Tahun Pertama Penuh Tantangan, Biden Bersiap Maju Periode Dua
AS di masa Biden memang tidak dalam kondisi bisa menawarkan hal konkret kepada dunia. AS disibukkan oleh berbagai masalah mendesak di dalam negeri terkait pademi dan ekonomi.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengisyaratkan akan kembali mengikuti pemilihan pada 2024 bersama Kamala Harris. Isyarat itu diungkap tepat setahun setelah ia mulai memerintah AS. Ia mengakui ada banyak tantangan di tahun pertama pemerintahannya.
Biden mengaku puas dengan kinerja Harris terkait pembahasan rancangan undang-undang hak pilih di parlemen. ”Dia akan menjadi pasangan saya, nomor satu. Nomor dua, saya menugaskan dia (soal RUU hak pilih). Saya pikir kerjanya bagus,” ujarnya, Rabu (19/1/2022) sore waktu Washington DC atau Kamis dini hari WIB.
Biden-Harris dilantik pada 20 Januari 2021 siang di Washington. Pendahulu Biden, Donald Trump, menolak menghadiri pelantikan. Menandai setahun masa pemerintahannya, Biden menggelar konferensi pers ke-10.
Biden akan berusia 82 tahun kurang beberapa hari pada hari puncak pemungutan suara pemilu 2024. Usianya menjadi salah satu alasan 49 persen responden dalam jajak pendapat yang digelar Politico dan Morning Consult pada 15-16 Januari 2022 meragukan kesehatan fisik dan mental Biden. Biden mengaku tidak tahu mengapa begitu banyak orang meragukan kesehatannya.
Dalam konferensi pers menandai setahun pertama pemerintahannya, Biden mengakui banyak tantangan dihadapi. ”Kita telah menghadapi beberapa tantangan terbesar yang pernah dihadapi negara ini, dalam beberapa tahun terakhir. Tantangan kesehatan. Tantangan ekonomi. Walakin, kita melewatinya. Tidak hanya melewati, kita juga meletakkan dasar bagi kemenangan AS di masa depan dengan menciptakan lapangan kerja pada kecepatan yang belum ada sebelumnya,” tuturnya.
Dalam konferensi pers itu, ia fokus pada isu-isu domestik terkait pandemi Covid-19, inflasi, stimulus, dan hak pilih. Adapun isu luar negeri yang disinggung hanya soal Afghanistan dan Ukraina. Tidak ada pembahasan soal China, Timur Tengah, apalagi Asia Tenggara.AS di masa Biden tetap menjadi negara dengan kasus Covid-19 tertinggi. Inflasi pun melonjak dan dikeluhkan berbagai pihak. Bela diri
Ia menyangkal gagal bekerja dan mencapai janji kampanye. ”Saya tidak menyampaikan janji berlebihan. Bahkan, mungkin saya bekerja melebihi target bila melihat apa yang terjadi. Faktanya, kita dalam situasi bisa membuat kemajuan besar,” ujarnya.
Menurut dia, satu-satunya kegagalan saat ini adalah belum bisa mengajak para politisi Partai Republik menyokong program-programnya. Sejauh ini, sejumlah RUU untuk melandasi berbagai program pemerintahan Biden belum kunjung disahkan di parlemen. Selain para Republikan, sebagian politisi Demokrat juga menolak menyokong RUU itu.
Meski demikian, ia meyakini para politisi AS pasti akan mendukung program-programnya setelah berbagai kompromi. ”Saya yakin bisa mendapat sebagian besar RUU Membangun Kembali Lebih Baik (BBB Bill) dan saya yakin bisa bisa menjadikan ini sebagai contoh atas apa yang diinginkan warga AS,” kata dia.
Ia juga mengakui ada lonjakan harga berbagai kebutuhan sehari-hari. Menurut dia, Federal Reserve atau bank sentral AS bertanggung jawab pada inflasi. Di sisi lain, ia menyebut kenaikan berbagai harga itu masih layak.
Pemerintahannya dinyatakan sudah berusaha menekan inflasi. Caranya, antara lain, memperbaiki rantai pasok dan menekan persaingan tidak sehat. Dominasi yang mendekati monopoli oleh sejumlah pihak disebut menjadi salah satu faktor kenaikan harga aneka kebutuhan. ”Saya kapitalis. Akan tetapi, bukan kapitalisme namanya kalau tidak ada persaingan,” katanya seraya secara spesifik menyebut sejumlah bidang yang didominasi pihak tertentu.
Terkait Afghanistan, ia kembali menegaskan tidak menyesali keputusan penarikan pasukan AS dari sana. Ia menolak disalahkan atas perpecahan berkelanjutan di Afghanistan. ”Negara itu menjadi kuburan berbagai kerajaan karena alasan jelas: tidak mampu bersatu,” kata dia.
Ia menyoroti fakta hampir 1 miliar dollar AS dihabiskan hanya untuk operasi militer di Afghanistan. ”Pertanyaannya waktu itu, apakah saya akan terus menghabiskan banyak uang di Afghanistan untuk ide yang mungkin berjalan atau terus membawa pulang jenazah? Tidak ada cara mudah keluar dari Afghanistan setelah 20 tahun. Tidak mungkin,” kata dia.
Sementara terkait Ukraina, ia menyebut bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sedang berusaha mencari panggung bagi negaranya di tengah persaingan China dengan negara-negara Barat. ”Dia (Putin) akan melakukan sesuatu,” kata dia.
Selama beberapa waktu terakhir, Ukraina menjadi salah satu fokus diplomasi AS. Bersamaan dengan konferensi pers Biden di Washington, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sedang berkeliling Eropa untuk membahas Ukraina. Selama setahun pemerintahan Biden, berbagai mitra AS terus menagih komitmen konkret Washington. Sejauh ini, AS memang tidak bisa memberikan tawaran konkret kepada mitra dan sekutu yang terus meragukan komitmen Washington. Keraguan, antara lain, datang dari Asia Tenggara, kawasan yang menjadi lokasi persaingan AS-China.
Pakar Amerika pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siswanto, mengatakan, AS di masa Biden memang tidak dalam kondisi bisa menawarkan hal konkret kepada dunia. AS disibukkan oleh berbagai masalah mendesak di dalam negeri terkait pademi dan ekonomi. Jika pemerintahan Biden gagal membereskan masalah itu, Demokrat bisa kalah dalam pemilu sela yang akan digelar pada November 2022. (AFP/REUTERS)