Kota-kota di Eropa Barat, seperti London dan Paris, kondang karena harga propertinya yang dinilai kelewat mahal. Namun harga rumah di Eropa Tengah dan Timur pun sulit terbeli karena kecilnya pendapatan warga setempat.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
PRAHA, RABU – Memiliki sebuah rumah tapak atau flat adalah impian yang semakin sulit diwujudkan bagi kebanyakan warga di Eropa, terutama kaum muda. Kurangnya pasokan dan kenaikan suku bunga pinjaman bank membuat harga rumah sulit dijangkau.
Meera Sankar harus menelan pil pahit atas impiannya memiliki sebuah flat di Praha, Republik Ceko. Ia tidak mampu membeli rumah itu dengan harga yang ditawarkan penjualnya, yakni senilai 4 juta crown atau 189.000 dollar AS. Dalam rupiah, sekitar Rp 2,7 miliar.
"Saya memutuskan untuk tetap menyewa ketika saya mendapati flat yang diiklankan seluas 60 meter persegi, tapi luas bangunan flat itu hanya 20 meter persegi dan sisanya adalah taman. Hampir tidak ada cukup ruang untuk satu orang dan beberapa perabot. Saya menghabiskan dua tahun secara aktif mencari hunian tapi nilainya terlalu mahal dan tidak ada yang lebih murah," kata Sankar.
Kota-kota di Eropa Barat, seperti London, Paris, atau Hamburg, dikenal dengan harga propertinya yang kelewat mahal bagi warga kebanyakan. Kondisinya lebih ekstrem di Eropa tengah dan timur. Harga-harga rumah lebih tak terjangkau karena tingkat gaji warga di wilayah itu lebih rendah ketimbang di Eropa Barat.
Republik Ceko sebenarnya memiliki pasar perumahan paling terjangkau di Eropa dengan harga rata-rata setara dengan 12,2 kali gaji tahunan kotor warganya. Merujuk survei keterjangkauan perumahan Deloitte yang dirilis per 2021, nilai itu relatif cukup untuk membeli apartemen seluas 70 meter persegi. Ini sebanding dengan enam kali gaji rata-rata tahunan untuk membeli properti di Jerman dan 5,1 rata-rata gaji tahunan di Norwegia.
Data Eurostat menunjukkan harga perumahan di Ceko naik 22 persen secara tahunan pada triwulan III-2021 lalu. Ini adalah kenaikan tercepat harga rata-rata rumah di Uni Eropa dalam dua triwulan berturut-turut.
"Orang-orang yang sekarang menemui masalah (untuk membeli rumah) juga merupakan golongan berpenghasilan menengah dan bahkan berpenghasilan sedikit lebih tinggi. Jadi jika Anda memikirkan (pekerja) penting seperti guru, polisi, petugas pemadam kebakaran, mereka mungkin tidak mampu membeli apartemen apa pun di Praha saat ini," kata Vit Hradil, kepala ekonom di perusahaan pialang Ceko Cyrrus.
Harga-harga properti di kawasan Eropa tengah telah naik setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir. Jika dibandingkan dengan harga pada 2010, misalnya, rata-rata harganya telah melonjak dua kali lipat.
Harga-harga properti di kawasan Eropa tengah telah naik setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir. Jika dibandingkan dengan harga pada 2010, misalnya, rata-rata harganya telah melonjak dua kali lipat. Di pusat kota Warsawa, Polandia, misalnya harga property rata-rata per meter persegi berkisar sekitar 4.000 euro (4.562 dollar AS) dibandingkan dengan 3.770 euro di Brussels.
Padahal tingkat gaji bersih bulanan di Brussels adalah lebih dari dua kali gaji rata-rata di Warsawa. Hal itu merujuk pada data Numbeo, sebuah situs web yang membandingkan biaya hidup di kota-kota.
Masalah tambahan di Praha adalah lama menunggu pengembang untuk mendapatkan izin konstruksi. Padahal pasokan rumah di pasar terbatas. Analisis pengembang Trigema, Central Group dan Skanska Reality, menyebutkan, pada 2021, misalnya, pasokan di ibu kota Ceko mencapai level terendah dalam 10 tahun terakhir. Rata-rata hanya tersedia 3.300 unit apartemen baru pada tahun itu. Ini lebih rendah ketimbang setahun sebelumnya, yakni 1.980 unit.
Kenaikan harga properti juga didorong oleh pertumbuhan upah yang cepat dan periode suku bunga rendah yang berkelanjutan. Efeknya adalah pinjaman lebih mudah diakses dan pada gilirannya ikut mendorong naiknya permintaan untuk properti sebagai sarana investasi.
“Jika Anda memikirkan pembeli pertama, yang belum pernah memasuki pasar real estat sebelumnya dan baru masuk sekarang, mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk membeli kecuali mereka didukung oleh anggota keluarga dengan sejumlah besar uang tunai,” kata Hradil.
Eropa Tengah telah lebih dulu menaikkan suku bunga bank setelah pandemi Covid-19. Kondisi itu mendorong biaya hipotek ke tingkat yang belum pernah terjadi sejak sebelum resesi global 2008-20009. Hal itu juga semakin meningkatkan biaya bagi mereka yang mencari hunian pertama.
Bank sentral Hungaria, misalnya, mengatakan pada Januari akan melanjutkan kenaikan suku bunga untuk menahan inflasi. Bank sentral Hungaria pada Selasa (8/2/2022) menaikkan suku bunga lagi sebesar 50 basis poin menjadi 2,75 persen dan mengisyaratkan pengetatan lebih lanjut.
Bank Nasional Ceko yang memperkenalkan kembali batas pinjaman hipotek juga menaikkan suku bunga utamanya ke level tertinggi selama 20 tahun terakhir, yakni di level 4,50 persen pada pekan lalu. Batas pinjaman hipotek itu misalnya, pinjaman tidak boleh lebih dari 80 persen dari nilai properti atau plafon beban utang peminjan terhadap pendapatan,
Pemerintah sejumlah negara di Eropa pun mencoba menawarkan solusi. Hungaria membekukan suku bunga hipotek ritel untuk periode enam bulan dari Januari. Tujuannya untuk melindungi peminjam dengan hipotek mengambang dan telah menargetkan hibah dan pinjaman bank bersubsidi senilai hingga 80 juta dollar AS bagi keluarga-keluarga muda. Sementara Pemerintah Polandia menjamin deposit properti hingga 20 persen dari nilainya hingga maksimum 25.206 dollar AS guna warga yang tidak dapat menabung untuk uang muka. (REUTERS/BEN)