Aung San Suu Kyi kembali dijatuhi hukuman penjara 4 tahun untuk kasus kepemilikan alat komunikasi impor tanpa izin. Ada belasan kasus yang ditimpakan kepada Suu Kyi. Jika digabungkan, Suu Kyi bisa dipenjara 100 tahun.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
NAYPYIDAW, SENIN —Penasihat Negara Myanmar dan penerima Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, dijatuhi hukuman penjara lagi. Kali ini pengadilan yang dikuasai junta militer Myanmar menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun untuk sejumlah kasus, termasuk kepemilikan enam alat komunikasi impor walkie-talkie tanpa izin. Pengadilan juga menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun karena kasus pelanggaran Undang-Undang Ekspor Impor dan 1 tahun penjara karena memiliki satu set alat pengacau sinyal.
Informasi itu diungkapkan salah satu sumber di pengadilan Myanmar, Senin (10/1/2022). Proses sidang tertutup untuk media. Tim pengacara Suu Kyi (76) tidak diperbolehkan berbicara dengan media massa dan masyarakat. Pengadilan juga memutuskan menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun untuk kasus pelanggaran Undang-Undang Manajemen Bencana Alam yang terkait dengan kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Jika dinyatakan bersalah untuk belasan kasus yang ditimpakan kepadanya, Suu Kyi bakal bisa mendekam di penjara sampai lebih dari 100 tahun. Namun, sejak awal Suu Kyi membantah semuanya.
Suu Kyi mulai ditahan sejak kudeta militer, Februari 2021. Dalam dokumen kepolisian disebutkan, enam walkie-talkie impor ilegal ditemukan polisi saat menggeledah rumah Suu Kyi. Tim pengacara Suu Kyi sudah menjelaskan alat komunikasi itu legal dan hanya digunakan untuk kepentingan pengamanan Suu Kyi. Pada 6 Desember 2021, pengadilan sudah mengeluarkan putusan hukuman penjara 4 tahun bagi Suu Kyi karena melanggar kebijakan pandemi Covid-19 saat kampanye pemilu 2020 dan menghasut.
Meski hukuman sudah dikurangi menjadi 2 tahun, para pendukung Suu Kyi tetap mengecam putusan itu karena gugatan-gugatan terhadap Suu Kyi tidak berdasar dan hanya berniat menghentikan perjalanan politik Suu Kyi. Namun, junta militer Myanmar menegaskan, Suu Kyi menjalani proses hukum yang dilakukan pengadilan independen pimpinan hakim yang dulu ditunjuk oleh pemerintahan Suu Kyi.
Suu Kyi bisa dipenjara sampai 100 tahun karena banyak kasus ditimpakan kepadanya. Ada lima tuduhan korupsi yang maksimal masing-masing bisa sampai 15 tahun penjara plus denda. Ada juga tuduhan menggulingkan Myint terkait pemberian izin untuk menyewa dan membeli helikopter. Gugatan ini belum diproses pengadilan. Tak hanya itu. Suu Kyi juga dituduh melanggar UU Rahasia Negara dengan ancaman hukuman maksimal 14 tahun. Suu Kyi dan 15 politikus lainnya juga dituduh oleh komisi pemilu Myanmar melakukan penipuan pada pemilu 2020. Jika terbukti bersalah, partai Suu Kyi bisa dibubarkan dan tidak bisa ikut pemilu baru yang dijanjikan dua tahun setelah kudeta militer.
Sampai sekarang junta militer tidak menyebutkan lokasi penahanan Suu Kyi. Pemimpin junta militer, Min Aung Hlaing, pada bulan lalu mengatakan, Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditahan di lokasi yang sama selama masa sidang dan tidak dipenjara. Kelompok hak asasi manusia Amnesty International mendesak agar Suu Kyi segera dibebaskan beserta ribuan tahanan politik lainnya yang ditahan tanpa dasar hukum yang jelas sejak kudeta. ”Putusan sidang yang terakhir ini bermotif politik. Komite Nobel sangat prihatin dengan kondisi Suu Kyi,” kata Ketua Komite Nobel Norwegia Berit Reiss-Andersen.
Junta militer tidak memperbolehkan ada pihak luar yang menemui Suu Kyi meski komunitas internasional mendesak agar bisa bertemu dengannya. Bahkan, Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar pun tak boleh bertemu. Karena sikapnya ini, ASEAN pun sepakat tidak mengundang Hlaing ke KTT ASEAN terakhir. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang memegang kursi kepemimpinan ASEAN untuk tahun ini, juga tak bisa bertemu Suu Kyi, pekan lalu. (REUTERS/AP)