Scholz menekankan komitmen Jerman untuk mencapai kondisi netral karbon menjelang tahun 2050. Ia mengakui bahwa Eropa tidak dapat menyelesaikan krisis iklim sendirian.
Oleh
ROBERTUS BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Rabu (19/1/2022) menyerukan paradigma baru pendekatan dunia merespons fenomena perubahan iklim secara global. Jerman akan memanfaatkan masa kepresidenannya di kelompok tujuh perekonomian terbesar atau G-7 tahun ini untuk mendorong standar-standar baru dalam memerangi pemanasan global.
Berbicara kepada para pemimpin bisnis, pemerintah, dan masyarakat sipil dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) bertajuk ”The Davos Agenda 2022”, Scholz menilai era 2020-an pantas menjadi dekade awal yang baru dengan fokus pada perdamaian, kesehatan, dan dekarbonisasi. Scholz menekankan perlunya kerja sama dan dialog untuk mengatasi aneka tantangan zaman, seperti pandemi Covid-19 dan penanggulangan perubahan iklim.
Scholz menekankan komitmen Jerman untuk mencapai kondisi netral karbon menjelang tahun 2050. Ia mengakui bahwa Eropa tidak dapat menyelesaikan krisis iklim sendirian sehingga membutuhkan kerja sama semua pihak. ”Mencapai netral bersih adalah tugas yang monumental. Itu salah satu yang akan kami capai,” katanya. ”Kami akan menggunakan kepresidenan di G-7 untuk memajukan agenda dekarbonisasi. Semua yang lambat dan menolak akan kami tinggal.”
Dia menambahkan bahwa ada banyak peluang, terutama di bidang industri berbasis hidrogen. Negara-negara berkembang sebagai produsen dapat bekerja sama saling menguntukan dengan negara-negara industri sebagai konsumen. Untuk itu, ia menyebut era saat ini sebagai awal dekade baru. Namun, dia mengingatkan kemajuan bukanlah tujuan itu sendiri dan harus mengatasi tekanan-tekanan masalah semua warga negara.
”Kita tidak hanya membutuhkan lebih banyak kemajuan, tetapi juga kemajuan yang lebih baik,” kata Scholz.
Diskusi iklim telah menjadi tema utama minggu ini pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia yang diadakan secara virtual setelah kekhawatiran Covid-19 menunda pertemuan tahunan di Davos, Swiss. Ini termasuk panel dengan Utusan Khusus AS untuk Urusan Iklim John Kerry dan miliarder Bill Gates yang menampilkan ide-ide yang ditentang para ahli lingkungan dan ilmuwan. Gates menyebut inovasi yang belum ditemukan atau digunakan secara luas akan membantu mengurangi emisi secara drastis.
Tidak seperti konferensi iklim PBB tahun lalu di Glasgow, Skotlandia, pertemuan Davos lebih merupakan diskusi tentang ide-ide besar. Kesepakatan-kesepakatan konkret tentang respons negara-negara atas perubahan iklim tidak dilakukan di forum tersebut. Itu sebabnya kerap muncul kritik atas forum yang digelar sejak tahun 1971. Sebagian kritikus menilai forum itu tidak lebih dari tempat bagi elite ekonomi dan politik yang menyuarakan ambisi-ambisi kosong dan tidak berhubungan dengan kebutuhan rakyat biasa.
Beberapa kelompok negara memiliki tujuan sama, termasuk mencapai target paling ketat dalam Kesepakatan Paris. Isinya tentang pembatasan pemanasan global hingga 1,5 derajat celsius pada akhir abad ini dibandingkan dengan masa pra-industri. Kalangan kritikus mengatakan, kelompok seperti itu sering kali memiliki anggota dengan catatan iklim yang kurang baik. Baik Jerman maupun Amerika Serikat, misalnya, tidak berada di jalur yang tepat untuk memenuhi tujuan pengurangan emisi mereka dan telah menolak untuk memberi negara-negara miskin jenis pendanaan dibutuhkan guna mengatasi perubahan iklim.
Scholz menyatakan, target pembatasan pemanasan global hingga 1,5 derajat celsius dan netral karbon pada tahun 2050 sudah menjadi bagian atau tersirat dalam Kesepakatan Paris. Menurut dia, negara-negara mencapai tujuan tersebut dengan menetapkan harga karbon dan mencegah kebocoran karbon. Proposal tersebut dirancang untuk mencegah perusahaan mengalihkan industri karbon ke negara-negara dengan aturan emisi yang kurang ketat dan menempatkan negara-negara seperti Jerman rugi secara kompetitif.
Dalam forum yang sama, Kerry mendesak para pelaku bisnis dan pemerintah untuk mempercepat upaya mendapatkan skala teknologi yang akan membantu mengurangi emisi karbon secara drastis. Kerry mengatakan, sebagian besar teknologi penting yang diperlukan untuk mengurangi emisi tidak bergerak cukup cepat. ”Dunia harus segera mengambil langkah,” katanya.
Sejumlah pemimpin Amerika Latin juga membahas perubahan iklim di forum itu. Mereka, antara lain, mendesak akuntabilitas dari negara-negara penghasil karbon terbesar dan membantu mendanai agenda pembangunan hijau. Presiden Guatemala Alejandro Giammattei, misalnya, mengaitkan perubahan iklim dengan migrasi di wilayah tersebut karena menguras sumber daya dan menghambat peluang pertumbuhan.
Dia mengatakan, Amerika Tengah terdiri dari negara-negara yang minim emisi gas rumah kaca secara global, tetapi mereka termasuk dalam barisan yang paling menderita atas fenomena efek perubahan iklim. ”Setiap tahun kami harus membangun kembali negara kami karena badai,” kata Giammattei. ”Banyak sumber daya yang sejatinya bisa menghasilkan peluang baru harus diarahkan untuk pembangunan jalan, jembatan, dan sistem air bersih.” (AP/AFP)