Hadapi Agresivitas China dan Korut, AS-Jepang Kian Erat Bergandengan
AS dan Jepang mempererat kerja sama pertahanan demi mengantisipasi sikap agresif China dan ambisi nuklir Korea Utara. Keduanya akan mengembangkan teknologi berbasis hipersonik dan yang terkait ruang angkasa.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS —Amerika Serikat dan Jepang akan mempererat kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan, termasuk sama-sama membiayai operasional pasukan keamanan AS yang ada di Jepang. Dalam kerangka kerja sama pertahanan itu pula kedua pihak sepakat akan lebih banyak meneliti dan mengembangkan teknologi-teknologi terkait pertahanan, termasuk cara mengantisipasi ancaman persenjataan hipersonik.
Hal itu dikemukakan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken di sela-sela pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Menlu Jepang Yoshimasa Hayashi, dan Menhan Jepang Nobuo Kishi secara virtual, Kamis (6/1/2022). Kesepakatan baru ini, kata Blinken, akan memungkinkan investasi lebih besar pada kesiapan pertahanan kedua negara dan kemampuan beroperasi bersama. Dalam pertemuan itu juga dibicarakan isu keamanan lain seperti China-Taiwan dan Rusia-Ukraina.
Menhan Austin menilai hubungan AS dan Jepang semakin penting mengingat situasi yang kian tegang dan tantangan berat untuk menjaga kebebasan, kestabilan, dan keamanan kawasan Indo-Pasifik. Ancaman yang dimaksud, antara lain, datang dari program nuklir Korea Utara dan perilaku agresif China. ”Kami menghargai dukungan Jepang yang menyediakan tempat untuk pasukan keamanan AS dan kerja sama dalam meningkatkan kemampuan militer,” ujarnya.
Sebelum menyepakati kerja sama dengan AS, Jepang juga menandatangani kerja sama pertahanan dengan Australia. Ini merupakan kerja sama Jepang yang pertama kali dengan negara lain selain AS.
Terkait berbagi pembiayaan operasional pasukan AS di Jepang, pemerintahan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengakui manfaat dari kehadiran militer AS di Jepang sehingga akhirnya bersedia menyepakati skema pembagian pembiayaan yang baru. Mantan Presiden AS Donald Trump pernah meminta Jepang dan negara lain di Asia untuk membayar lebih banyak. Ini kemudian membuat hubungan AS dengan negara-negara sekutunya di Asia dan Eropa tegang.
Pemerintahan Presiden Joe Biden lantas berusaha membicarakan isu itu kembali dengan cara lebih baik. Upaya itu berhasil dan sudah selesai di antaranya dengan Korea Selatan. Dalam kesepakatan yang baru dengan Jepang, yang mulai berlaku tahun 2026, disebutkan, Jepang akan mengeluarkan biaya sekitar 1,82 miliar dollar AS setiap tahun untuk mendukung 55.000 tentara AS di Jepang.
AS dan Jepang berharap bisa semakin lekat bekerja sama dan berkoordinasi dalam menghadapi China di Indo-Pasifik serta mencari cara agar bisa mengajak Korut kembali berunding terkait program persenjataan nuklirnya. AS dan Jepang sama-sama semakin khawatir dengan ancaman Korut yang menguji rudal balistik lagi, Rabu lalu. Setelah dua bulan sepi tanpa kabar, Korut kembali menguji rudal hipersonik dan ini menunjukkan Korut tidak berminat berunding lagi dalam waktu dekat.
Juru bicara Deplu AS, Ned Price, meminta Korut menghentikan uji coba rudalnya karena melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Korut juga didesak untuk segera menjawab ajakan untuk memulai perundingan lagi. Lima negara anggota DK PBB yakni AS, Inggris, Perancis, Irlandia, dan Albania mengajak rapat, Senin mendatang, untuk membahas uji rudal Korut itu.
Teknologi pertahanan
Dalam pertemuan AS-Jepang, Blinken juga menekankan pentingnya mengembangkan kemampuan teknologi yang terkait ruang angkasa, bukan hanya hipersonik. Blinken menilai sudah saatnya kedua negara mengembangkan teknologi-teknologi baru itu bersama-sama. Saat ini Rusia, China, dan AS tengah berpacu membangun persenjataan hipersonik yang melaju lebih cepat dan lihai bermanuver hingga sulit dilacak dan dihentikan oleh rudal pencegat.
Seiring dengan uji coba rudal hipersonik Korut, Jepang juga sedang mengembangkan teknologi senjata elektromagnetik yang bisa menyerang rudal-rudal hipersonik. Untuk membiayai rencana ini, pemerintahan Kishida sudah menyetujui anggaran pertahanan baru. Sejumlah petinggi Jepang menilai pengembangan kemampuan menyerang pangkalan musuh ini harus dilakukan. Namun, para ahli tidak yakin rencana itu akan terlaksana mengingat akan ada penolakan dari dalam negeri. Ini terkait dengan prinsip pasifisme Jepang selama ini. (REUTERS/AFP/AP)