Kehabisan bahan hidangan dari daging hewan omnivora, seperti babi, warga Thailand beralih pada daging hewan karnivora, semisal buaya.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·2 menit baca
Bangkok
Menjelang Tahun Baru Imlek, harga daging babi di Thailand melonjak hingga 138 baht atau sekitar Rp 60.000 per kilogram. Akibatnya, warga terancam tidak bisa memasak berbagai hidangan khas perayaan tersebut. Oleh sebab itu, warga pun memutar otak guna mencari alternatif daging yang murah.
Daging sapi jelas bukan pilihan karena harganya lebih mahal dibandingkan babi. Oleh sebab itu, mereka pun beralih ke daging binatang karnivora, yaitu buaya.
Saat ini, harga daging buaya di pasaran justru hanya 46 baht atau Rp 20.000 per kilogram. Buayanya juga bukan dari alam liar, melainkan dari peternakan yang tersebar di seantero Thailand. Umumnya, daging buaya adalah produk turunan karena tujuan utama peternakan buaya ialah memanen kulit untuk dibuat tas, jaket, dan sepatu.
Di sekitar pertanian buaya biasanya juga ada rumah makan yang menghidangkan berbagai sajian daging buaya. Cara memasaknya bisa disate, ditumis, disop, atau dimakan seperti steak. Menurut para penikmatnya, rasa daging buaya ini mirip dengan daging ayam karena tergolong daging putih.
Patut diperhatikan bahwa buaya ini hewan reptil sehingga dagingnya bisa terkontaminasi bakteri yang mengakibatkan tifus, salmonela, dan diare. "Pastikan daging yang akan dikonsumsi masih segar dan masak hingga matang. Setelah itu, segera cuci bersih tangan dan peralatan memasak yang baru dipakai dengan sabun," kata Suwanchai Wattanayingcharoenchai, Direktur Jenderal Departemen Kesehatan Thailand, kepada media setempat, The Nation.