Kerja Sama Kunci Memperkuat Arsitektur Kesehatan Dunia
Presiden Jokowi menyebutkan, penguatan arsitektur kesehatan dunia akan jadi salah satu agenda prioritas G20. Peran G20 dinilai penting, termasuk mendorong dukungan pembiayaan kesehatan bagi negara berkembang.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengapresiasi peran The Access to Covid-19 Tools Accelerator atau ACT-A dalam mendorong pengembangan dan akses yang berkeadilan terhadap obat, alat diagnostik, dan vaksin Covid-19.
”ACT-A merupakan bagian penting arsitektur kesehatan dunia sekaligus bukti nyata manfaat multilateralisme. Ke depannya, peran ACT-A masih sangat dibutuhkan, termasuk untuk menjembatani ketimpangan vaksinasi global. No one is safe until everyone is,” ujar Presiden dalam pidatonya untuk ACT-A sebagaimana ditayangkan Youtube Sekretariat Presiden pada Kamis (10/2/2022).
ACT-A merupakan kolaborasi global yang inovatif untuk mempercepat pengembangan, produksi, dan akses yang adil terhadap tes, perawatan, dan vaksin Covid-19. ACT-A diluncurkan pada akhir April 2020 dalam acara yang diselenggarakan bersama oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Presiden Perancis, Presiden Komisi Eropa, dan Yayasan Bill & Melinda Gates.
Sebagai Presiden G-20, Indonesia juga menegaskan, penguatan arsitektur kesehatan dunia akan jadi salah satu agenda prioritas. ”Dunia harus lebih siap dan lebih tanggap terhadap krisis kesehatan. Setiap negara harus memiliki kesempatan yang sama untuk mempersiapkan diri dari ancaman pandemi berikutnya,” jelasnya.
Lebih jauh, Presiden Jokowi menyebut bahwa berbagai pembenahan harus dilakukan dan penguatan kapasitas negara berkembang harus mendapatkan perhatian khusus. Pada saat yang sama, negara berkembang juga harus diberdayakan sebagai solusi.
”Negara berkembang harus menjadi bagian dari rantai pasok suplai obat, vaksin, dan peralatan kesehatan. Untuk itu, kerja sama, riset, investasi, dan transfer teknologi mutlak dilakukan,” tambahnya.
Menurut Presiden Jokowi, solidaritas dan kerja sama adalah kunci untuk keluar dari pandemi dan membangun arsitektur kesehatan dunia yang lebih tangguh. ”Peran G-20 sangat penting dalam membangun arsitektur kesehatan dunia, termasuk dalam mendorong dukungan pembiayaan kesehatan bagi negara berkembang. Recover together, recover stronger,” ujarnya.
Dalam keterangan tertulis di laman resminya pada Rabu (9/2/2022), WHO menyerukan kepada negara-negara kaya di dunia untuk membantu negara berpenghasilan rendah dan menengah. Hal ini terutama dalam meningkatkan perawatan kesehatan serta vaksinasi Covid-19 untuk mengakhiri pandemi Covid-19 sebagai darurat kesehatan global pada 2022 dengan turut berkontribusi mendanai ACT-A.
Kesenjangan akses
WHO meminta negara kaya di dunia untuk menyediakan dana hibah sebesar 16,8 miliar dollar AS dari total kebutuhan pembiayaan sebesar 23,4 miliar dollar AS untuk Oktober 2021 hingga September 2022. Targetnya, sisa 6,5 miliar dollar AS dari total anggaran 23,4 miliar dollar AS itu akan dibiayai sendiri oleh negara-negara berpenghasilan menengah dengan menggunakan sumber daya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pengadaan tertentu, yang didukung oleh bank pembangunan multilateral.
Dana donasi dari negara kaya tersebut sangat dibutuhkan untuk membiayai pekerjaan lembaga-lembaga ACT-A. Investasi ini akan digunakan untuk penyediaan peralatan untuk memerangi Covid-19 bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Dukungan dari negara-negara berpenghasilan lebih tinggi ini dibutuhkan untuk menekan kesenjangan akses global yang besar ke alat-alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. Sebanyak lebih dari 4,7 miliar tes Covid-19, misalnya, telah dilakukan secara global sejak awal pandemi. Namun, hanya sekitar 22 juta tes yang telah dilakukan di negara-negara berpenghasilan rendah atau 0,4 persen dari total global.
Terkait vaksinasi, hanya 10 persen penduduk di negara berpenghasilan rendah yang telah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Ketimpangan besar-besaran ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga merugikan secara ekonomi. Hal ini juga berisiko memunculkan varian baru yang lebih berbahaya yang dapat merampas efektivitas alat-alat dan membuat kemunduran kondisi dari populasi yang sudah divaksinasi.
Donasi dari negara kaya ini akan membantu peluncuran alat untuk memerangi COVID-19 secara global, membantu mengekang penularan virus, memutus siklus varian, meringankan pekerja dan sistem kesehatan yang terbebani, dan menyelamatkan nyawa. Dengan penundaan setiap bulan, ekonomi global akan kehilangan hampir empat kali lipat investasi yang dibutuhkan ACT-A.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, penyebaran varian omicron yang cepat mendesak kepastian pendistribusian alat tes Covid-19, perawaran kesehatan, dan vaksinasi yang merata secara global. Donasi dari negara kaya untuk program ACT-Accelerator dapat mendukung negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk mengatasi tingkat vaksinasi Covid-19 yang rendah, pengujian yang lemah, dan kekurangan obat-obatan.
”Sains memberi kita alat untuk melawan Covid-19, jika dibagikan secara global dalam solidaritas, kita dapat mengakhiri Covid-19 sebagai darurat kesehatan global tahun ini,” ujar Tedros.