Vonis terhadap CEO Theranos Elizabeth Holmes tak sekadar mengirim milyuner muda ini ke jeruji besi, tapi berkirim pesan kepada penghuni Lembah Silikon yang tak menepati janjinya mewujudkan ide revolusioner mereka.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
Cerdas, ambisius dengan gaya berbicara yang mampu membius ditambah lagi ide revolusioner, memikat para pemilik modal menuliskan cek bernilai ratusan juta dollar AS kepada Elizabeth Holmes. Theranos, perusahaan yang didirikan oleh Holmes sejak tahun 2003 usai drop-ut dari Universitas Stanford, memiliki daya pikat karena teknologi yang rencananya dikembangkannya belum pernah ada sebelumnya.
Ide yang dilontarkan Holmes sederhana, yaitu membuat sebuah alat uji yang bisa mendeteksi berbagai macam penyakit berat hanya dengan beberapa tetes sampel darah, mulai dari kanker hingga HIV. Ide ini mendapat sambutan publik luas, termasuk media mogul Rupert Murdoch hingga Larry Ellison, pendiri dan pemilik perusahaan pengembang peranti lunak Oracle Corporation.
Theranos, kependekan dari therapy and diagnosis, mendapat kepercayaan dari banyak investor. Setahun pertama setelah perusahaan ini berdiri, Theranos berhasil meraup pendanaan hingga 900 juta dollar AS dan puncaknya, menurut BBC, valuasi perusahaan ini menembus angka 9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 129,465 triliun antara tahun 2013 dan 2014.
Namun, sebuah laporan investigasi yang muncul di media The Wall Street Journal, menjungkirbalikkan perusahaan perintis yang pernah digadang-gadang sebagai ”Apple atau Google masa depan”. Alat uji yang dijanjikan Holmes adalah tidak nyata. Sebaliknya, alat uji yang digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit berat hanyalah alat biasa, yang bisa ditemui di apotek. Akurasinya pun dipertanyakan.
Kemunculan artikel itu membuat Theranos limbung. Satu per satu, investor menarik dananya. Ujungnya, Holmes dibawa ke muka pengadilan federal yang mendakwanya dengan 11 tuntutan, termasuk penipuan.
Para juri, yang terdiri dari empat perempuan dan delapan laki-laki, memutuskan Holmes terbukti bersalah melakukan penipuan terhadap para investor. Sementara untuk empat tuntutan yang terkait dengan publik, juri memutuskan Holmes tidak bersalah.
Jeff Schenk, jaksa penuntut, mengatakan, Holmes bersalah karena tidak jujur kepada investor dan pasien yang menggunakan teknologinya. Dalam pandangan jaksa penuntut, tindakan yang dilakukan Holmes merupakan tindak pidana.
Holmes kemungkinan akan menghadapi hukuman penjara hingga maksimal 20 tahun. Namun, butuh waktu untuk sampai pada vonis penjara. Kini, Holmes berstatus bebas dengan jaminan.
Dampak psikologis
Sejumlah pengamat menilai, vonis terhadap Holmes akan membuat pemilik perusahaan rintisan merinding, terutama karena janji surga, janji kosong yang mungkin pernah diucapkan atau disampaikan kepada calon investor bisa berujung penjara.
Namun, bagi orang-orang yang mengenal budaya Lembah Silikon, sebutan bagi sebuah lokasi yang menjadi kawah candradimuka komunitas teknologi dan perusahaan rintisan, etos ”palsukan itu sampai Anda membuatnya (ide) ada dan nyata” tetap akan ada karena sektor ini bergelimang uang hingga miliaran dollar AS, terutama bagi ide brilian yang akan mengubah kehidupan manusia.
”Saya berani bertaruh banyak pendiri yang menyaksikan persidangan dan berpikir mereka mungkin telah melakukan beberapa hal yang sama yang dilakukan Elizabeth Holmes. Setiap pendiri perusahaan perintis percaya bahwa teknologi yang mereka garap belum ada, tetapi memiliki keyakinan bahwa teknologi ini akan hadir,” kata Aron Solomon, Kepala Analis Hukum di Esquire Digital, sebuah firma pemasaran untuk para pengacara.
Solomon mengatakan, para pendiri perusahaan perintis harus menjual visi liar tentang kesuksesan masa depan yang kini tengah mereka upayakan untuk mendapatkan dukungan, terutama dana dari investor. Para perintis sering kali mengemukakan visi mereka menggunakan frasa kekinian atau tengah berlangsung (present tense). Padahal, hal itu adalah sesuatu yang baru diharapkan terjadi di masa datang. Itu pun dengan catatan, mereka memiliki dukungan dana yang tidak pernah habis dan waktu yang cukup untuk mewujudkannya.
Ellen Kreitzberg, profesor hukum Universitas Santa Clara, mengatakan, di satu sisi, vonis terhadap Holmes memang mengirim pesan kepada setiap pendiri perusahaan perintis bahwa ada konsekuensi yang harus ditanggung apabila mereka melampaui batas, terutama hukum. Namun, di sisi lain, Kreitzberg memahami bahwa para investor ingin mendapatkan cuan, untung, yang lebih besar dari modal yang disisihkannya untuk ide-ide brilian pendiri perusahaan. ”Mereka akan selalu masuk untuk mendapatkan cincin emas,” katanya.
Richard Greenfield, pengacara yang biasa dipakai pendiri perusahaan perintis, mengatakan, ketika gairah untuk mewujudkan ide-ide liar itu terkekang, sama artinya para inventor bisa kehilangan calon investor potensial. Putusan terhadap Holmes, menurut dia, akan menghasilkan kehati-hatian tidak hanya pada para pemilik usaha rintisan, tetapi juga calon investor.
”Namun, sebagian besar sifat manusia memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan, terutama ketika Anda tahu dana tidak akan mengalir, kecuali Anda tidak melakukannya,” kata Greenfield. Dia menambahkan, putusan Holmes tidak mengubah pandangan calon investor. Menurut dia, masih banyak orang yang ingin meraih cuan, simbol kesuksesan.
”Mari kita hadapi bahwa Lembah Silikon didasarkan pada mimpi. Dan Anda membutuhkan orang untuk terus menyalakan api untuk membantu menjaga mimpi itu tetap hidup,” ujarnya. (AP/AFP)