Jerman Tutup Tiga PLTN, Ketergantungan pada Pasokan Gas Rusia Bakal Membesar
Pemerintah Jerman menutup tiga pembangkit listrik tenaga nuklirnya pada akhir 2021 dan mencoba beralih ke sumber energi baru terbarukan. Transisi energi ini dikhawatirkan membuat ketergantungan pada Rusia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
(PHOTO BY JOHANNES EISELE / AFP)
Foto udara yang diambil pada 22 September 2010 memperlihatkan fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Brokdorf, Jerman. Pemerintah Jerman menutup tiga PLTN miliknya pada akhir 2021 dan merencanakan menutup tiga lagi pada akhir 2022.
Di tengah krisis energi, terutama karena kenaikan harga listrik, Pemerintah Jerman memutuskan untuk tetap menutup tiga dari enam pembangkit listrik tenaga nuklir mereka di pengujung 2021. Keputusan ini membuat pasokan energi Jerman berkurang sekitar 4 gigawatt, setara dengan daya listrik yang dihasilkan oleh 1.000 pembangkit listrik tenaga angin (wind turbin).
Tiga pembangkit yang ditutup akhir tahun ini berlokasi di Brokdorf, 40 kilometer barat laut Hamburg, Grohnde yang terletak 40 kilometer selatan kota Hannover, dan Grundremmingen yang terletak 80 kilometer barat Muenchen. Ketiga pembangkit telah beroperasi sejak 1980-an.
Tiga pembangkit listrik tersisa akan menyusul ditutup pada akhir 2022. Penutupan ini mengikuti jadwal yang pernah ditetapkan oleh mantan Kanselir Jerman Angela Merkel saat masih berkuasa.
Pemerintahan baru Jerman menyatakan mereka tetap pada putusannya untuk menonaktifkan semua PLTN tahun depan dan menghentikan penggunaan batubara secara bertahap hingga 2030. Keberadaan nuklir sebagai sumber energi akan diganti dengan sumber energi baru terbarukan. Situasi sekarang dinilai tidak akan memengaruhi keamanan energi Jerman dan membuat negara ini ”netral iklim” pada tahun 2045.
”Kami ingin memperlihatkan bahwa peningkatan penggunaan energi terbarukan secara besar-besaran dan mempercepat perluasan jaringan listrik bisa dilakukan oleh Jerman,” kata Menteri Ekonomi dan Iklim Robert Habeck.
Keputusan untuk menghentikan penggunaan nuklir, peralihan penggunaan bahan bakar fosil ke EBT pertama kali dilakukan oleh pemerintahan Kanselir Jerman Gerhard Schroeder pada 2002. Merkel, meski sepakat untuk menghentikan penggunaan nuklir, memutuskan memperpanjang pemanfaatannya, hingga akhirnya tragedi kebocoran reaktor nuklir di Fukushima tahun 2011 menyadarkannya. Merkel pun memutuskan tahun 2022 sebagai batas akhir penggunaan nuklir sebagai sumber energi di Jerman.
(STEFAN PUCHNER/DPA VIA AP)
Dua menara pendingin yang ada di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Gundremmingen, Bavaria, Jerman, Jumat (31/12/2021), masih mengeluarkan asap. Gundremmingen adalah satu dari tiga PLTN yang ditutup Pemerintah Jerman di akhir 2021. Pemerintah Jerman merencanakan menutup tiga lagi pada akhir 2022.
Tiga pembangkit nuklir Jerman yang tersisa, yaitu Emsland, Isar, dan Neckarwestheim, akan ditutup pada akhir 2022.
Meski operasional PLTN sudah berakhir, dua pertiga pekerja di masing-masing pembangkit diperkirakan masih akan terlibat dalam operasional pasca-penutupan. PLTN yang dikelola RWE, misalnya, masih akan mempekerjakan 400-an pekerja di lokasi itu sampai setidaknya tahun 2030 mendatang, terutama untuk mengelola bahan radioaktif berbahaya. Masing-masing perusahaan juga menerima dana sekitar 3 miliar dolar AS untuk penghentian operasional awal.
Sejumlah pihak sempat menyerukan agar pemerintah mengkaji ulang keputusan untuk mengakhiri penggunaan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Salah satunya karena nuklir dinilai lebih ramah lingkungan, terutama karena emisi karbon dioksida yang dihasilkan relatif sedikit. Kelompok yang mendukung penggunaan nuklir sebagai sumber energi berpendapat bahwa PLTN membantu negara itu memenuhi kebutuhan sumber energinya sekaligus mencapai target mengurangi emisi gas rumah kaca.
Beberapa negara tetangga, seperti Perancis, terus mendorong penggunaan nuklir sebagai sumber energi. Pemerintahan Presiden Emmanuel Macron pun mengampanyekan nuklir sebagai sumber EBT Uni Eropa dengan yang memenuhi syarat untuk investasi.
Bahkan, di Jerman, opini publik terhadap nuklir tampaknya melunak.
Dalam survei yang dilakukan YouGov baru-baru ini, bekerja sama dengan surat kabar Welt am Sonntag, sekitar 50 persen warga Jerman mengatakan mereka mendukung pembatalan penutupan PLTN. Hal ini dipicu kenaikan tajam harga energi baru-baru ini.
(AP PHOTO/VIRGINIA MAYO, FILE)
Foto yang diambil pada 11 Oktober 2021 memperlihatkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Doel di Belgia. Sejumlah negara Eropa memutuskan tidak lagi memanfaatkan nuklir sebagai sumber energi mereka dan mencoba beralih ke sumber energi baru terbarukan.
Monika Schnitzer, anggota Dewan Ahli Ekonomi Jerman, kepada Rheinische Post menyatakan, secara ekonomi dan ekologis, penundaan penutupan sangat masuk akal untuk saat ini.
Menteri Lingkungan Steffi Lemke, dalam wawancara terbaru dengan kelompok media Funke, menepis anggapan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir generasi baru mungkin akan mendorong Jerman untuk mengubah arah lagi.
”Pembangkit listrik tenaga nuklir tetap menjadi fasilitas berisiko tinggi yang menghasilkan limbah atom radioaktif tinggi,” katanya. Bahan radioaktif yang dihasilkan oleh PLTN berbahaya tidak hanya bagi satu atau dua generasi mendatang, tetapi hingga 35.000 generasi ke depan.
Gas Rusia
Waktu penutupan yang dinilai tidak tepat dipandang akan membawa dampak yang buruk, tidak hanya bagi ekonomi Jerman, tapi juga secara politik.
Harga gas referensi Eropa, TTF Belanda, mencapai 187,78 euro per MWH (megawatt-hour) pada Desember atau mengalami kenaikan hingga 10 kali lipat dibandingkan dengan awal tahun. Dampaknya, harga listrik juga melonjak. Situasi itu telah memicu ketegangan dengan Rusia, yang memasok sepertiga kebutuhan gas Eropa.
JENS BUETTNER/DPA VIA AP, FILE)
Foto yang diambil pada 8 September 2020 memperlihatkan sebuah kapal Rusia, Akademik Tscherski, menurunkan sejumlah peralatan yang akan digunakan untuk membangun jaringan pipa gas Nord Stream 2 di Pelabuhan Mukran, Ruegen, Jerman. Keputusan Pemerintah Jerman menutup tiga pembangkit listrik tenaga nuklirnya pada akhir 2021 membuatnya semakin bergantung pada pasokan gas Rusia sebagai salah satu sumber energi mereka.
Negara-negara Barat menuduh Rusia membatasi pengiriman gas untuk menekan Eropa di tengah ketegangan atas konflik Ukraina.
Sebastian Herold, profesor bidang kebijakan energi di Universitas Ilmu Terapan Darmstadt, mengatakan, berakhirnya era nuklir di Jerman akan mendorong harga energi semakin tinggi di negara itu.
”Dalam jangka panjang, harapannya adalah peningkatan energi terbarukan akan menyeimbangkan segalanya. Tapi, ini tidak bisa terjadi dalam waktu yang singkat,” katanya. Dia menambahkan, transisi dari nuklir ke EBT akan diisi oleh penggunaan gas alam secara masif. Dengan demikian, ketergantungan Jerman terhadap pasokan gas dari Rusia akan meningkat. (AP/AFP)