Laba Bersih Alphabet Kejar Penerimaan Pajak Indonesia
Bukukan laba bersih sekitar Rp 1.090,45 triliun pada 2021, Alphabet mengejar realisasi penerimaan pajak Indonesia. Bahkan bagi kebanyakan negara berpendapatan bawah dan menengah, laba raksasa teknologi itu lebih besar.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
SILICON VALLEY, RABU – Raksasa teknologi Alphabet Inc yang merupakan induk dari Google dan Youtube menikmati peningkatan laba hampir dua kali lipat pada 2021. Pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat global terkurung di tempat tinggal mereka telah memberi pengaruh positif bagi berbagai raksasa teknologi. Selain itu, Alphabet juga akan memecah saham mereka agar lebih terakses oleh masyarakat awam.
Pengumuman itu dilakukan oleh Direktur Eksekutif Alphabet Inc Sundar Pichai di Silicon Valley, Negara Bagian California, Amerika Serikat (AS), Selasa (1/2/2022) waktu setempat atau Rabu (2/2) WIB. “Memang pada 2020 ketika pandemi Covid-19 bermula, bisnis menjadi lesu. Akan tetapi, setelah hampir dua tahun pandemi, bisnis kembali bangkit dan ada beberapa sektor yang menyumbang pendapatan dibandingkan yang lain,” tuturnya.
Baca juga:
Terbukti Memonopoli Bisnis Iklan, Google Dihukum Bayar Rp 38 Triliun ke Perancis
Pichai mengungkapkan, laba bersih Google pada akhir 2020 adalah 40 miliar dollar AS atau sekitar Rp 573,92 triliun. Pada 2021, laba bersih perusahaan melonjak menjadi 76 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.090,45 triliun. Penyumbang pendapatan terbesar ialah bisnis iklan, yaitu 65 miliar dollar AS. Di peringkat kedua adalah bisnis penyimpanan data awan atau Cloud yang memiliki kenaikan bisnis 45 persen sehingga bisa memberi laba bersih sebesar 5,5 miliar dollar AS.
“Dari sisi retail, penjualan telepon genggam Pixel ternyata juga meningkat. Padahal, kami memiliki masalah produksi karena rantai pasok berkurang drastis selama pandemi,” kata Pichai.
Dengan capaian itu, laba bersih Alphabet semakin mengejar realisasi penerimaan pajak Indonesia. Dalam konferensi pers per 3 Januari 2022 di Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyatakan, realisasi sementara penerimaan pajak 2021 mencapai Rp 1.277,5 triliun atau 103,9 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun. Capaian ini tumbuh 19,2 persen dari penerimaan pajak 2020 yang sebesar Rp 1.072,1 triliun.
Sementara jika dibandingkan dengan penerimaan kebanyakan negara berpendapatan bawah dan menengah, laba bersih Aplhabet masih lebih besar. Termasuk jika dibanding Malaysia misalnya. Realisasi total penerimaan Malaysia pada 2021 diperkirakan 221 miliar ringgit atau sekitar Rp 757,87 triliun.
Pandemi memberi keuntungan bagi penyedia layanan internet. Hampir semua kegiatan, seperti bekerja, bersekolah, kuliah, dan berbelanja dilakukan secara daring. Selain Alphabet, keuntungan juga diraup oleh raksasa-raksasa digital antara lain adalah Amazon, Facebook/Meta, dan Netflix.
Perusahaan-perusahaan tersebut sempat menghadapi permasalahan seperti munculnya peraturan antimonopoli. Ada pula aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah China yang mewajibkan semua raksasa daring membagi data dengan pemerintah. Menanggapi kebijakan ini, Microsoft, Yahoo, dan LinkedIn memilih menutup usaha mereka di China.
Terkait kendala ini, Pichai mengatakan bahwa mereka siap bekerja sama dengan pemerintah, termasuk Pemerintah AS, yang masih menggodok rancangan undang-undang antimonopoli. Di antara semua raksasa digital, Alphabet paling banyak menghadapi tekanan kasus. Mereka dituduh melakukan monopoli iklan dan mematikan perusahaan-perusahaan independen.
Pichai mengingatkan, apabila Alphabet pada akhirnya mengikuti pedoman pemerintah, masyarakat global harus siap menghadapi adanya perubahan layanan untuk semua unit perusahaan itu. Saat ini, Alphabet juga masih memproses pengajuan banding ke pengadilan Uni Eropa di Brussles, Belgia. Alphabet divonis denda sebesar 2,4 miliar euro atas tuduhan monopoli iklan. Meskipun demikian, perusahaan ini optimistis bahwa bisnis iklan bisa mendatangkan omzet sampai dengan 171 miliar dollar AS pada 2022.
Analis ekonomi untuk firma The Bridge, Scott Kressler mengatakan bahwa sejauh ini tampaknya bisnis bagi para raksasa daring masih optimistis. “Kita benar-benar harus menunggu sampai aturan-aturan itu disahkan. Juga apabila pengajuan banding di Eropa diterima atau ditolak. Ini akan menjadi peristiwa besar yang menentukan bisnis raksasa daring ke depan,” ujarnya.
Demi memperoleh lebih banyak keuntungan, Alphabet berencana memecah saham mereka. Perusahaan akan memecah dengan perhitungan 1 banding 20. Dilansir dari Bloomberg, pemecahan saham juga pernah dilakukan sebanyak tiga kali oleh perusahaan Amazon, yakni pada 1998 dan 1999. Setelah itu, hingga 2019, tidak ada perusahaan AS yang mememcah saham sampai Tesla melakukannya pada 2020.
Perhitungan Bloomberg menyebutkan, saham Alphabet yang belum dipecah seharga 2.752 dollar AS per lembar. Jika sudah dipecah, per lembarnya seharga 138 dollar AS. Menurut peneliti senior di Ned Davis Research, Ed Clissold, Alphabet ingin menambah jumlah pembeli saham mereka.
“Alphabet tidak lagi mengincar korporasi dan konglomerat. Mereka menginginkan masyarakat awam mau membeli saham mereka walaupun hanya beberapa lembar,” katanya. (AP/AFP)