Arsitek sanksi ekonomi untuk Iran, Richard Nephew, dikabarkan mundur dari tim perunding Pemerintah Amerika Serikat. Di saat yang sama, sikap Iran dan AS mulai berubah.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Tim perunding Pemerintah Amerika Serikat untuk program nuklir Iran dikabarkan pecah setelah Richard Nephew, anggota senior tim, mundur. Mundurnya Nephew, yang bergabung dengan tim perunding Pemerintah AS sejak Maret 2022 dikabarkan karena perbedaan pendapat yang tajam dengan anggota tim lainnya.
Mundurnya Nephew dikonfirmasi oleh seorang pejabat di Departemen Luar Negeri (Deplu) AS, Senin (24/1/2022). Meski telah mundur, Nephew, yang sebelumnya menjabat Wakil Utusan Khusus AS untuk Iran, tetap menjalankan tugas sebagai pegawai Deplu AS. Pejabat tersebut tidak menjelaskan alasan mundurnya Nephew, tetapi menyebut bahwa hal itu sebagai sebuah kejadian yang biasa terjadi dalam sebuah pemerintahan.
Kabar mengenai mundurnya Nephew, yang juga merupakan ahli bidang energi pada Pusat Kebijakan Energi Global Universitas Columbia, diberitakan pertama kali oleh The Wall Street Journal. Berbeda pendapat soal Iran, Nephew dikabarkan menganjurkan sikap yang lebih keras dalam perundingan tidak langsung program nuklir Iran yang tengah berjalan.
Belum ada reaksi dari pemerintah dan media Iran soal mundurnya Nephew. Namun, pada saat Presiden AS Joe Biden memasukkan nama Nephew ke dalam tim, sejumlah media di Iran menilai langkah itu sebagai blunder.
Dikutip dari Tehran Times, anggota parlemen Iran Ahmad Naderi menyebut masuknya Nephew ke dalam tim sebagai bukti kejahatan pemerintahan Biden. Dia juga menyebut Nephew, yang dikenal sebagai salah satu tokoh di balik sanksi berat AS terhadap Iran, sebagai penindas. ”Memasukkan arsitek sanksi yang menindas membuktikan bahwa kebencian warga AS terhadap Iran tidak terkungkung oleh ideologinya, baik itu Partai Republik maupun Demokrat,” cuit Naderi melalui akun Twitter-nya.
Nephew dikenal luas sebagai ahli masalah energi, non-proliferasi, dan sanksi. Dia dikenal sebagai teknokrat lintas partai yang pernah bekerja pada dua pemerintahan, yaitu George W Bush (Partai Republik) maupun pada saat Barack Obama (Demokrat) berkuasa. Dia sempat menjabat sebagai Direktur Iran pada Dewan Keamanan Nasional (Mei 2011-Januari 2013) yang membuatnya bertanggung jawab atas perluasan sanksi terhadap Iran sebelum Rencana Aksi Komprehensif Bersama 2015 ditandatangani.
Pengangkatannya sebagai wakil Mr Malley, yang dikritik karena terlalu lunak terhadap Iran, ditujukan untuk menyeimbangkan tim Departemen Luar Negeri. Sumber-sumber AS mengatakan kepada The National bahwa Menteri Luar Negeri AS Tony Blinken mendorong keragaman pandangan dan pendapat tentang masalah Iran. Nephew adalah pilihan awal untuk pekerjaan itu karena keahliannya dan hubungannya yang dekat dengan tim transisi Biden.
Selain Nephew dan Robert O Malley, Utusan Khusus Pemerintah AS untuk Iran, ada dua nama lain yang bergabung di dalam tim tersebut, yaitu Ariane Tabatabai, penasihat senior Kantor Wakil Sekretaris Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional serta Jarret Blanc, koordinator implementasi nuklir Iran di Departemen Luar Negeri AS pada masa pemerintahan Obama.
Mundurnya Nephew terjadi di saat yang kritis, yakni ketika tidak ada kemajuan yang berarti dalam perundingan tidak langsung program nuklir Iran walau negosiasi telah berlangsung hingga putaran ke delapan. Di saat yang sama, Iran semakin maju dengan program pengayaan uraniumnya yang diduga nyaris mendekati tahap untuk digunakan dalam sistem persenjataan. Teheran menyangkal bahwa pengembangan tersebut untuk produksi senjata nuklir. Iran juga menolak tenggat waktu yang diberlakukan AS.
Pejabat Departemen Luar Negeri AS menyebut, mundurnya Donald Trump dari JCPOA pada 2018 membuat pemerintahan Biden mengalami krisis. ”Mencari jalan keluar dari situasi ini membutuhkan banyak keputusan sulit dan keberimbangan. Mungkin ada ketidaksepakatan yang masuk akal. Para pejabat senior AS tengah mempertimbangkan dengan cermat pilihan-pilihan ini, mempertimbangkan berbagai pandangan dan memutuskan kebijakan yang akan diambil,” katanya.
Di tengah kebuntuan terjadi pergeseran sikap Pemerintah AS dan Iran. Deplu AS mengatakan, mereka terbuka untuk bertemu secara langsung dengan para pejabat Iran untuk membahas program nuklir negara tersebut dan masalah lainnya. ”Kami siap untuk bertemu langsung. Kami secara konsisten memegang posisi bahwa akan jauh lebih produktif untuk terlibat langsung dengan Iran baik dalam negosiasi JCPOA maupun dalam masalah lainnya,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, kepada wartawan.
Deplu AS mengatakan, mereka terbuka untuk bertemu secara langsung dengan para pejabat Iran untuk membahas program nuklir negara tersebut dan masalah lainnya.
Price juga mengatakan, Amerika Serikat tidak menjadikan pembebasan Iran atas empat orang Amerika sebagai syarat untuk mencapai kesepakatan tentang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.
Sementara Pemerintah Iran yang dikenal sebagai pemerintahan konservatif setelah dipimpin Presiden Ebrahim Raisi, Senin (24/1/2022), akhirnya mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan kesiapannya untuk melakukan perundingan langsung dengan AS. ”Jika proses negosiasi kita bisa mencapai titik kesepakatan yang baik dengan jaminan yang solid dan hal itu membutuhkan pembicaraan dengan AS, kami tidak akan mengabaikannya dalam jadwal kerja kami,” kata Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian.
Sinyalemen kemungkinan perubahan sikap Iran dimulai ketika Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi Iran, mengatakan, bernegosiasi dengan musuh dalam satu isu tertentu tidak berarti menutup pintu untuk berinteraksi dalam hal lain.
Juru Bicara Kemenlu Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan, terbuka kemungkinan untuk mencapai kesepakatan pembebasan tahanan Iran dan AS serta kesepakatan nuklir. ”Itu adalah dua jalan yang berbeda. Tapi, jika pihak lain (AS) memiliki tekad, ada kemungkinan kami mencapai kesepakatan yang andal dan bertahan lama di keduanya dalam waktu singkat,” katanya.
Komentar Khatibzadeh tidak terlepas dari pernyataan Malley sebelumnya yang menyatakan tidak mungkin Washington akan mencapai kesepakatan mengenai kesepakatan nuklir, kecuali jika Teheran membebaskan empat warganya.
Keempat warga AS itu adalah pengusaha Iran-Amerika Siamak Namazi (50), dan ayahnya, Baquer (85); serta aktivis lingkungan Morad Tahbaz (66) dan pengusaha Emad Sharqi (57). Di sisi lain, Washington juga menahan empat warga negara Iran. (AFP/Reuters)