Pandemi Covid-19 mengungkap ancaman dan kekurangan pada sistem kesehatan global. Uni Eropa, dalam inisiatifnya menggulirkan kesepakatan global mencegah pandemi di masa depan, mewacanakan penutupan pasar satwa liar.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
BRUSSELS, RABU – Uni Eropa mendorong traktat atau kesepakatan global untuk mencegah pandemi baru. Wacana yang muncul, antara lain, adalah larangan adanya pasar satwa liar hingga pemberian insentif bagi negara-negara untuk melaporkan virus atau varian baru virus tertentu.
Sumber dari kalangan diplomat Uni Eropa (UE) mengungkapkan, para perunding bertemu untuk pertama kali di Brussels, Belgia, Rabu (9/2/2022). Targetnya, pembicaraan akan menghasilkan kesepakatan awal traktat pada Agustus tahun ini.
Dalam mencapai target itu, UE berupaya keras mendapatkan dukungan penuh dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara besar lainnya. Beberapa negara disebut menginginkan sebuah perjanjian atau kesepakatan yang sifatnya tidak mengikat.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengaku tidak bisa berkomentar terkait dengan perjanjian apa pun untuk saat ini. Michel pada November 2020 telah mengusulkan sebuah perjanjian baru secara global tentang pandemi. Gedung Putih sejauh ini juga tidak merespons ketika dimintai konfirmasi tentang rencana UE itu.
Becermin dari pengalaman pandemi Covid-19, merujuk pada teori yang paling banyak diterima secara global, pandemi ini dimulai lewat penularan virus SARS-CoV-2 dari hewan ke manusia di sebuah pasar satwa liar di Wuhan, China. Pemerintah China pada awalnya dipuji oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena memberi tahu dengan cepat tentang virus baru itu. Namun, kemudian AS secara khusus menuduh China menahan informasi tentang kemungkinan asal mula wabah tersebut.
Sumber dari diplomat UE menyebutkan, penutupan secara bertahap pasar satwa liar ada di antara langkah-langkah yang ingin dimasukkan UE dalam perjanjian itu. Insentif bagi negara-negara untuk melaporkan virus baru juga dipandang penting untuk membantu deteksi secara cepat dan menghindari penyembunyian informasi atas hal itu.
Pada tahun lalu, negara-negara di bagian selatan Benua Afrika terkena sanksi pembatasan penerbangan setelah mereka mengidentifikasi varian virus Covid-19 Omicron. Nihilnya insentif menarik bagi negara pelapor dikhawatirkan dapat menghalangi pelaporan wabah serupa di masa depan.
Insentif yang dimaksud dapat berupa jaminan akses ke obat-obatan dan vaksin yang dikembangkan untuk melawan virus baru. Ada pula pasokan aneka peralatan medis yang dibutuhkan melalui mekanisme yang tersedia secara global.
Pembicaraan soal proposal traktat itu akan melibatkan delegasi dari enam negara yang mewakili wilayah utama dunia. Mereka adalah Belanda yang mewakili Eropa, Jepang untuk Asia Timur, Brasil untuk Amerika, Afrika Selatan untuk Afrika bagian selatan, Mesir untuk Afrika bagian utara dan Thailand untuk kawasan Asia Tenggara.
Brasil disebut menyukai perjanjian yang tidak mengikat sifatnya. Sebaliknya, UE yang diwakili Belanda, ingin memperkenalkan kewajiban yang mengikat secara hukum. Jika kesepakatan itu tercapai, perjanjian itu secara penuh diharapkan akan ditandatangani pada Mei 2024.
Sebagai bagian dari perombakan aturan kesehatan global, negara-negara itu juga merundingkan penyesuaian Peraturan Kesehatan Internasional. Hal itu mencakup seperangkat aturan global untuk mencegah penyebaran penyakit menular. Sebanyak dua sumber menyebutkan, AS ingin memperkuat aturan untuk meningkatkan transparansi dan memberikan WHO akses secara cepat ke tempat yang diduga menjadi awal penyebaran suatu wabah penyakit.
Pada awal Desember 2021, Majelis Kesehatan Dunia WHO sepakat memulai proses global untuk merancang dan merundingkan sebuah konvensi, kesepakatan, atau instrumen internasional lainnya untuk memperkuat pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon atas pandemi baru.
Proses global untuk sebuah konvensi di bawah Konstitusi WHO itu dihasilkan lewat sebuah keputusan konsensus. Keputusan itu menurut Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, adalah sebuah keputusan bersejarah.
Tedros juga menyebutkan keputusan itu vital dan mewakili peluang sekali dalam satu generasi untuk memperkuat arsitektur kesehatan global. Tujuan akhirnya adalah guna melindungi dan mempromosikan kesejahteraan bagi seluruh warga Bumi.
Pandemi Covid-19 telah mengungkapkan bahwa banyak kekurangan dalam sistem global untuk melindungi orang dari pandemi.
“Pandemi Covid-19 telah mengungkapkan bahwa banyak kekurangan dalam sistem global untuk melindungi orang dari pandemi, yakni orang paling rentan tidak memiliki vaksin, petugas kesehatan tidak dibekali peralatan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan penyelamatan jiwa, dan pendekatan egois yang menghalangi solidaritas global untuk menghadapi ancaman global," kata Tedros.
Pasal 19 Konstitusi WHO memberi Majelis Kesehatan Dunia wewenang untuk mengadopsi konvensi atau kesepakatan tentang masalah apa pun dalam kompetensi WHO. Satu-satunya instrumen yang ditetapkan berdasarkan Pasal 19 hingga saat ini adalah Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau. Konvensi itu telah memberikan kontribusi signifikan dan cepat untuk melindungi warga sejak berlaku pada 2005. (REUTERS/BEN)