Imigran mendatangi Inggris pada malam Natal. Mereka nekat menyeberangi Selat Channel di tengah udara beku.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
DOVER, MINGGU — Libur Natal mengakibatkan patroli penjaga pantai di Inggris dan Perancis berkurang. Sebanyak 67 imigran gelap berhasil mendarat di Pelabuhan Dover, Inggris, tepat pada tengah malam hari Minggu (26/12/2021). Krisis migran ini kian mendesak Inggris dan Perancis bersikap tegas untuk mencegah berbagai penyeberangan ilegal.
Para imigran yang berasal dari Irak, Iran, dan Afghanistan ini ditangkap oleh kapal patroli polisi air Inggris. Mereka menaiki dua sampan yang oleh patroli diarahkan untuk merapat ke pantai di Dover. Ketika diperiksa, penumpang sampan itu mencakup dua anak kecil dan satu bayi. Mereka dibebat selimut agar tidak kedinginan.
Analisis cuaca menunjukkan, pada malam Natal itu, cuaca beku, tetapi lautan di Selat Channel tenang. Hal ini yang membuat para imigran berani menyeberang dari Calais, Perancis. Setelah aparat penegak hukum Inggris berkoordinasi dengan Perancis, ternyata patroli polisi air Perancis berhasil mencegah kapal ketiga untuk berlayar.
”Para pengungsi semestinya langsung mendaftarkan diri untuk mencari suaka kepada pemerintah di negara aman pertama yang mereka capai. Pencarian suaka tidak bisa disamakan seperti berbelanja barang, yaitu memilih-milih negara yang cocok,” kata Menteri Hukum dan Pencegahan Imigrasi Ilegal Inggris Tom Pursglove, seperti dikutip oleh surat kabar The Telegraph.
Inggris memiliki masalah kedatangan imigran gelap yang berlayar dari Perancis. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, pada tahun 2019, ada 49 imigran yang mendarat di Dover. Sebanyak 14 di antara mereka berhasil dipulangkan ke Perancis. Pada tahun 2018, imigran gelap yang masuk dari Selat Channel ke Dover berjumlah 40 orang.
Namun, lonjakan drastis terjadi pada tahun 2021, bulan Agustus saja ada 1.000 imigran mendarat di Dover. Ada 200 orang yang dikembalikan ke Perancis. Menurut Pursglove, para imigran dan pelaku penyelundupan manusia ini memperalat hukum di Inggris dan beramai-ramai membanjiri negara tersebut.
”Undang-undang yang baru hampir selesai dirapatkan dan akan segera disahkan. Kalau ini sudah berlaku, pelaku penyelundupan manusia akan diganjar hukuman penjara seumur hidup. Imigran gelap juga bisa dikenai sanksi pidana. Inggris hanya akan menerima imigran yang melamar suaka dengan sah,” tutur Pursglove.
Sebaliknya, Uskup Agung Canterbury Justin Welby dalam misa Natal justru meminta agar rakyat Inggris memperhatikan pengungsi. Ia menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk membantu sesama. Apalagi, para imigran tidak meninggalkan tanah air mereka dengan sukarela. Menjadi imigran gelap bukan cita-cita hidup seseorang.
”Ingatlah bahwa kemanusiaan ada ketika kita menolong mereka yang kesusahan. Yosef dan Maria juga kesusahan dan mencari tempat bernaung. Kisah Natal dimulai dengan uluran tangan untuk membantu mereka,” kata Welby, dikutip oleh surat kabar Daily Mail.
Berbahaya
Selat Channel yang memisahkan Inggris dengan Perancis memiliki lebar 34 kilometer. Sejauh ini, baik Inggris maupun Perancis tidak mau bertanggung jawab atas para imigran. Apabila ditangkap oleh kapal patroli Inggris di tengah jalan, mereka akan dikembalikan ke Perancis. Setelah itu, tergantung Pemerintah Perancis, mau memberi suaka kepada imigran atau merepatriasi mereka ke negara asal.
Para imigran ini nekat menyeberangi Selat Channel dengan perahu karet ataupun sampan. Hal ini yang menyebabkan berbagai risiko keselamatan. Contohnya pada November lalu. Sebuah perahu karet yang mengangkut 33 imigran terbalik ketika sudah mendekati Inggris. Hanya dua orang yang berhasil diselamatkan.
Dari korban tewas, hanya 27 orang yang jasadnya ditemukan. Mereka adalah warga negara Irak, Iran, Afghanistan, Somalia, Etiopia, dan Mesir. Korban tewas ini termasuk tujuh perempuan, satu remaja berusia 16 tahun, dan satu anak berusia tujuh tahun.
Pada Jumat (24/12/2021), Pemerintah Inggris memulangkan 16 jasad warga Irak dari kelompok etnis Kurdi. Peti jenazah mereka disambut oleh keluarga di Arbil, Irak. (AFP)