Perayaan Tahun Baru, dari Pesta di Serbia hingga Petaka di India
Akibat pandemi Covid-19, aneka pesta perayaan Tahun Baru di banyak negara dibatalkan. Serbia masih merayakan malam pergantian tahun, tetapi di India, perayaan berubah menjadi petaka.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Tahun Baru 2022 dirayakan dengan khidmat di hampir semua negara di dunia. Pesatnya penularan galur Covid-19 Omicron menjadi alasan segala jenis hura-hura ditunda. Akan tetapi, di beberapa negara, keramaian tidak terelakkan. Baik karena sengaja dilakukan oleh pemerintah maupun karena masyarakat tak kuasa berhenti mengikuti ritual yang menurut mereka sakral.
Kota-kota besar dunia, seperti Paris, Perancis; London, Inggris; New York, Amerika Serikat; dan Tokyo, Jepang; memilih merayakan Tahun Baru 2022 secara kecil-kecilan.
Serbia adalah pusat perayaan di seluruh Eropa.
Kondisi itu, misalnya, terlihat dari kawasan ikonik Times Square di New York, AS, pada malam pergantian tahun, Jumat (31/12/2021) hingga Sabtu (1/1/2022), yang hanya boleh diisi 15.000 pengunjung dengan syarat memakai masker dan menjaga jarak. Madrid, Spanyol, yang biasa terkenal dengan pestanya juga relatif kalem dalam menyambut pergantian tahun.
Namun, di Serbia, masyarakat berpesta layaknya tidak ada pandemi Covid-19. Di kota Belgrade, perayaan Tahun Baru berlangsung meriah. Ada konser dan pesta kembang api.
Restoran, kafe, bar, dan kelab malam padat disesaki pengunjung. Data Pemerintah Kota Belgrade menunjukkan, ada 100.000 wisatawan yang datang khusus untuk merayakan Tahun Baru 2022. Hotel dan losmen di kota itu laku dipesan.
”Malam ini, Serbia adalah pusat perayaan di seluruh Eropa,” kata Wakil Wali Kota Belgrade Goran Vesic.
Serbia merupakan negara yang dipimpin oleh pemerintah berhaluan kanan yang populis. Sejatinya, para pakar kesehatan melarang adanya kerumunan karena di negara berpenduduk 7 juta jiwa ini telah terjadi 1,3 juta kasus positif Covid-19 dan 12.714 kematian.
Walakin, pemerintah memilih mengacuhkan peringatan tersebut dan sejak awal bersikap lunak dalam penanganan pandemi.
Pemerintah berdalih telah mengambil langkah-langkah pencegahan penularan Covid-19. Di malam Tahun Baru, Pemerintah Kota Belgrade membagi-bagikan 50.000 masker gratis.
Mereka juga mendirikan sejumlah posko untuk tes cepat berbasis antigen. Permasalahannya, pemerintah tidak mewajibkan adanya surat bukti telah divaksinasi kepada para pengunjung, termasuk mereka yang berkumpul di dalam ruangan.
Di luar kontroversi itu, masyarakat nyatanya tetap antusias menyambut kebijakan ini. Para pengunjung mengaku ada yang belum divaksin. Meski begitu, mereka tidak khawatir dengan risiko tertular Covid-19 karena malam Tahun Baru adalah waktu untuk bersenang-senang dan melupakan segala kecemasan.
”Ini bukan lagi pembiaran, tetapi sudah seperti pembunuhan massal yang terencana. Sudah bisa dipastikan akan ada lonjakan kasus drastis beberapa hari setelah Tahun Baru,” kata pakar epidemiologi Serbia, Zoran Radovanovic.
Saling injak
Sementara itu, di Katra, Negara Bagian Jammu dan Kashmir, India, terjadi tawuran yang mengakibatkan saling injak. Sebanyak 12 orang tewas akibat tidak bisa bernapas ataupun terlindas massa, sedangkan 15 orang terluka. Aparat penegak hukum menduga setidaknya ada 100.000 orang yang terlibat dalam kejadian itu.
”Empat orang dalam kondisi serius dan masih kehilangan kesadaran. Mereka dirawat di unit perawatan intensif,” kata dokter ahli bedah saraf JP Singh dari Rumah Sakit Shri Vaishno Devi kepada TheTimes of India.
Tragedi ini terjadi di Kuil Mata Vaishno Devi yang berada di lereng gunung. Untuk menuju ke lokasi itu, pengunjung harus berjalan kaki sejauh 15 kilometer dari kota Katra.
Ini adalah kuil yang populer di kalangan umat Hindu. Sebelum pandemi Covid-19, kuil ini dikunjungi rata-rata 100.000 orang per hari. Selama pandemi, jumlah pengunjung rata-rata adalah 25.000 orang per hari.
”Saya pengunjung rutin. Pastinya, hari ini jumlah orang yang datang jauh melebihi hari-hari reguler selama pandemi,” kata seorang saksi mata bernama Ravinder.
Ia menambahkan, ”Pengelola kuil sama sekali tidak mengatur ketertiban pengunjung. Kami dibiarkan berdesak-desakan.”
Menurut dia, ketika sedang sibuk mengantre untuk berdoa, tiba-tiba ada dorongan yang membuat massa panik. Mereka berusaha melarikan diri, tetapi tidak berhasil karena seluruh penjuru dipenuhi manusia.
Akibatnya, massa saling tindih dan injak. Ravinder mengaku membantu mengevakuasi delapan jenazah korban. Ia masih trauma dan gemetar karenanya.
Empat orang dalam kondisi serius dan masih kehilangan kesadaran. Mereka dirawat di unit perawatan intensif.
Dilansir dari kantor berita Press Trust of India, Kepala Polisi Katra Dilbag Singh mengatakan bahwa penyebab kepanikan massa itu ialah tawuran antara dua kelompok pemuda. Pengunjung yang panik berusaha menghindari baku hantam, tetapi malah memicu kepanikan massal. Para pelaku tawuran telah diamankan oleh kepolisian. (AP)