Tembakkan Dua Rudal dari Kereta Api, Isyarat Kuat Korut Lawan Sanksi AS
Pyongyang akan mengambil tindakan yang lebih kuat dan lebih eksplisit jika Washington terus mempertahankan sikap konfrontatif terhadap Korut. AS membekukan aset beberapa individu dan perusahaan yang terkait rudal Korut.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
SEOUL, SABTU — Rezim Korea Utara terus memperlihatkan perlawanannya terhadap sanksi-sanksi Amerika Serikat. Media Pyongyang, Sabtu (15/1/2022), melaporkan, Korut berhasil menembakkan dua rudal balistik dari kereta api ke laut untuk membalas sanksi terbaru Washington.
Laporan media Pemerintah Korut itu muncul sehari setelah militer Korea Selatan (Korsel) mendeteksi bahwa Korut telah menembakkan dua rudal ke laut. Tindakan itu adalah uji coba ketiga yang dilakukan negara tersebut sejak awal bulan ini setelah uji coba rudal hipersonik pada 5 Januari dan 11 Januari 2022.
Uji coba terbaru dilakukan beberapa jam setelah Departemen Luar Negeri Korut mengecam AS karena menerapkan sanksi baru atas uji coba rudal Korut sebelumnya. Pyongyang memperingatkan akan mengambil tindakan yang lebih kuat dan lebih eksplisit jika Washington mempertahankan sikap konfrontatif terhadap Korut dan ingin ”mengisolasi dan mencekik” Korut.
Washington membekukan aset beberapa individu dan perusahaan yang terkait rudal dan nuklir Korut. Departemen Keuangan AS, Rabu (12/1/2022), menjelaskan, sanksi diberikan kepada enam warga Korut, seorang warga Rusia, dan satu perusahaan Rusia yang bermarkas di Washington.
Sanksi terbaru Washington muncul setelah Pyongyang dua kali menguji rudalnya sekalipun masih dalam sanksi internasional dan pembekuan diplomasi nuklir dengan AS. Pada Oktober 2021, Depatemen Keuangan AS telah menjatuhkan sanksi kepada individu dan entitas bisnis di China, Myanmar, dan Korut karena membantu pemerintah mereka untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa ahli mengatakan, Pemimpin Korut Kim Jong Un akan kembali ke teknik lama yang terbukti ampuh untuk menekan AS dan Korsel. Setiap uji coba, selain merupakan tekanan agar AS mencabut sanksinya, juga mengancam kawasan demi memperkuat posisi tawar Korut dalam negosiasi untuk mendapat konsesi.
Kantor berita resmi Korut, KCNA, melaporkan, uji coba dilakukan pada Jumat kemarin dengan tujuan untuk memeriksa postur siaga resimen rudal di jalur kereta api. Pasukan dengan cepat bergerak ke lokasi peluncuran setelah menerima perintah uji coba rudal dalam waktu singkat. Mereka menembakkan dua rudal taktis yang dipandu dan secara akurat mengenai sasaran di laut.
”Uji coba itu menunjukkan kemampuan manuver yang tinggi dan tingkat serangan akurat,” kata KCNA. Uji coba itu juga untuk menyiapkan sistem operasi rudal yang dibawa kereta api yang tepat di seluruh negeri. Pejabat Keamanan Korsel mengatakan, rudal terbang sejauh 430 kilometer pada ketinggian 36 kilometer.
Adapun surat kabar Rodong Sinmun dari Korut menerbitkan foto-foto dari sesuatu yang tampak seperti dua rudal berbeda, melesat dari gerbong-gerbong yang tertutup kepulan asap. Menurut catatan Kompas, uji coba sistem rudal yang diangkut dengan kereta api ini merupakan yang kedua setelah pengujian pertama pada pertengahan September 2021.
Cheong Seong-Chang, analis di Institut Sejong Korsel, mengatakan, Korut kemungkinan melakukan peluncuran yang sebelumnya tidak direncanakan untuk menunjukkan perlawanannya atas sanksi AS. Rudal yang ditembakkan itu merupakan senjata jarak pendek berbahan bakar padat yang tampaknya dimodelkan oleh sistem balistik seluler Iskander, Rusia.
Korut pertama kali meluncurkan rudal dari kereta pada September 2021 sebagai bagian dari upaya Korut untuk mendiversifikasi opsi peluncurannya. Saat pertama kali diuji pada tahun 2019, rudal jenis ini dirancang untuk dapat bermanuver dan terbang rendah, yang berpotensi meningkatkan peluang menghindari dan mengalahkan sistem rudal lain.
Menembakkan rudal dari kereta api dapat menambah mobilitas. Namun, beberapa ahli mengatakan, jaringan rel sederhana yang melintasi wilayah Korut relatif kecil dan akan dengan cepat dihancurkan oleh musuh selama krisis. Para ahli mengatakan, Korut akan membutuhkan bertahun-tahun serta tes yang lebih sukses dan jarak jauh sebelum memperoleh hipersonik yang bisa diandalkan.
Diplomasi nuklir AS yang bertujuan meyakinkan Korut untuk meninggalkan program senjata nuklirnya terhenti pada 2019. Hal itu terjadi setelah pemerintahan Presiden AS Donald Trump saat itu menolak tuntutan Pyongyang untuk mencabut sanksi dengan imbalan penyerahan hanya sebagian kemampuan nuklirnya. AS menginginkan pengurangan penuh.
Kim Jong Un sejak itu berjanji untuk lebih memperluas persenjataan nuklir Korut. Padahal ekonomi Korut mengalami kemunduran besar di tengah penutupan perbatasan terkait pandemi dan sanksi yang terus-menerus dijatuhkan AS. Pyongyang sejauh ini menolak seruan AS untuk melanjutkan dialog tanpa prasyaratan dan menuntut AS terlebih dahulu meninggalkan ”kebijakan bermusuhan”.
Menanggapi sanksi AS terbaru, Pyongyang menuduh Washington secara sengaja meningkatkan permusuhan. Pyongyang juga mengatakan mempunyai hak yang sah untuk membela diri. (AP/REUTERS)