Presiden China Xi Jinping saat menghadiri peringatan 110 tahun Revolusi Xinhai di Beijing, 9 Oktober 2021.
BEIJING, SENIN — Presiden China Xi Jinping berpidato secara daring dalam Forum Ekonomi Dunia pada Senin (17/1/2022). Ia menekankan, apabila dunia ingin bangkit dari pandemi Covid-19, semua negara harus meninggalkan pendekatan unilateral dan meningkatkan hubungan multilateral. China menjanjikan keterbukaan dan kerja sama yang luas dalam kerja sama ekonomi.
”Dalam dua pekan, kita akan merayakan Tahun Baru Imlek, yaitu Tahun Macan, yang merupakan lambang kekuatan serta keberanian. Dalam situasi sekarang, kita perlu menambahkan sepasang sayap kepada harimau ini agar bisa melampaui segala rintangan,”tuturnya.
Ia mengatakan, pembangunan sejatinya terjadi dengan cara menyelesaikan permasalahan. Saat ini, dunia menghadapi setumpuk persoalan serupa, yaitu pandemi Covid-19, krisis iklim, dan ancaman terputusnya rantai pasok. Di tengah berbagai permasalahan ini, ada kesempatan yang bisa diambil asalkan jeli melihatnya. Dalam konteks terkini, kesempatan akan maksimal dimanfaatkan apabila 190 negara di dunia bekerja bersama.
Baca juga : Perjuangan Sepi Kelompok Rentan Menuju Pemulihan Pandemi 2022
”Daripada setiap negara mengarungi samudra bagaikan perahu-perahu kecil, lebih baik kita bersatu membuat bahtera yang besar dan tahan menghadapi badai,”kata Xi.
Ia menggarisbawahi bahwa pandemi Covid-19 menampilkan dua sisi dunia. Pertama, negara-negara yang justru kian membuka diri dan segera mengupayakan kerja sama. Kedua, negara-negara yang justru menutup diri dengan mengambil kebijakan-kebijakan unilateral sehingga memunculkan kembali watak serta perilaku serupa dengan masa Perang Dingin. Salah satu contohnya ialah kesenjangan akses vaksin Covid-19.
Baca juga : Pfizer-BioNTech Jadi Pemasok Vaksin Covid-19 Nomor Satu untuk Covax
Oleh sebab itu, China akan mengirim 1 miliar dosis vaksin Covid-19 ke negara-negara di Benua Afrika. Jumlah ini mencakup 600 juta dosis yang diberikan secara cuma-cuma. Secara terpisah, China juga akan menyumbang 150 juta dosis vaksin kepada Asia Tenggara. Ini semua di luar 2 miliar dosis vaksin yang telah diberikan ke 120 negara.
”Menutup kesenjangan vaksinasi global berarti melindungi warga dunia dan mempercepat pembangunan ekonomi. Vaksin adalah senjata kita melawan pandemi. China berjanji untuk memenuhi kebutuhan ini dan China adalah negara yang selalu menepati janji,”ujar Xi.
Mengatasi kesenjangan vaksin juga berarti membuka seluruh ruang kerja sama yang memungkinkan. Apabila ekonomi bisa kembali berjalan lebih cepat setelah vaksinasi merata, rantai pasok dan distribusi pun akan teratasi. Caranya juga dengan membangun sistem ekonomi global yang terbuka dan inklusif dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berada di pusatnya. Ekonomi berbasis digital dan teknologi kecerdasan buatan bisa menjadi kendaraannya.
Seorang tenaga kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin Covid-19 merek Johnson and Johnson kepada seorang warga di Pretoria, Afrika Selatan, 8 Desember 2021.
Pada saat yang sama, inklusivitas ekonomi ini juga berarti kepekaan terhadap sesama. Misalnya, negara maju, berkembang, dan miskin memiliki tujuan pembangunan yang sama. Akan tetapi, metode dan jangka waktu pelaksanaannya tidak bisa dipaksakan agar sama dan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Contohnya, membangun dunia yang nihil karbon. Negara miskin dan berkembang tidak bisa diminta mengikuti kecepatan negara-negara maju.
Apalagi, adanya pandemi mengakibatkan disrupsi besar-besaran. Jumlah warga miskin dunia bertambah 100 juta orang dan 800 juta orang hidup dengan kelaparan. Lapangan pekerjaan di banyak negara berkurang drastis. Negara miskin mundur ke status negara berkembang karena tidak memiliki pendapatan. Di saat seperti ini, agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Pembangunan Berkelanjutan 2030 tetap relevan.
”Kuncinya ialah menetapkan tanggung jawab sesuai kemampuan tiap-tiap negara, bukan memukul rata standar global. Prinsip kemanusiaan dan keadilan harus diutamakan. Unilateral dan prinsip zero-sum-game pada akhirnya hanya akan membawa bencana dan kerugian,”kata Xi.
Baca juga : China dalam Pusaran Isu Perubahan Iklim
Pajak miliarder
Pekerja Kementerian Kesehatan Afghanistan membongkar kiriman vaksin Covid-19 AstraZeneca produksi Serum Institute of India di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, Minggu (7/2/2021).
Menurut pernyataan Oxfam, jumlah orang superkaya meningkat selama pandemi berkat adanya stimulus keuangan yang menaikkan harga saham. Sebaliknya, negara-negara berkembang dan miskin kian terpuruk. Minimnya vaksinasi Covid-19 berarti tidak ada perlindungan melawan virus dan berkurangnya kesempatan bekerja.
Baca juga : Kemunculan Omicron Tanda Kesenjangan Vaksinasi di Dunia
Sepuluh orang terkaya di dunia, di antaranya Elon Musk, Jeff Bezos, dan Bill Gates, bertambah asetnya hingga mencapai 1,5 triliun dollar Amerika Serikat. Jumlah ini enam kali lebih besar dibandingkan aset gabungan milik 3,1 miliar warga termiskin dunia.
”Berbagai stimulus yang diberikan pemerintah untuk memastikan ekonomi tetap berjalan pada kenyataannya masuk ke kantong-kantong orang kaya,” kata Direktur Eksekutif Oxfam International Gabriela Bucher. (AP)