Kasus Covid-19 Global Melandai, Dunia Dihadapkan Risiko Munculnya Varian Baru
Dunia menunjukkan perkembangan positif dalam penanganan pandemi Covid-19. Akan tetapi, kewaspadaan tetap utama seiring munculnya varian baru.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
GENEVA, SENIN — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengeluarkan pernyataan bahwa pandemi Covid-19 relatif mengalami penurunan dalam hal angka rawat inap dan jumlah kematian. Meskipun demikian, seluruh warga dunia tetap harus saling menjaga dan menegakkan protokol kesehatan karena risiko munculnya galur baru tetap ada.
”Secara umum, perhitungan WHO menunjukkan bahwa pada tahun ini, fase akut pandemi Covid-19 bisa berakhir dengan syarat vaksinasi 70 persen penduduk dunia bisa tercapai pada pertengahan tahun,” kata Direktur WHO Tedros Adhanom Gebreyesus di Geneva, Swiss, Senin (24/1/2022).
Total jumlah korban meninggal akibat Covid-19 mencapai 5,6 juta jiwa. Vaksinasi tetap diutamakan sebagai langkah yang efektif untuk mencegah keparahan penularan ataupun kematian. Secara keseluruhan, sudah 9,8 miliar dosis vaksin yang disuntikkan di dunia. Akan tetapi, 70 persen di antaranya disuntikkan di negara-negara kaya dan negara berkembang.
Berdasarkan data Pusat Pengendalian Penyakit Afrika, di benua berpenduduk 1,4 miliar jiwa ini, baru 10,4 persen penduduknya yang telah memperoleh vaksinasi dosis lengkap. Apabila disilangkan dengan data WHO, ada 88 negara yang belum mencapai target vaksinasi 40 persen dari penduduknya dan ada 36 negara yang belum mencapai target 10 persen.
WHO terus mendorong kesetaraan akses vaksin. Negara-negara maju diminta tidak menumpuk vaksin dan mau berbagi dosis, baik melalui Covax maupun sumbangan langsung ke negara tujuan. Syaratnya, vaksin yang disumbang tidak boleh mendekati tanggal kedaluwarsa.
Pekan lalu, Kepala Aliansi Vaksin dan Imunisasi Global (GAVI) Seth Berkley mengatakan, untuk tiga bulan ke depan, Covax membutuhkan dana senilai 5,2 miliar dollar AS. Selain untuk membeli persediaan vaksin bagi 91 negara miskin dan berkembang, dana ini juga untuk membenahi logistik pengiriman, penyimpanan, dan distribusi vaksin di negara tujuan. Total dana terkumpul baru 192 juta dollar AS.
Direktur WHO Eropa Hans Kluge mengungkapkan, perhitungan statistik memperkirakan 60 persen penduduk Eropa berisiko terinfeksi Covid-19 galur Omicron per Maret. WHO Eropa mengawasi 53 negara di Benua Eropa dan Asia Tengah. Data per 18 Januari menunjukkan, kini kasus galur Omicron merupakan 15 persen dari jumlah kasus terdeteksi. Pekan lalu, galur ini jumlahnya masih 6,3 persen.
Eropa saat ini merupakan episentrum penularan Omicron. Meski demikian, di sejumlah negara, seperti Belgia, Yunani, dan Inggris, masyarakat memprotes adanya aturan mengenai protokol kesehatan. Masyarakat turut menolak imbauan pemerintah untuk percepatan vaksinasi dan penerapan aturan bukti sudah divaksin guna mengakses tempat-tempat umum.
Sementara itu, penasihat kesehatan Gedung Putih, Anthony Fauci, dalam wawancara dengan stasiun televisi ABC juga mengatakan kecenderungan pandemi di AS melandai dan membaik. ”Kuncinya tetap waspada dan menjaga kesehatan,” ujarnya.
Omicron yang merebak memiliki kode BA.1. Akan tetapi, lembaga-lembaga riset di Eropa menemukan adanya subvarian baru Omicron, yaitu BA.2. Lembaga Inisiatif Berbagi Data Influenza Global (GISAID) yang merupakan jaringan kerja sama laboratorium seluruh dunia mendeteksi adanya 12.842 sampel Omicron BA.2 yang tersebar di 40 negara.
Meskipun begitu, biolog dari Universitas Basel, Swiss, Cornelius Roemer, seperti dikutip majalah Newsweek, mengatakan, Omicron BA.2 masih tetap bisa dilacak melalui tes reaksi berantai polimerase (PCR). Oleh sebab itu, selain percepatan vaksinasi, pengetesan dan pelacakan kasus tetap harus dilakukan. Adapun tingkat keparahan dan kecepatan penularan Omicron BA.2 masih diteliti. (AP/AFP/REUTERS)