Lewat akun Ghozali Everyday, Ghozali menjual swafoto dirinya sebagai Non Fungible Token atau NFT. Lewat dunia NFT itu pula Melania Trump, mantan Ibu Negara Amerika Serikat, muncul kembali di depan publik.
Oleh
Benny D. Koestanto
·5 menit baca
Dalam beberapa hari terakhir, Ghozali menjadi nama yang mendadak populer di jagat dunia maya Nusantara. Lewat akun Ghozali Everyday, dirinya menjual swafoto atau foto selfie dirinya sebagai Non Fungible Token atau NFT. Ada 933 buah swafoto yang diambil setiap hari oleh Ghozali dari tahun 2017-2018 dan dijualnya. Hingga Sabtu (15/1/2022) pagi WIB foto NFT-nya telah dimiliki oleh 471 akun dengan nilai transaksi 323 Ethereum atau setara dengan Rp 15,3 miliar.
”Ini benar-benar foto diri saya di depan komputer dari hari ke hari,” kata pemuda bernama lengkap Sultan Gustav Al-Ghozali itu dalam laman OpenSea, salah satu pasar daring yang melayani jual beli NFT, tempat Ghozali menawarkan NFT swafotonya. Ia mulai memasarkan NFT swafotonya pada 10 Januari 2022. Ghozali adalah mahasiswa Program Animasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. Ia mengaku tidak menyangka langkahnya mengunggah serial ratusan swafoto dirinya sebagai NFT itu diminati publik.
Lewat dunia NFT itu pula Melania Trump, mantan Ibu Negara Amerika Serikat (AS), menandai kemunculannya kembali di depan publik. Melania mengikutsertakan sebuah NFT dalam koleksi bertajuk Head of State Collection, 2022 pada 11 Januari 2022, tepat setahun setelah dirinya bersama sang suami Donald Trump, meninggalkan Gedung Putih. NFT terbaru Melania itu berupa karya seni digital yang menampilkan gambar Milenia dengan pakaian putih dan topi putih, penampilannya kala menerima kunjungan resmi Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Ibu Negara Brigitte Macron, pada 24 April 2018.
Karya seni digital itu adalah karya seniman Perancis Marc-Antoine Coulon. Koleksi Melania itu ditawarkan mulai harga 1.800 Solana atau senilai 266,184 dollar AS (Rp 3,8 miliar). Dua benda lain yang diikutsertakan dalam koleksi itu adalah topi putih yang dikenakannya saat menerima Macron dan lukisan dirinya saat menerima kunjungan itu. Dua benda itu telah ditandatanganinya secara langsung.
NFT yang menjadi bagian dalam karya Head of State Collection, 2022 itu adalah NFT kedua yang diluncurkan Melania. Pertengahan Desember 2021 ia meluncurkan NFT pertamanya bertajuk Melania’s Vision. Dijual dengan harga 1 Solana (Rp 2,1 juta), NFT pertama Melania itu berupa karya digital berbentuk gambar dua mata Melania yang juga hasil karya Marc-Antoine Coulon. ”My vision is look forward with inspiration, strength and courage,” kata Melania lewat rekaman suara dalam laman resmi pribadinya soal koleksi NFT perdananya itu, menggarisbawahi bahwa maju dengan inspirasi, kekuatan dan keberanian menjadi visinya.
Penawaran NFT itu adalah proyek publik pertama Milenia sejak meninggalkan Gedung Putih. Milenia sengaja memilih NFT karena tren aset kripto sekaligus mewujudkan hasratnya atas dunia seni.
Penawaran NFT itu adalah proyek publik pertama Melania sejak meninggalkan Gedung Putih. Melania sengaja memilih NFT karena tren aset kripto sekaligus mewujudkan hasratnya atas dunia seni. ”Saya bangga mengumumkan upaya NFT baru saya, yang mewujudkan hasrat saya terhadap seni, dan akan mendukung komitmen berkelanjutan saya kepada anak-anak melalui inisiatif bernama Be Best saya,” kata Melania dalam sebuah pernyataan saat itu, menyebut nama program kampanye sosialnya.
Lewat sosok dan fenomena yang dilakukan Ghozali hingga pesohor seperti Melania Trump, keberadaan NFT semakin populer. Salah satu aset kripto itu sering dijadikan sebagai bahan koleksi, antara lain karena NFT mewakili aneka macam barang, berwujud maupun tidak dan dianggap unik. Itu sesuai nama NFT yang berarti token yang tidak dapat tergantikan/unik. Setiap token akan diberi kode unik. Hal itu memungkinkan pengguna aset kripto memverifikasinya. Perbedaan kode unik membuat NFT langka sifatnya. Semakin langka dan spesifik suatu token, peluang harganya naik semakin besar. Di situlah kemudian NFT bisa dijadikan sebagai koleksi.
Rentan
Data pelacak pasar aset kripto DappRadar menunjukkan penjualan NFT mencapai sekitar 25 miliar dollar AS pada tahun 2021. Nilai itu setara dengan jumlah yang dijanjikan pada COP26 untuk membantu negara-negara global menghentikan penggunaan batubara. Dana itu juga sama dengan dana yang disediakan oleh Bank Dunia untuk membeli dan menyebarkan vaksin Covid-19.
Meski terdata nilai perdagangan NFT cenderung turun menjelang akhir tahun, tetapi jika dibandingkan nilai perdagangan setahun sebelumnya terjadi lonjakan luar biasa. Nilai perdagangan NFT sepanjang tahun 2020 tercatat baru senilai 94,9 juta dollar AS. Satu karya seni NFT mencapai rekor harga senilai 69,3 juta dollar AS atau hampir Rp 1 triliun di balai lelang Christie pada bulan Maret tahun lalu. Beberapa merek top dunia, termasuk Coca Cola dan Gucci, juga telah menjual NFT mereka.
Seorang seniman digital, Nanok Sanjaya, menilai melesatnya aset kripto seperti NFT, baik dari sisi nilai dan minat publik, menunjukkan gambaran terjadinya transformasi pola digital. Ia yakin lambat laun fenomena ini akan berlanjut, membentuk populasi digital baru yang mantap dan tanpa keraguan atas pola digital itu sendiri. ”Saat ini kan digital masih tetap didukung analog. Transaksinya digital, duitnya penginnya analog,” ujarnya. ”Ini mau ada tren transaksi digital, duitnya digital, nilai duit digital berdasar trust masyarakat digital.”
Secara khusus ia menyoroti besarnya animo terhadap NFT swafoto Ghozali. Dalam penilaian Nanok, terdapat gambaran besar di sebaliknya. Yakni keinginan dan strategi para konglomerat kripto global untuk menarik kembali rasa percaya dan pola pikir masyarakat Indonesia terhadap aset dan nilai kripto, di mana pasar perdagangan aset kriptonya cenderung turun pada akhir tahun lalu. Indonesia dengan jumlah penduduk di atas 200 juta jiwa disebutnya sebagai ”lahan” yang manis.
Ghozali sendiri mengaku tidak menyangka langkahnya menjual serial ratusan swafoto dirinya sebagai NFT itu diminati publik. Dalam Youtube TVKU ch49 Universitas Dian Nuswantoro ia mengaku serial swafoto itu sejatinya akan dibuatnya menjadi sebuah video timelapse. Ide seperti itu bukanlah sebuah ide baru, mengingat sejumlah orang di dunia telah melakukan hal itu bahkan dalam waktu lebih lama, belasan hingga puluhan tahun. Sebut saja seniman Roman Opalka, serta dua fotografer AS, Karl Baden dan Jonathan Keller.
Mestakung kata orang, demikian mungkin apa yang terjadi pada Ghozali lewat media NFT. NFT menjadi sebuah ”sarana” yang menyatukan orang-orang seperti dirinya hingga Melania Trump. Jika Kuntowijoyo menulis novel Impian Amerika yang berisi kisah perjuangan hingga kesuksesan para imigran di AS, apa yang dilakukan Ghozali dan juga Melania segera memunculkan impian-impian serupa: impian Ghozali, impian Melania, bagi jutaan warga dunia. (AFP/REUTERS)