rakyat Donetsk yang dipimpin oleh Denis Pushilin dan Republik Rakyat Luhanska yang dipimpin oleh Leonid Pasechnik, mengeluarkan perintah kepada para separatis agar menyiagakan pasukan milisi untuk melawan militer Ukraina kalau-kalau terjadi serangan.
Sejauh ini, dari 700.000 warga di Donetsk, sebanyak 7.000 orang sedang dalam proses evakuasi oleh dua kelompok separatis itu dengan tujuan melintasi perbatasan ke Rusia. Banyak keluarga di wilayah itu, yang kebanyakan berbahasa Rusia, telah diberi status kewarganegaraan Rusia oleh Moskwa.
Baca juga: Javaman, Kapal Drone Rancangan Amerika Serikat
Pimpin uji rudal
Di tengah meningkatnya ketegangan di Ukraina timur itu, Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin uji rudal-rudal terbaru hipersonik, rudal jelajah, dan rudal balistik berkapasitas nuklir dalam latihan militer. Uji coba dipimpin Putin. Ia bersama tamunya, Presiden Belarus Alexander Lukashenko, di ruang kendali di Kremlin.
”Semua rudal mengenai target,” sebut Kremlin. Ditambahkan, latihan militer itu juga melibatkan pesawat pengebom Tu-95 dan kapal-kapal selam.
”Uji coba peluncuran (rudal) semacam itu, tentu, tak mungkin dilakukan tanpa kepala negara. Anda tentu tahu tentang koper warna hitam dan tombol warna merah,” kata Dmitry Peskov, jubir Kremlin, merujuk pada kode peluncuran nuklir.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, latihan militer itu melibatkan seluruh angkatan bersenjata, termasuk pasukan roket strategis serta Armada Utara dan Laut Hitam, yang mengendalikan kapal-kapal selam bertenaga nuklir.
Sejumlah analis di Moskwa mengatakan, melalui uji rudal itu, Kremlin ingin mengirim pesan kepada NATO agar mempertimbangkan secara serius jaminan keamanan yang diminta Rusia. Moskwa meminta jaminan keamanan, termasuk mencegah Ukraina agar tak jadi anggota NATO, sejak pakta militer itu memperluas keanggotaan ke wilayah timur pasca-runtuhnya Uni Soviet tahun 1991.
”Sinyal (pesan) kepada Barat tidak terlalu banyak menekankan ’jangan ikut campur’, melainkan dirancang untuk mengatakan bahwa masalahnya bukan Ukraina dan sebenarnya jauh lebih luas,” kata Dmitry Stefanovich, peneliti pada lembaga IMEMO RAS, kepada kantor berita Reuters.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, Sabtu, mengatakan bahwa Rusia tahu, NATO tidak dapat memenuhi tuntutannya, termasuk penarikan pasukan NATO dari negara-negara bekas komunis di Eropa timur yang memilih bergabung dengan NATO.
Desakan dialog
Menlu Ukraina Dmytro Kuleba mengungkapkan bahwa Ukraina mengirim permohonan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Isinya, Rusia telah melanggar Kesepakatan Minsk yang dibuat setelah letupan perang tahun 2014 dan menekankan pada status quo serta gencatan senjata.
”Rusia jelas-jelas telah melanggar perjanjian ini. Militer kami mencatat ada 60 pelanggaran berupa penyerangan ke wilayah Ukraina,” kata Kuleba.
Pada 17 Februari, Rusia melepas tembakan ke Luhanska yang merusak satu gedung taman kanak-kanak, dua rumah warga, gardu listrik, dan pipa gas. Terdapat pula tiga pegawai TK yang luka-luka terkena pecahan gedung.
Baca juga: AS Desak Rusia Tarik Pasukan, Kremlin: Tentara Rusia Bergerak di Tanah Sendiri
Permintaan penyegeraan dialog turut diutarakan oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi. Ia menekankan pentingnya kedua belah pihak duduk bersama dan membahas Kesepakatan Minsk. Dilansir dari kantor berita negara, Xinhua, Wang mengkhawatirkan Ukraina dijadikan alat bagi negara-negara adidaya untuk memperluas pengaruh politik mereka di Eropa Timur.
Di London, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan siap membekukan semua aset Rusia di Inggris apabila Rusia tidak segera mundur dari perbatasan. Ia menyebutkan, jika terjadi invasi, akan berimbas buruk kepada kestabilan dunia.
Baca juga: Washington Panen Miliaran Dollar AS di Tengah Krisis Rusia-Ukraina
Di Washington, Presiden AS Joe Biden kembali mengatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina tak lama lagi. ”Kami punya alasan untuk percaya bahwa pasukan Rusia tengah merencanakan dan bermaksud menyerang Ukraina pekan depan, beberapa hari ke depan,” ujarnya. ”Saat ini, saya yakin, dia (Putin) telah membuat keputusan.” (AP/AFP/REUTERS)