Peluang bisnis Indonesia dengan Swiss, Eslandia, Liechtenstein, dan Norwegia semakin terbuka. Seiring berlakunya perjanjian perdagangan bebas per 1 November 2021, negara-negara itu banyak menghapus tarif bea masuknya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
ZURICH, SENIN — Warga Indonesia dan keturunan Indonesia yang bermukim di Swiss menjajaki peluang bisnis, mulai dari produk-produk perkebunan, gaya hidup, hingga tata boga. Kesempatan ini semakin terbuka menyusul berlakunya perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Negara-negara EFTA per 1 November 2021.
EFTA adalah kependekan dari The European Free Trade Association (EFTA). Ini merupakan ogranisasi lintas pemerintahan yang mencakup Swiss, Eslandia, Liechtenstein, dan Norwegia.
Kondisi pandemi Covid-19, termasuk merebaknya jumlah kasus varian Omicron baru-baru ini, tak menyurutkan semangat berbisnis para diaspora Indonesia di Swiss. Sebuah pertemuan bisnis komunitas diaspora Indonesia di negara itu digelar di Restoran Dapura Mia di Swiss, Jumat (17/12/2021) pekan lalu. Restoran itu kebetulan adalah salah satu restoran milik diaspora Indonesia yang telah berdiri sejak tahun lalu.
Mengutip siaran pers Kedutaaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bern, pertemuan yang diprakarsai KBRI di Bern itu mendapat sambutan antusias dari para komunitas diaspora bisnis Indonesia di Swiss, khususnya yang tinggal di daerah kanton Zurich dan sekitarnya. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain, Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman Hadad, Atase Perdagangan RI, serta para partisipan dari berbagai latar serta minat bisnis, seperti bisnis restoran, kopi, produk halal, dam salon.
Pertemuan, antara lain, diisi dengan sarasehan serta diskusi mengenai perkembangan terakhir hubungan Indonesia-Swiss, peluang bisnis di Swiss, dan tantangan dalam melakukan bisnis di Swiss. Hal itu terutama mengacu pada perjanjian Indonesia-EFTA CEPA setelah mulai berlaku pada 1 November 2021. Berlakunya Indonesia EFTA-CEPA memberi kesempatan luas kepada warga diaspora untuk berbisnis melalui impor-ekspor.
”Komunitas diaspora bisnis Indonesia di Swiss perlu memahami pengaturan-pengaturan teknis yang diperlukan untuk melakukan ekspor dan impor. Bimbingan teknis oleh lembaga terkait sangat diperlukan, termasuk penyediaan informasi pasar yang diperlukan. KBRI Bern akan terus melengkapi info yang diperlukan sehingga para diaspora bisnis Indonesia-Swiss dapat memanfaatkan perjanjian Indonesia-EFTA CEPA yang sudah mulai berlaku sejak 1 November 2021,” kata Muliaman.
Masih merujuk siaran pers yang sama, pertemuan berlangsung interaktif dengan diskusi aktif dari para peserta. Atase Perdagangan RI juga menjelaskan hal-hal terkait pemanfaatan Indonesia-EFTA CEPA dalam hal preferensi tarif untuk produk Indonesia. Termasuk yang dijelaskan adalah soal aturan-aturan terkait asal barang-barang, alur pendaftaran eksportir, hingga deklarasi asal barang melalui sistem elektronik yang digunakan.
Aneka tanggapan hingga pertanyaan disampaikan para peserta yang hadir. Salah satu pebisnis kopi yang hadir, Merlyn, mengaku memiliki rencana untuk mengimpor kopi secara langsung dari Indonesia ke Swiss. Ia melihat ada kesempatan yang lebih besar seiring berkurangnya tarif sejak Indonesia-EFTA CEPA berlaku. Sebelumnya, Merlyn mengimpor kopi Indonesia dari negara tetangga Swiss.
Pendapat senada diungkapkan Iketi, salah satu pemilik salon di Swiss. Ia mengatakan bahwa selama ini dirinya selalu mengimpor produk kosmetik yang berbahan alami dari Indonesia. Namun, sebelum ada pernjanjian Indonesia-EFTA CEPA, aneka tantangan dihadapi para importir-eksportir. Padahal, ia mengaku produk kosmetik alami dari RI sangat diminati oleh para pelanggan salonnya.
Mia Schreiber dan Eric Schreiber, pasangan penggiat restoran Indonesia di Swiss, bercerita tentang aneka tantangan dalam berbisnis di Swiss di tengah terpaan pandemi. Hingga saat ini bisnis restorannya tetap berjalan dan ramai dikunjungi pengunjung. Restorannya juga menyajikan menu kopi khas Indonesia. Sajian itu, menurut dia, disukai para pengunjung.
Merujuk pada keterangan tertulis Kementerian Perdagangan RI, implementasi perjanjian Indonesia-EFTA CEPA dilakukan bersamaan dengan tiga peraturan pelaksana. Pertama adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2021 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia) dan Ketentuan Penerbitan Deklarasi Asal untuk Barang Asal Indonesia dalam Indonesia-EFTA CEPA.
Kedua, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2021 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-negara EFTA. Ketiga, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-negara EFTA.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, salah satu manfaat Indonesia-EFTA CEPA bagi eksportir Indonesia adalah terbukanya akses pasar ke negara-negara EFTA melalui penghapusan tarif bea masuk. Mulai 1 November 2021, Eslandia menghapuskan bea masuk untuk 94 persen dari total pos tarifnya.
Adapun Norwegia menghapus 91persen. Sementara Swiss dan Liechtenstein masing-masing menghapus 82 persen. Adapun produk-produk Indonesia yang mendapat tarif 0 persen di pasar EFTA, antara lain, adalah kelapa sawit, ikan, emas, kopi, dan produk industri manufaktur, seperti tekstil, alas kaki, sepeda, mainan, furnitur, peralatan listrik, mesin, dan ban. (*)