Covid-19 galur Omicron merajalela di Eropa. Separuh penduduknya diperkirakan bakal terinfeksi dalam dua bulan mendatang. Vaksinasi masih menjadi pertahanan utama melawan penyakit ini.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
AP PHOTO/DARKO VOJINOVIC
Warga Belgrade, Serbia, merayakan Tahun Baru 2022 tanpa mengenakan masker di tengah merebaknya Covid-19 galur Omicron.
COPENHAGEN, SELASA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk wilayah Eropa memperkirakan di kawasan itu dalam dua bulan ke depan akan terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 galur Omicron. Dugaan terburuk, setengah dari benua berpenduduk 746 juta jiwa itu akan tertular.
”Apabila dihitung menggunakan kecepatan penularan saat ini, lebih dari 50 persen warga Eropa akan terinfeksi Omicron dalam dua bulan,” kata Direktur WHO Eropa Hans Kluge, Selasa (11/1/2022).
WHO Eropa memantau 53 negara di Eropa dan Asia Tengah. Sebanyak 50 negara memiliki kasus Omicron yang membuat Eropa saat ini menjadi episentrum kasus Covid-19 global. Bahkan, di 26 negara, sebanyak 1 persen warganya tertular Covid-19 setiap pekan.
Pada pekan pertama Januari 2022, di seantero Eropa ada 7 juta kasus baru. Selama dua pekan terjadi lonjakan yang membuat jumlah kasus berlipat ganda. ”Semua negara hendaknya mewajibkan pemakaian masker, terutama di dalam ruangan, serta mengejar target vaksinasi seluruh penduduk,” kata Kluge.
WHO secara umum tetap mempertahankan prinsip mereka agar negara-negara kaya menunda program penyuntikan dosis penguat (booster). Seyogianya, vaksin yang tersisa segera dikirim ke negara-negara miskin dan berkembang agar mereka bisa mengejar target memvaksinasi setidaknya 70 persen penduduknya.
Kompas
Perawat menyuntikkan dosis vaksin Pfizer-BioNTech kepada warga di Haxby and Wigginton Group Medical Practice di Haxby, Inggris utara, 22 Desember 2020.
Vaksin dinilai tetap sebagai pertahanan utama melawan keparahan penularan Covid-19. Kluge mengungkapkan, di Denmark, tempat WHO Eropa bermarkas, angka perawatan di rumah sakit enam kali lebih tinggi di kalangan mereka yang tidak divaksin.
Sementara negara-negara Eropa sibuk berdebat menentukan langkah yang harus diambil, China mempertahankan kebijakan mereka untuk menutup setiap wilayah yang terdapat kasus positif. Langkah nihil Covid-19 ini diambil karena meskipun sudah 80 persen penduduk China divaksin lengkap, jumlah warga yang belum divaksin setara dengan jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah China tidak mau mengambil risiko adanya penularan besar-besaran.
Dilansir dari kantor berita nasional China, Xinhua, kota Xi’an yang berpenduduk 13 juta jiwa sudah memasuki pekan ketiga penutupan wilayah. Kota-kota lain turut menyusul dikunci begitu tes cepat reguler yang diadakan pemerintah menemukan ada kasus positif.
Di Hong Kong, otoritasnya tidak menutup perbatasan. Akan tetapi, mereka melakukan pembatasan sosial yang ketat. Para murid sekolah dikembalikan ke rumah untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring. Langkah ini diambil sampai Februari mendatang.
Australia dalam dua pekan terakhir mencatat jumlah kasus terbanyak sejak pandemi Covid-19 dimulai pada Januari 2020. Tercatat di negara ini ada 1,1 juta kasus positif sejak tahun 2020. Akan tetapi, 500.000 kasus terjadi hanya dalam dua pekan terakhir. Pada Selasa saja ada 86.000 kasus baru.
AP PHOTO/MARK BAKER
Awak pesawat tiba di Bandara Sydney, Australia, Senin (29/11/2021). Pihak berwenang di Australia menyatakan bahwa dua pelancong yang tiba di Sydney dari Afrika pada Minggu (28/11/2021) menjadi kasus pertama di negara itu yang dinyatakan positif Covid-19 galur baru Omicron.
Beberapa negara bagian seperti Victoria dan New South Wales kewalahan karena banyaknya tenaga kesehatan yang diisolasi karena terpapar Covid-19. Akibatnya, layanan kesehatan berkurang drastis. Bahkan, di Victoria layanan mobil ambulans sempat terhenti.
”Kami dalam krisis karena ada 4.000 tenaga kesehatan dan 400 pengemudi ambulans sedang menjalani isolasi mandiri,” kata Menteri Besar Negara Bagian Victoria Daniel Andrews.
Hal serupa juga dialami Amerika Serikat. Penularan terus terjadi, sementara pemerintah dan masyarakat tarik ulur terkait kebijakan wajib vaksinasi dan memakai masker. Rumah sakit kesulitan menangani banjir pasien Covid-19. Apalagi, data Kementerian Ketenagakerjaan AS mengungkapkan bahwa periode 2020-2021 ada 934.000 perawat yang mengundurkan diri. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari stres akibat tekanan kerja selama pandemi hingga menolak mengikuti kewajiban untuk divaksin.
Pemerintah AS mencatat, saat ini ada 130.000 pasien positif Covid-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan pada Januari 2021, yaitu 146.000 orang. Akan tetapi, beban di sektor kesehatan jauh lebih besar.
”Krisis tenaga kesehatan ini membuat kami tidak bisa memberi pelayanan yang optimal kepada pasien,” kata Direktur Unit Perawatan Intensif RS Universitas Virginia Taison Bell kepada CNN. (AFP)