Manuver Poros Iran-Saudi, Ketegangan Abadi di Timteng
Dinamika kawasan Timur Tengah sepanjang tahun 2022 akan didominasi oleh manuver dua kekuatan poros atau aliansi, yaitu poros Iran beserta loyalisnya dan poros Arab Saudi.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·6 menit baca
Gesekan dua poros, Iran dan Arab Saudi, tersebut akan membuat Timur Tengah masih menjadi kawasan terpanas di muka bumi ini pada tahun 2022. Menonjolnya pertarungan Teheran dan Riyadh di kawasan itu pada tahun 2022 disebabkan beberapa faktor.
Pertama, masih tidak menentunya hasil perundingan nuklir Iran di Vienna, Austria, yang kini memasuki putaran kedelapan. Kedua, perang proksi Iran-Arab Saudi di sejumlah negara Arab, seperti Yaman, Lebanon, dan Irak, masih berlangsung sengit saat ini. Ketiga, cairnya persaingan poros Arab Saudi dan poros Turki-Qatar pasca-Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di kota Al Ula, Arab Saudi, pada 5 Januari 2021 yang membuahkan rekonsiliasi antara dua kubu tersebut.
Pada 2022 ini, hubungan negara anggota dua poros Arab Saudi dan Turki-Qatar yang pernah bersaing sengit dalam beberapa tahun terakhir ini diperkirakan akan semakin mesra. Hubungan mesra itu tecermin dari semakin kuatnya hubungan Turki dan Uni Emirat Arab (UEA), Turki dan Arab Saudi, Qatar dan Arab Saudi, Qatar dan Mesir, serta Turki dan Mesir.
Memang masih ada poros kaum militan radikal yang direpresentasikan oleh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan loyalisnya, seperti gerakan Al-Shabab di Somalia serta NIIS di Sinai Utara (Mesir), Libya, Aljazair, dan Yaman. Namun, kekuatan NIIS saat ini sudah sangat lemah dan hanya menjadi kekuatan sel-sel tidur. NIIS sudah tidak menjadi ancaman utama di banyak negara di kawasan Timur Tengah pada 2022. Serangan NIIS kemungkinan kadang masih akan muncul di Irak, Suriah, dan Sinai Utara, tetapi serangan-serangan itu bersifat sporadis.
Maka, gesekan poros Iran dan poros Arab Saudi akan lebih mewarnai panggung geopolitik di Timur Tengah tahun ini. Perang di Yaman serta krisis politik di Lebanon dan Irak lebih merupakan perang proksi antara dua poros tersebut.
Di Suriah, meskipun banyak negara Arab melakukan normalisasi hubungan dengan rezim Presiden Bashar al-Assad di Damaskus, Arab Saudi tetap menjaga jarak dengan rezim Assad lantaran hubungan strategis rezim Assad dengan Iran. Arab Saudi dilansir memberi syarat normalisasi hubungan Suriah-Arab Saudi, yakni tuntutan agar rezim Assad harus bisa menjaga jarak dengan Iran atau minimal membangun hubungan imbang Suriah dengan Iran dan Arab Saudi. Itu sebabnya, Arab Saudi meminta milisi Iran segera ditarik dari Suriah sebagai imbalan normalisasi hubungan Suriah-Arab Saudi.
Dialog di Baghdad
Hampir sepanjang 2021, ada rangkaian dialog Iran-Arab Saudi di Baghdad dengan perantara Irak. Namun, kedua negara tersebut belum mampu mencapai kesepakatan rekonsiliasi. Berita tentang kelanjutan dialog Iran-Arab Saudi di Baghdad itu tak terdengar lagi. Padahal, banyak pihak berharap dialog Iran-Arab Saudi tersebut membuahkan hasil positif menuju rekonsiliasi kedua negara. Hubungan Iran-Arab Saudi itu menjadi barometer utama situasi di Timur Tengah.
Jika hubungan Iran-Arab Saudi membaik, hal ini akan membantu terciptanya situasi kondusif di kawasan Timur Tengah. Sebaliknya juga, jika hubungan kedua negara itu terus memburuk, ini akan berandil besar terus menyebarkan sentimen negatif di kawasan. Situasi di Yaman, Irak, Lebanon, dan Suriah, misalnya, sangat dipengaruhi oleh pola hubungan Iran-Arab Saudi.
Isu perundingan nuklir Iran di Vienna saat ini juga mendapat perhatian besar di Timur Tengah dan masyarakat internasional. Apa pun hasil perundingan tersebut akan sangat memberi warna situasi Timur Tengah saat ini dan ke depan. Hampir dipastikan, perundingan nuklir Iran yang dimulai sejak April 2021 akan berakhir tahun 2022, apakah berhasil atau gagal mencapai kesepakatan nuklir baru.
Jika perundingan nuklir Iran itu gagal mencapai kesepakatan baru, situasi Timur Tengah akan semakin buruk. Tidak tertutup kemungkinan pecah perang terbuka antara Iran di satu pihak serta Israel dan AS di pihak lain.
Sebaliknya, apabila perundingan itu berhasil mencapai kesepakatan nuklir baru, situasi akan semakin mencair di Timur Tengah. Sangat mungkin pula, keberhasilan itu disusul rekonsiliasi Iran-Arab Saudi atau minimal akan cukup cair hubungan kedua negara tersebut. Jika skenario ini terwujud, hal itu bisa berandil besar membantu tercapainya solusi politik di Yaman serta mencairnya krisis politik di Lebanon dan Irak. Itu sebabnya, hasil perundingan di Vienna sangat ditunggu.
Kekuatan luar
Ketidakpastian perundingan nuklir Iran di Vienna dan masih kuatnya persaingan poros Iran dan Arab Saudi saat ini memberi pengaruh sangat besar pada kebijakan kekuatan internasional, khususnya AS di kawasan itu. Mantan Dubes AS untuk Suriah Robert Ford dalam artikelnya di harian Asharq al-Awsat edisi 6 Januari 2022 menegaskan, AS tidak akan meninggalkan Timur Tengah.
Menurut Ford, perilaku China, Rusia, dan Iran di Timur Tengah saat ini mengharuskan AS tetap berada di kawasan itu. Ia menyebut, ekspansi pengaruh Iran, upaya Rusia kembali ke Timur Tengah lewat Suriah dan Libya, serta semakin kuatnya pengaruh ekonomi China di kawasan itu memaksa AS tidak bisa meninggalkan kawasan tersebut.
Karena itu, lanjut Ford, pertama, AS masih harus tetap mempertahankan pangkalan militernya yang tersebar di Kuwait, Qatar, UEA, Bahrain, dan Jordania. Kedua, AS sementara ini tidak boleh menarik pasukannya dari Irak dan Suriah. Hingga Juni 2021, AS dilansir masih memiliki 40.000 pasukan di kawasan Timur Tengah.
Ketiga, kata Ford, pasukan AS masih diperlukan di Timur Tengah untuk terus melatih pasukan Irak dan milisi Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) melawan sisa-sisa kekuatan NIIS di Irak dan Suriah. Keempat, kehadiran pasukan AS masih diperlukan di Timur Tengah, mengingat masih banyak negara di kawasan itu yang dililit krisis politik, seperti Tunisia, Sudan, Irak, dan Lebanon, serta adanya perang saudara di Suriah dan Yaman.
Kelima, menurut Ford, kehadiran pasukan AS di Timur Tengah semakin menjadi satu keniscayaan jika perundingan nuklir Iran di Vienna gagal mencapai kesepakatan baru.
Dinamika lain
Selain itu, akan ada peristiwa besar pada tahun 2022 dalam konteks dinamika dalam negeri di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti pemilu presiden dan legislatif di Libya, pemilu dini legislatif di Tunisia, pemilu legislatif di Lebanon, dan pembentukan pemerintahan baru di Irak.
Pemilu legislatif di Lebanon yang akan digelar pada 15 Mei 2022 dan proses pembentukan pemerintahan baru di Irak saat ini tidak lepas dari pengaruh persaingan poros Iran dan Arab Saudi. Alotnya perundingan pembentukan pemerintahan baru di Irak saat ini terjadi akibat tarik-menarik kepentingan antara Iran di satu pihak dan AS-Arab Saudi di pihak lain. Sudah menjadi tradisi bahwa keberhasilan pembentukan pemerintahan di Irak adalah berkat kompromi antara kepentingan Iran dan AS-Arab Saudi.
Adapun Libya dan Tunisia sejauh ini masih bebas dari persaingan poros Iran dan Arab Saudi. Pengaruh Iran di dua negara Arab itu sangat lemah.
Maka, isu Irak dan Lebanon dengan dinamika persaingan poros Iran dan Arab Saudi di dua negara tersebut cukup kuat pada 2022 ini. Isu Libya dan Tunisia juga akan cukup meramaikan tahun ini meskipun tidak ada persaingan pengaruh Iran dan Arab Saudi di dua negara Afrika Utara itu.
Namun, sejumlah negara Arab yang memiliki hubungan baik dengan Arab Saudi, seperti Mesir dan UEA, serta negara Arab yang punya hubungan kuat dengan Iran, seperti Qatar, terlibat dalam krisis politik di Libya dan Tunisia. Itulah gambaran potret dinamika Timur Tengah tahun 2022.