Paus Fransiskus Minta Eropa Bertanggung Jawab terhadap Imigran
Paus Fransiskus telah menjadikan pembelaan para migran dan pengungsi sebagai landasan kepausannya. Paus mendesak negara-negara Eropa bersama-sama menerima migran dari Afrika dan Asia.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
VATICAN CITY, RABU — Pemimpin umat Katolik, Paus Fransiskus, menyatakan seluruh negara di Benua Eropa harus berbagi tanggung jawab untuk menerima migran dan membantu mereka berintegrasi dengan masyarakat Eropa. Berbicara dalam audiensi umum mingguan di Vatikan, Rabu (22/12/2021), Paus mendesak negara-negara untuk membuka pintu hati mereka dan menerima para migran dari negara-negara di Afrika dan Asia.
Paus Fransiskus telah menjadikan pembelaan terhadap para migran dan pengungsi sebagai landasan kepausannya. Ia merasakan kemanusiaan mereka yang terluka selama perjalanannya ke Siprus dan Yunani awal bulan ini. ”Saya juga bisa melihat betapa sedikitnya negara Eropa yang menanggung sebagian besar konsekuensi dari fenomena migrasi di kawasan Mediterania,” katanya. Menurut Paus, kondisi itu membutuhkan tanggung jawab bersama dari semua pihak karena ini masalah kemanusiaan.
Negara-negara di garis depan Eropa yang menjadi tujuan pertama para migran, termasuk Siprus, Italia, Yunani, dan Malta, telah lama menyerukan agar negara-negara lain di Eropa berbagi tanggung jawab atas para migran yang melintasi Laut Mediterania dari Afrika utara. Sekitar 54.000 migran telah tiba di Italia tahun ini, naik dari sekitar 30.000 orang tahun lalu. ”Orang-orang ini harus diselamatkan, tetapi sangat tidak adil jika hanya oleh Italia karena menjadi negara pendaratan pertama di Eropa,” kata Menteri Dalam Negeri Italia Luciana Lamorgese bulan lalu ketika 800 migran diselamatkan di Mediterania.
Sebanyak 12 migran dari kamp-kamp pengungsi di Siprus yang diterima di Italia atas biaya Paus Fransiskus tiba pekan lalu. Ini gelombang pertama dari total 50 orang yang diharapkan dimukimkan kembali dari Pulau Mediterania. Paus Fransiskus berharap lebih banyak negara Eropa akan mengizinkan kelompok-kelompok gereja lokal untuk membawa lebih banyak pengungsi dan migran serta membantu mereka berintegrasi. ”Anda hanya perlu membuka pintu, pintu hati. Jangan sampai kita lalai saat Natal ini,” kata Paus Fransiskus.
Anda hanya perlu membuka pintu, pintu hati. Jangan sampai kita lalai saat Natal ini.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) pada Selasa (21/12) mengungkapkan, setidaknya 160 migran tewas tenggelam di lepas pantai Libya setelah kapal mereka karam pekan lalu. ”Selama seminggu terakhir, setidaknya 160 nyawa hilang di Mediterania Tengah, di lepas pantai Libya,” kata Safa Msehli, juru bicara badan PBB yang berbasis di Geneva, melalui media sosial Twitter. ”Hampir 1.500 migran tenggelam di rute tersebut tahun ini.”
IOM mengatakan, sebanyak 466 migran dicegat atau diselamatkan di laut dan dikembalikan ke Libya pada 12-18 Desember. Libya telah menjadi rute utama para migran yang ingin mencapai Eropa. Jumlah calon migran yang ingin ke Eropa bertambah sejak Libya terjerumus ke dalam perang saudara setelah penggulingan dan pembunuhan diktator Moamar Kadhafi pada 2011.
Pada awal pekan ini, kepolisian Maroko telah menangkap belasan ribu orang yang mencoba meninggalkan negara itu secara ilegal sejak awal tahun dan membongkar jaringan penyelundupan. Direktorat Jenderal Keamanan Nasional Maroko menyatakan telah menahan 415 penyelenggara dan mediator serta 12.231 calon imigran ilegal, juga membongkar 150 jaringan kriminal yang aktif mengatur imigrasi ilegal.
Daratan Spanyol hanya sekitar 20 kilometer dari Maroko. Kondisi itu menjadikan Spanyol target orang yang melarikan diri dari kemiskinan atau konflik di berbagai tempat di Afrika. Aparat Maroko telah menyita 752 dokumen perjalanan palsu, 67 perahu karet dan 47 mesin, serta 65 kendaraan bermotor. Jumlah itu hanya terkait operasi polisi dan tidak termasuk cegatan angkatan laut terhadap migran yang menuju Spanyol.
Dari Paris dilaporkan, pekan lalu lembaga swadaya masyarakat yang mengadvokasi persoalan migran Perancis, Utopia 56, telah mengajukan sebuah pengaduan yudisial. Mereka menuduh kepala otoritas maritim Perancis, layanan Cross Gris Nez di Perancis, dan penjaga pantai Inggris melakukan ”pembunuhan” karena gagal memberikan bantuan terhadap para migran di perairan saat mereka berupaya masuk ke daratan Eropa.
Utopia 56 mengatakan, para migran menelepon otoritas keamanan laut Perancis dan Inggris, tetapi tidak mendapat bantuan sampai seorang nelayan Perancis meningkatkan peringatan lebih dari 10 jam. Seorang juru bicara Prefektur Maritim Perancis mengatakan, penyelamatnya bersiaga dan bereaksi atas setiap panggilan yang mereka terima. Ia menyatakan penyelidikan sedang dilakukan atas adanya sebuah panggilan darurat yang diterima malam itu.
Penjaga pantai menolak tuduhan hukum Utopia 56. Dikatakan, pada 24 November 2021 pihaknya menerima lebih dari 90 peringatan dari area Channel termasuk 999 panggilan darurat. ”Setiap panggilan dijawab, dinilai, dan ditindaklanjuti, termasuk penyebaran sumber daya pencarian,” katanya. Setelah kecelakaan itu, Inggris dan Perancis saling menyalahkan. Utopia 56 mengaku memiliki bukti bahwa panggilan darurat itu telah diabaikan pada kesempatan lain. Itu berdasarkan wawancara dengan dua orang yang selamat, teman dekat mereka yang meninggal, dan sejumlah migran. (AFP/REUTERS)