Salam Perpisahan Dunia bagi Pejuang Anti-Apartheid Desmond Tutu
Uskup Agung Desmond Tutu adalah sosok yang digambarkan sebagai kompas moral bagi Afsel. Perjuangannya yang tak kenal lelah melawan ketidakadilan akan abadi. Afsel berkabung hingga hari pemakamannya, 1 Januari mendatang.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
(PHOTO BY RODGER BOSCH / AFP)
Seorang warga menempelkan karangan bunga di samping poster Uskup Agung Desmond Tutu di depan Katedral St Georges, Cape Town, Afrika Selatan, Minggu (26/12/2021). Uskup Tutu meninggal dunia, Minggu, dalam usia 90 tahun.
CAPE TOWN, SENIN — Ucapan dukacita dari para pemimpin negara, tokoh agama, dan kelompok-kelompok sosial di dunia mengalir mengiringi kepergian tokoh agama sekaligus pejuang anti-apartheid Desmond Tutu. Semangat perjuangan dan asa penghiburan bagi kaum yang lemah yang diusung Uskup Agung Emeritus Anglikan Afrika Selatan semasa hidupnya diharapkan terus hidup dan diteruskan.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan, meninggalnya Uskup Tutu adalah babak lain dari duka mendalam lewat perpisahan Afsel sebagai sebuah bangsa dengan generasi yang luar biasa di negara itu. Generasi tersebut telah mewariskan kebebasan bagi generasi-generasi berikutnya.
”Desmond Tutu adalah seorang patriot tanpa tandingan; seorang pemimpin penuh prinsip dan pragmatisme yang memberi makna pada wawasan alkitabiah bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati,” kata Ramaphosa.
Uskup Tutu adalah sosok yang digambarkan sebagai kompas moral negara bagi Afsel. Uskup Tutu meninggal dunia sehari setelah hari raya Natal pada Minggu (26/12/2021) dalam usia 90 tahun. Menurut rencana, ia akan dimakamkan di Katedral St George di Cape Town, tempat dirinya pernah bertugas, pada 1 Januari mendatang.
KOMPAS
Uskup Agung Emeritus Anglikan Afrika Selatan Desmond Tutu meninggal pada usia 90 tahun, Minggu (26/12/2021).
Masa berkabung diberlakukan di Afsel pada hari meninggalnya Uskup Tutu hingga hari pemakamannya. Para pelayat terlihat berkumpul di Katedral St George dan juga di tempat tinggal semasa mendiang menghabiskan masa tuanya setelah tugasnya sebagai uskup paripurna. Mereka membawa aneka karangan bunga sebagai ungkapan dukacita bagi Uskup Tutu. Tim nasional kriket Afsel mengenakan ban hitam di lengan untuk menghormati Uskup Tutu kala melawan timnas India di Cape Town pada Minggu.
Uskup Tutu adalah suara dari mereka yang tak bersuara sekaligus sumber inspirasi bagi orang-orang di mana saja.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menilai, Uskup Tutu adalah sosok global yang menjulang tinggi untuk perdamaian dan keadilan. Uskup Tutu, kata Guterres, adalah suara dari mereka-mereka yang tak bersuara dan sekaligus sumber inspirasi bagi orang-orang di mana saja.
”Kami akan terus menarik kekuatan dari kemanusiaannya, semangat dan tekadnya untuk berjuang demi dunia yang lebih baik bagi semua,” kata Guterres.
Ratu Inggris Elizabeth menyatakan ikut berkabung bersama semua keluarga Kerajaan Inggris serta merasakan kesedihan yang mendalam atas meninggalnya Uskup Tutu. Di mata Ratu Elizabeth, Uskup Tutu adalah seseorang yang tanpa lelah memperjuangkan hak asasi manusia di Afsel dan di seluruh dunia.
AP PHOTO/JOHN MOORE, FILE
Ratu Inggris Elizabeth II keluar dari Katedral St George bersama Uskup Agung Desmond Tutu pada akhir doa peringatan Hari Hak Asasi Manusia di Cape Town, Afrika Selatan, 21 Maret 1995.
”Saya ingat dengan penuh cinta pertemuan saya dengannya dan kehangatannya yang luar biasa dan rasa humor,” kata Ratu Elizabeth. ”Kehilangan Uskup Agung Tutu akan dirasakan oleh warga Afsel dan oleh begitu banyak orang di Inggris Raya, Irlandia Utara, dan di seluruh Persemakmuran, di mana dia sangat disayangi dan dihargai.”
Uskup Tutu sangat jarang muncul di publik di ujung usianya dalam beberapa tahun terakhir. Dirinya cukup dikenang karena rasa humornya yang tinggi dan senyumnya yang khas. Namun, di atas semua itu, perjuangannya yang tak kenal lelah melawan ketidakadilan akan abadi.
Pria bernama lengkap Desmond Mpilo Tutu itu lahir di Klerksdrop, sebuah kota kecil yang berjarak 170 kilometer dari Cape Town, pada 7 Oktober 1931. Ayahnya adalah seorang guru dan ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Ia masuk ke sekolah untuk menjadi imam Anglikan di Kolese Santo Petrus di Johannesburg dan kemudian ditahbiskan sebagai imam untuk Gereja Anglikan pada 1961. Setelah itu, Tutu melanjutkan kuliah di Kong’s College di Inggris.
Dalam sebuah wawancara pada 2004, Tutu mengungkapkan, dirinya menyadari kesempatan kuliah tersebut amat istimewa karena langka bagi warga kulit hitam untuk bisa mencapai level tersebut. ”Di sini saya menyadari bahwa ilmu ini harus dipakai untuk menaikkan derajat bangsa Afsel,” kata Tutu.
(PHOTO BY GIANLUIGI GUERCIA / AFP)
Sejumlah warga terlihat berjalan di depan gedung Balai Kota Cape Town, Afrika Selatan, yang dihiasi dengan lampu berwarna ungu, Minggu (26/12/2021). Nyala lampu berwarna ungu itu adalah ungkapan rasa dukacita atas meninggalnya Uskup Emeritus Desmond Tutu.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut keberanian dan standar moralitas Uskup Tutu membantu mengilhami komitmen AS untuk mengubah kebijakan Washington terhadap rezim apartheid yang represif di Afsel. Barack Obama, mantan Presiden AS yang berkulit hitam, menilai, semangat universal Uskup Tutu didasarkan pada perjuangan untuk pembebasan dan keadilan.
Obama mengaku merasa sangat kehilangan Uskup Tutu. Bagi Obama, dia adalah seorang mentor, seorang teman, dan sekaligus kompas moral.
Pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus juga menyatakan dukacitanya atas kepergian Uskup Tutu. Paus secara tulus mendoakan arwah Uskup Tutu. Paus senantiasa mengingat pelayanan sang uskup sebagai perwujudan ajaran Kristiani melalui promosi kesetaraan ras dan rekonsiliasi di Afsel. (AP/AFP)