Kerasnya Pelatihan Unit Amfibi Angkatan Laut Taiwan
Ketegangan antara China dan Taiwan belum juga mengendur. Taiwan pun getol menyiapkan pasukan yang tidak gentar apabila pecah konflik terbuka.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
AP PHOTO
Seorang tentara Taiwan melakukan latihan perang kota di Kaohsiung, Taiwan selatan, Kamis (6/2/2022).
Menjadi anggota pasukan elite militer suatu negara pasti memerlukan komitmen yang kuat serta pelatihan yang keras. Demikian pula di Taiwan. Apalagi, wilayah ini tengah berada di ambang ancaman konflik terbuka dengan China.
Salah satu pasukan elite Taiwan ialah Unit Pengintaian dan Patroli Amfibi (ARP) yang merupakan bagian dari Korps Marinir di Angkatan Laut. Kecakapan mereka antara lain harus bisa berenang dengan seragam dan peralatan lengkap dan langsung melaksanakan tugas mengintai wilayah musuh tanpa boleh ketahuan.
Perekrutan anggota unit ini dilakukan secara sukarela. Tentara yang berminat dipersilakan mendaftar. Akan tetapi, jangan harap intensitas latihan yang mereka peroleh akan sama dengan pelatihan reguler di satuan asal mereka. Seleksi untuk ARP sangat ketat. Dari 31 lowongan untuk mengikuti pelatihan, hanya 15 yang akan lulus dan diterima sebagai anggota.
”Memangnya kalian ini Putri Tidur? Cepat, bangun!” seru seorang pelatih unit ARP kepada sebaris laki-laki yang berbaring di Pantai Zuoying, Taiwan selatan.
Barisan serdadu itu sejatinya sudah kelelahan. Seragam mereka basah kuyup. Mereka harus berbaring dengan kepala membelakangi deburan ombak. Di atas mereka, pelatih mondar-mandir memerintahkan mereka melakukan sit-up. Jumlahnya terserah si pelatih sampai ia merasa puas walaupun anak didiknya sudah terengah-engah.
Latihan ini bukan sepekan dua pekan, melainkan selama 10 pekan. Selama itu pula para peserta ”disiksa”. Mereka harus berenang bolak-balik sambil membawa perlengkapan, berlari berkilo-kilo meter, sit-up, push-up, dan latihan persenjataan.
Setiap hari, mereka harus bangun sebelum matahari terbit. Setelah sarapan, mereka melakukan latihan selama enam jam, dilanjutkan istirahat selama satu jam. Waktu rehat ini dimanfaatkan untuk makan, ke kamar kecil, bahkan tidur sejenak.
AP Photo
Tentara Taiwan bersiap memasuki sebuah gedung saat latihan perang kota di Kaohsiung, Taiwan selatan, Kamis (6/1/2022). Sehari sebelumnya, jet tempur Taiwan juga melakukan simulasi skenario perang di tengah meningkatnya ketegangan militer dengan China.
Selepas istirahat, ada enam jam penuh tantangan lagi yang menanti. Demikian polanya. Oleh sebab itu, tidak heran di antara para peserta ada yang hanya bisa memejamkan mata selama lima menit. Baru saja pikiran masuk ke alam mimpi, suara peluit yang nyaring memaksa mereka bangun dan melanjutkan latihan.
Di akhir latihan, mereka wajib melewati ”Jalan Menuju Surga”. Ini adalah jalan setapak sepanjang 100 meter bertabur kerikil tajam. Para peserta latihan harus merayap di atas batu-batu itu. Pelatihnya sesekali juga memberi perintah seperti harus melakukan push-up.
Tujuannya ialah menciptakan tentara yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga tegar di bawah tekanan, gesit, dan bisa mengambil keputusan secara cepat. Selain itu, mereka pun harus punya komitmen terhadap rantai komando dan kesetiaan terhadap negara di saat yang paling sulit sekalipun.
Mereka yang dinyatakan lulus merayakannya dengan bersukacita bersama para anggota keluarga yang datang menyaksikan upacara kelulusan. Apa alasan mereka bergabung dengan unit ini? Selain demi membela negara, juga untuk membuktikan kepada diri sendiri bisa mengatasi segala rintangan.
”Ini semua untuk melihat kekuatan tekad saya. Setelah itu, pintar-pintarnya kita mengatur jadwal istirahat, makan, dan ke kamar kecil dalam waktu yang sempit. Ini soal kemampuan berstrategi,” kata Wu Yu-wei (26), salah satu peserta pelatihan.
Sementara itu, rekannya, Fu Yu (30), mengaku ingin menguji nyali dan ketangguhan fisiknya. Selepas melewati Jalan Menuju Surga, ia mengungkapkan tidak lagi takut akan kematian.
Chen Shou-lin (26), salah seorang pelatih, mengatakan, pada akhirnya karakter bela negara, disiplin, dan kekompakan yang akan membuat para peserta lulus menjadi ARP. Latihan yang keras tersebut murni sebagai simulasi suasana perang ataupun keadaan misi genting dengan berbagai keterbatasan.
”Hanya karena peserta sukarela mendaftar, bukan berarti gampang lulus,” ujarnya.
Tegang
AFP/SAM YEH
Kapal militer kelas korvet buatan dalam negeri Taiwan, Ta Chiang, menembakkan suar dalam latihan persiapan perang di Keelung, Taiwan utara, Jumat (7/2/2022).
Suasana di Selat Taiwan sedang tegang. Presiden China sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Komunis China Xi Jinping berjanji menyatukan seluruh China, termasuk Taiwan. Adapun Taiwan tidak tinggal diam. Mereka memperkuat kapasitas militer dan bekerja sama dengan berbagai negara untuk pengadaan persenjataan ataupun pelatihan pasukan.
Kedutaan Besar China di Indonesia melalui keterangan tertulis kepada Kompas mengatakan bahwa perbuatan Taiwan ini murni aksi separatis yang berkolusi dengan pihak asing. Ini pula yang menjadi landasan China mengerahkan jet-jet tempur mereka ke wilayah pertahanan udara Taiwan.
Situasi kian memanas karena Jepang dan Amerika Serikat membuat pernyataan bahwa mereka tidak akan tinggal diam apabila terjadi sesuatu kepada Taiwan. AS tidak akan bisa langsung menurunkan pasukan membela Taiwan karena dalam Perjanjian Relasi Taiwan 1979, segala jenis bantuan yang diberikan kepada Taiwan harus melalui persetujuan Kongres AS.
Meskipun begitu, negara-negara Barat berjanji akan memberi sanksi kepada China jika mereka melakukan hal ekstrem. (REUTERS)