Pertemuan kepala negara ASEAN-Amerika Serikat tertunda. Penyebabnya ditengarai sepinya insentif dari negara adidaya itu. Sementara China telah menjanjikan sejumlah skema konkret.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Pertemuan para pemimpin ASEAN dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang awalnya direncanakan berlangsung Januari ini, ditunda. Alasannya, menurut Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, adalah melonjaknya kasus Omicron. Namun, ditengarai, alasan sejatinya adalah tak jelasnya tawaran Amerika Serikat kepada negara-negara Asia Tenggara.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) Teuku Faizasyah pada keterangan pers bersama sejumlah pejabat Kemenlu lainnya di Jakarta, Kamis (20/1/2022), mengatakan, pertemuan pemimpin ASEAN-AS merupakan permintaan Washington. Namun, pertemuan itu belum bisa direalisasikan. ”Karena ada peningkatan Omicron. Belum ada usulan baru kapan pertemuan dilakukan,” ujarnya.
Pada November 2021, AS mengumumkan akan mengundang para pemimpin ASEAN ke Washington untuk pertemuan ASEAN-AS pada Januari 2022. Hingga pekan ketiga Januari 2022, tak ada tanda-tanda rencana itu akan terealisasi.
Padahal, pertemuan itu diharapkan menjadi salah satu ajang pembuktian keseriusan AS pada Asia Tenggara. Meski menyadari posisi Asia Tenggara sebagai salah satu medan utama persaingannya dengan China, AS dinilai tidak serius berkomitmen pada Asia Tenggara. Hal ini tecermin dalam berbagai dokumen kebijakan luar negeri Washington dari beberapa era pemerintahan.
Penundaan itu menambah daftar ketidakjelasan komitmen AS pada ASEAN. Dalam berbagai kesempatan, para pejabat AS mengindikasikan pendekatan ke ASEAN dalam kerangka Indo-Pasifik yang bertujuan membendung China.
Koordinator Indo-Pasifik di Gedung Putih Kurt Campbell mengakui bahwa AS perlu menawarkan kerangka kerja sama ekonomi bagi Indo-Pasifik. ”Sudah jelas bahwa hubungan tidak hanya secara diplomatik, militer, strategis. Perlu hubungan komersial, investasi di Indo-Pasifik,” ujarnya.
Gary Clyde Hufbauer, peneliti Peterson Institute of International Economics, sebuah lembaga kajian di Washington DC, menilai, pemerintahan Biden tidak punya kebijakan jelas pada Kerangka Kerja Sama Ekonomi Indo-Pasifik yang diumumkan pada Oktober 2022.
Kerangka kerja ini digarap bersama oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Perdagangan Gina Raimondo, dan Kepala Kantor Perwakilan Dagang Katherine Tai karena Biden sibuk dengan pergulatan politik domestik. ”Sepertinya Menteri Blinken, Menteri Raimondo, dan Tai saling bersaing satu sama lain soal agenda apa yang akan diprioritaskan,” katanya.
Hufbaer berpendapat, negara-negara Indo-Pasifik belum menunjukkan minat pada kerangka kerja itu. Sebab, kerangka itu tidak mengikat dan tidak menawarkan kejelasan soal akses pasar dan potensi investasi. Sementara pakar Amerika pada Fudan University, Song Guoyou, mengejek rencana kerangka kerja itu. ”Kalau membahas soal inisiatif ekonomi, AS biasanya sibuk merayu dan menawarkan hal tak jelas. Selalu minim realisasi investasi,” kata Hufbaer.
Tantangan lain pada usulan kerangka kerja sama itu adalah AS dianggap berusaha mengintervensi negara lain lewat isu perdagangan. Ini terekam sepanjang 2021 kala pemerintahan Biden berkeras memasukkan isu kesejahteraan pekerja dan perubahan iklim dalam perjanjian dagang. Ini dipandang tidak menarik untuk sebagian negara di kawasan.
AS juga dinilai sibuk menawarkan isu politik dan keamanan kepada kawasan. Padahal, seperti diungkap berbagai laporan oleh lembaga, baik di AS maupun luar AS, bangsa-bangsa Indo-Pasifik lebih peduli pada isu ekonomi. Terlebih di tengah pemulihan dampak pandemi, negara-negara membutuhkan perdagangan internasional yang adil.
Presiden China Xi Jinping telah menyatakan komitmen China pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-30 ASEAN dan China, 22 November 2021, yang dipandu Sultan Brunei Darussalam Hasanah Bolkiah selaku Ketua ASEAN.
Duta Besar China untuk ASEAN Deng Xijun dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu, 24 November 2021, mengungkapkan, di sektor kerja sama ekonomi, China akan mengimpor produk-produk pertanian dari ASEAN senilai 150 juta dollar AS dalam lima tahun ke depan. Ini akan dikelola lewat Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang mengedepankan kebebasan perdagangan serta investasi antara ASEAN dan para negara mitra, seperti China, Australia, dan Selandia Baru.
Ada pula bantuan 1,5 miliar dollar AS untuk tiga tahun ke depan guna pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Jumlah ini di luar bantuan untuk kesehatan sebesar 15 juta dollar AS dan penambahan 150 juta dosis vaksin Covid-19. Di sektor kesehatan, akan ada kerja sama penelitian dan pengembangan vaksin dan obat-obatan, serta peningkatan akses layanan kesehatan dasar.
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dijadwalkan bertemu di Bintan, Kepulauan Riau, 25 Januari 2022. Pertemuan yang sedianya diselenggarakan pada 2020 itu akan membahas berbagai aspek peningkatan hubungan bilateral Indonesia-Singapura, termasuk di dalamnya adalah isu pemulihan ekonomi. ”Seperti Indonesia, Singapura juga terdampak pandemi. Kerja sama dengan Indonesia penting untuk pemulihan,” kata Direktur Asia Tenggara pada Kemenlu RI Mirza Nurhidayat.
Adapun pertemuan para menteri luar negeri ASEAN ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Awalnya, pertemuan akan digelar di Kamboja pada 19 Januari. Lonjakan kasus Omicron disebut sebagai salah satu alasan penundaan. Alasan lain adalah belum adanya kesepakatan soal wakil Myanmar dalam pertemuan-pertemuan ASEAN.
”Indonesia tetap pada posisi bahwa perwakilan Myanmar dalam pertemuan ASEAN tetap pada level nonpolitik selama lima poin konsensus belum dijalankan,” kata Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kemenlu RI A Rizal Purnama.
Dari lima konsensus yang dicapai para pemimpin ASEAN pada April 2021 di Jakarta, baru penunjukan utusan khusus yang terwujud. Penghentian kekerasan, dialog semua pihak yang difasilitasi utusan khusus, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan pertemuan utusan khusus dengan semua pihak di Myanmar, belum terwujud semuanya.