Pertarungan ”Gajah” dan ”Naga” di Perbatasan Himalaya
Krisis perbatasan India-China selama hampir dua tahun ini semakin mencerminkan situasi politik dalam negeri di kedua negara, geopolitik regional, dan sifat krisis itu sendiri.

Gabungan foto yang dibuat pada 22 Mei 2020 (kiri) dan foto citra satelit tanggal 23 Mei 2020 oleh Maxar Technologies (kanan) memperlihatkan pembangunan di lembah Sungai Galwan di wilayah sengketa, yang disebut Garis Kontrol Aktual (Line of Actual Control) antara India dan China.
Konflik perbatasan India-China di Himalaya memasuki babak baru yang semakin genting dan ruwet. Jika dalam sejarahnya perselisihan mereka tidak pernah berlangsung lama, yang terjadi kini justru sebaliknya. Konflik terbaru telah berjalan hampir dua tahun dan tidak ada tanda-tanda akan segera mereda. Hubungan keduanya bahkan memburuk. Stabilitas kawasan pun terancam.
India dan China kembali terlibat konflik perbatasan di Lembah Galwan, wilayah pegunungan Ladakh yang berada di dalam barisan pegunungan Himalaya, sejak awal Mei 2020. Konflik memuncak dalam kontak fisik langsung pada 15-16 Juni pada tahun itu sehingga jatuh korban di kedua pihak. India kehilangan 20 orang tentaranya, sedangkan China kehilangan lebih dari 40 orang tentara.
Konfrontasi India-China itu merupakan yang terbesar dalam 55 tahun, yakni setelah bentrokan pada 11 September 1967 di Nathu La. Saat itu India dilaporkan kehilangan 80 tentara. Di pihak lain, lebih dari 300 tentara China tewas. Lima tahun sebelumnya, Oktober 1962, eskalasi menyebabkan hampir 3.000 orang menjadi korban di sisi India, sementara sekitar 700 orang tewas di sisi China.
Baca juga: Tentara India dan China Tewas dalam Baku Tembak di Perbatasan
Situasi yang berkembang setelah pecah bentrokan fisik pada Juni 2020 justru memicu kekhawatiran baru tentang potensi kontak fisik yang lebih besar di masa depan. Meski sejak itu sampai sekarang belum ada kontak fisik, langkah India dan China mempertebal kehadiran masing-masing di wilayah klaim mereka telah menyebabkan potensi konflik itu semakin terbuka.
Belakangan India dan China telah mengerahkan puluhan ribu tentara mereka ke wilayah masing-masing di dekat perbatasan. Keduanya juga memacu pembangunan infrastruktur permanen di wilayah sengketa yang telah dikuasai oleh masing-masing pihak.

Tentara Angkatan Darat India bersiaga dengan senjata artileri Bofors yang ditempatkan di Penga Teng Tso di depan Tawang, dekat Garis Kontrol Aktual (LAC) yang berbatasan dengan China di Negara Bagian Arunachal Pradesh, India, Rabu (20/10/2021).
Seorang mantan diplomat dan penasihat keamanan nasional India mengatakan, China membangun desa-desa baru di wilayah yang dianggap India sebagai teritorial miliknya. Desa-desa China itu dibangun di seberang LAC sisi wilayah yang diklaim India. Beijing mengklaim membangun di wilayahnya sendiri.
Baca juga: Gagal Atasi Ketegangan di Perbatasan Himalaya, India-China Saling Tuding
Perbatasan India-China, yang dikenal dengan sebutan garis kontrol aktual atau line of actual control (LAC), membentang hampir 2.200 mil dan tidak diberi tapal batas (not demarcated). Keduanya terlibat dalam banyak pertikaian perbatasan pertama kali sejak 1947, tetapi tidak berlangsung lama. Krisis sebelum 2020, termasuk terakhir yang meletus pada 2017, berlangsung hanya selama dua bulan.
Pengerahan personel militer dan pembangunan fisik untuk mempertegas klaim jelas ikut mengipasi bara potensi pertikaian menjadi lebih besar pula. Kekerasan yang intensif dapat menghasilkan kemarahan dan saling curiga yang tidak akan mudah diatasi.
Militerisasi di perbatasan
Sejak 2020, realitas strategis baru India tidak terbatas pada Ladakh. India menghadapi peningkatan ancaman dan ketidakpastian di sepanjang LAC. Menurut penyelidikan media Hong Kong, South China Morning Post (20/12/2021), pasukan China telah mengerahkan peluncur roket jarak jauh lebih dekat ke perbatasan. Hal itu akan membuat konflik perbatasan menjadi semakin sulit untuk diselesaikan.
Baca juga: China Kirim Pasukan Bela Diri ke Perbatasan dengan India
Di Naku La, di perbatasan internasional di Sikkim utara, India dan China sudah dua kali bersitegang. Selain itu, citra satelit komersial mengungkapkan bahwa China membangun jalan dan benteng baru di dekat Naku La pada paruh kedua 2020.
Sementara di sektor timur LAC, dekat Aruncahal Pradesh di India, China tidak hanya melanjutkan pembangunan infrastruktur militer dan sipilnya. China juga ingin membangun bendungan baru di atas apa yang disebut India sebagai Sungai Brahmaputra. Jika bendungan itu terwujud, sumber air penting untuk India timur laut akan dikontrol China dan itu akan menyulitkan India.

Perdana Menteri India Narendra Modi (tengah) menemui para tentara di Nimu, area Ladakh, India, 3 Juli 2020.
Kyle Gardner, ahli perbatasan India-China, memperingatkan bahwa kegiatan semacam itu mengarah pada “militerisasi LAC yang lebih luas dan berkelanjutan”. Mengingat apa yang pernah terjadi dalam sejarah konflik perbatasan sebelumnya, konflik di Ladakh yang telah berlangsung hampir dua tahun berpotensi besar berubah menjadi konflik mematikan.
Dengan demikian, India dan China tidak memiliki jaminan pasti bahwa konflik di Ladakh adalah satu-satunya ancaman terakhir terhadap status quo teritorial. Sementara tindakan agresif atau tekanan lainnya dari China terhadap India mungkin akan terjadi ke depan.
Sentimen lain
Ketegangan tampaknya telah diperdalam oleh sentimen lain. Beijing semakin khawatir akibat meningkatnya hubungan keamanan Amerika Serikat (AS)-India. Bergabungnya India dengan Quad ditambah kritik AS, sekutu India, terhadap cara China menangani Covid-19, semakin meracuni hubungan India-China. New Delhi juga risau setelah China-Pakistan memperkuat hubungan. New Delhi dan Islamabad adalah dua rival bebuyutan.
Krisis di Ladakh yang berlangsung selama hampir dua tahun semakin mencerminkan situasi politik dalam negeri di kedua negara, geopolitik regional, dan sifat krisis itu sendiri.
Baca juga : India dan China, Antara Perang dan Damai
Di dalam negeri, baik China maupun India dipimpin oleh pemerintah yang sangat nasionalis. Tidak ada pihak yang memiliki insentif politik domestik yang kuat untuk mundur. Nasionalisme Presiden China Xi Jinping telah berperan dalam kebijakan luar negeri melalui percepatan secara agresif kepentingan Beijing di luar negeri, termasuk klaim teritorialnya.

Foto tanggal 16 Oktober 2016 ini memperlihatkan Perdana Menteri India Narendra Modi (depan) dan Presiden China Xi Jinping berjabatan tangan dengan pemimpin lain pada Konferensi Tingkat Tinggi BRICS di Goa, India.
Langkah China membangun desa di seberang LAC sisi wilayah yang diklaim India sebenarnya melanggar protokol perbatasan 2015, yang telah dirundingkan sejak 1980-an, serta Perjanjian Perdamaian dan Ketenangan Perbatasan (BPTA) 1993. Tindakan China itu tentu saja merupakan hasil keputusan tingkat tertinggi demi alasan politik dan strategis, bukan hanya karena alasan taktis.
Dalam pernyataan resmi dan menurut UU Perbatasan Darat China yang baru, yang dilegislasi pada musim gugur 2021, tindakan itu dibenarkan atas nama kedaulatan negara. Militer China bergerak dalam skala besar dan berada di banyak lokasi secara bersamaan untuk ”kedaulatan” negara.
Baca juga : China dan Kerisauan Para Tetangganya
Sebelum krisis perbatasan di Ladakh pecah pada 2020 dan berlangsung hingga kini, ketegangan India-China sebenarnya sudah semakin dalam. Hal itu akibat kehadiran China yang meluas di Asia Selatan melalui strategi pembangunan global Beijing, Prakarsa Sabuk dan Jalan atau Belt and Road Initiative (BRI). China menggiring Sri Lanka dan Maladewa ke dalam BRI untuk menjepit India.
Meskipun konflik di Himalaya adalah masalah utama yang mengganggu hubungan bilateral India-China, Beijing juga berusaha menekan New Delhi dengan meningkatkan investasi dan bantuan keamanan ke Sri Lanka dan Maladewa. China telah menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan di dua negara itu, yang telah lama dianggap India sebagai bagian dari lingkup pengaruhnya di Asia Selatan.
Jika New Delhi secara teoritis diuntungkan dari kedekatan geografis, Beijing membawa lebih banyak sumber daya ekonomi dan militer ke dalam permainan. Beijing mengeksploitasi kecenderungan alami negara-negara kecil untuk berusaha menggeser pengaruh India. Saat ini muncul faksi politik yang mengampanyekan “India pergi” di Maladewa.

Anak-anak bermain kriket di tepi Danau Pangong, dekat perbatasan India-China di Ladakh, India, 22 Juli 2011.
Sikap keras China telah mengubah cara pandang India. Tindakan Beijing di perbatasan di Ladakh telah mengabaikan opini publik India. New Delhi merasa perlu memperkuat diri dan menjadi penyeimbang China. India lantas mempererat hubungan militer dan keamanan dengan AS, Australia, dan Jepang dengan membentuk Quad.
Baca juga: Adu Pengaruh di Sri Lanka
Perdana Menteri India Narendra Modi mengungkapkan nasionalisme secara internasional dengan mengambil langkah yang lebih tegas terhadap saingan India. Setelah bentrokan pada tahun 2020 di Ladakh, Modi membatasi kerja sama komersial dengan China, meskipun volume perdagangan bilateral melampaui 100 miliar dollar AS pada tahun 2021.
Konflik di Ladakh, Himalaya, adalah soal pertarungan dua raksasa, antara "gajah" dan "naga", yang memiliki kekuatan nuklir. Agar konflik tidak semakin dalam dan kawasan bisa diupayakan lebih damai, kedua negara bisa mulai menstabilkan hubungan dengan membangun mekanisme manajemen krisis untuk menangani insiden tidak terduga di perbatasan melalui dialog. Bukan lagi soal siapa menang dan siapa kalah. Ini soal bagaimana menciptakan dunia yang lebih damai. (AFP/AP/REUTERS)